Franchise film horor satu
ini memang sudah banyak mendapatkan antisipasi dari penontonnya. Sejak filmnya
yang pertama, Insidious mendapatkan word of mouth yang sangat kuat. Tentu
saja hal ini berpengaruh dengan bagaimana sang rumah produksi berperilaku untuk
memberikan lampu hijau kepada film ini. Sukses secara finansial pun menjadi
satu-satunya alasan kenapa Insidious
masih bertahan meneruskan sisa-sisa warisan cerita yang bisa digunakan.
Meskipun kekuatan seri ini sudah melemah di seri ketiganya, nyatanya Insidious masih harus bangun dari tidur
untuk membuat sebuah kisah baru. Maka, muncullah Insidious : The Last Key yang kali ini dibawahi oleh Sony Pictures dalam proses distribusinya.
Pemegang kunci Insidious : The Last Key ini diserahkan kepada Adam Robitel yang sudah
pernah menangani sebuah film horor sebelumnya berjudul The Taking of Deborah Logan. Dibantu oleh Leigh Whannell yang sudah
terbiasa menuliskan cerita-cerita dari Insidious
pertama.
Bisa jadi orang sudah lelah mengikuti seri dari franchise ini, tapi nyatanya Insidious
sudah memiliki pamornya. Insidious : The
Last Key akan dengan udah meraih banyak penonton di saat rilis tetapi bukan
berarti hal tersebut akan dengan mudah merebut hati penontonnya. Insidious : The Last Key ini menunjukkan
bahwa film ini sudah mulai tak menunjukkan taringnya sebagai film horor. Adam
Robitel sebagai sutradara tak mampu membangkitkan amarah roh-roh jahat untuk
sekali lagi menakut-nakuti penontonnya.
Problematika Insidious : The
Last Key ini tak hanya sekedar tentang bagaimana caranya untuk
menakut-nakuti penontonnya. Tetapi juga caranya untuk berusaha membuat
penontonnya terjaga sepanjang durasi untuk ikut bersimpati dengan setiap
karakter yang ada di dalamnya. Kali ini, fokus utama dari film ini adalah kisah
tentang Elise, satu-satunya karakter yang masih bisa dikembangkan lagi untuk
menjadi sebuah franchise yang baru.
Adam Robitel sangat berusaha menerjemahkan naskah yang ditulis oleh
Leigh Whannell ke dalam layar. Hanya saja, usaha tersebut tak maksimal dan
membuat Insidious : The Last Key
sangat melelahkan untuk diikuti. Selama 104 menit, Insidious : The Last Key seperti menyaksikan kompilasi dua film
pendek yang dipersatukan oleh satu karakter yang sama. Ada potensi menarik
dalam kisahnya, tetapi sayangnya hal itu tak bisa berjalan dengan baik.
Menceritakan tentang Elise (Lin Shaye) yang harus menghadapi masa
lalunya yang kelam. Dia mendapatkan sebuah telepon dari seseorang bernama Ted
Garza (Kirk Acevedo) untuk membasmi hantu di rumahnya. Ternyata, rumah yang
ditinggali oleh Ted Garza adalah rumah yang ditinggali oleh Elise dan keluarga
saat masih kecil. Elise sudah tahu bahwa sejak kecil rumah yang ditinggali ini
sudah berhantu yang membuat keluarganya dalam bahaya.
Elise berusaha untuk membasmi hantu yang ada di dalam rumah Ted Garza,
tetapi apa yang dihadapi oleh Elise lebih dari itu. Ada hal lain yang harus
berusaha diselesaikan oleh Elise selama sedang bertugas di rumah masa kecilnya.
Oleh karena itu, Elise harus berkompromi dengan masa lalunya, menekan mimpi
buruknya jauh-jauh agar bisa menghadapi makhluk astral yang sudah menganggunya
dan keluarganya sejak kecil.
Insidious : The Last Key
mungkin sedang berusaha untuk menggali lebih dalam siapa itu Elise, sosok yang
selalu menjadi juru kunci di setiap seri Insidious.
Tujuan inilah yang sedang berusaha dilakukan oleh Leigh Whannell saat
menuliskan ceritanya di dalam naskah. Tetapi sayang, Adam Robitel tak bisa
membuat penonton cukup bersimpati dengan cerita yang ada di Insidious : The Last Key. Jatuhnya, seri
keempatnya ini terlihat hanya mementingkan untuk mengekspansi dunia franchise ini untuk demi kelangsungan
seri-seri berikutnya.
Tak ada kekuatan sama sekali dalam pengarahannya, baik dalam porsi
dramanya maupun dalam membangun teror. Insidious
: The Last Key hanya berusaha memanipulasi penontonnya dengan berbagai scoring atau musik latar untuk
memunculkan nuansanya. Ketika masuk ke bagian human drama, musik latarlah yang berusaha mengelabui penonton untuk
ikut andil dalam kisah Elise. Begitu pula dalam bangunan tensi horornya.
Musik menjadi cara untuk mengelabui penonton dalam mendapatkan sensasi
menonton film horor di dalam Insidious :
The Last Key. Tak ada atmosfir horor yang bisa dibangun dengan baik oleh
sang sutradara. Begitu pula dengan teknik jump
scaresnya yang sudah tak lagi inovatif dan hanya mengulangi formula-formula
yang usang. Teknik jump scares yang
biasanya efektif ini pun tak digunakan terlalu banyak di dalam filmnya.
Sehingga, penonton tak lagi bisa mendapatkan sensasi apapun saat menonton film
ini.
Di dalam 104 menit filmnya, Insidious
: The Last Key serasa terbagi menjadi dua babak yang berbeda. Konflik awal
di dalam film ini mungkin ditujukan sebagai pengantar cerita yang memunculkan
sebuah koneksi di akhir film. Nyatanya, ketika konflik awal tentang Ted Garza
ini diselesaikan, fokus cerita tiba-tiba berpindah dan tak sesekali memiliki
koneksi dengan cerita di awal film. Hal ini malah menjadi bumerang bagi
filmnya, karena tanpa cerita di 1 jam pertama sebenarnya cerita di paruh kedua
bisa berjalan sendirian.
Hal ini memunculkan sebuah isu di dalam Insidious : The Last Key bahwa film ini hanyalah sebagai sebuah
fitur film tambahan untuk memperluas dunia milik Insidious. Sehingga, nantinya Insidious
bisa menggunakan celah-celah yang ada untuk melanjutkan serinya meskipun
penonton sudah mulai lelah. Terbukti dengan adanya adegan di akhir film Insidious : The Last Key yang memberikan
sebuah koneksi ke seri-seri sebelumnya. Insidious
: The Last Key hanyalah sebuah film trivia yang sebenarnya tidak ada pun
juga tidak apa-apa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar