Di masa sekarang, kuliner menjadi tren di social media Instagram.
Fenomena food porn tentu menarik perhatian banyak orang. Tak terkecuali para
sineas untuk menjadikan tren tersebut menjadi hal produktif. Coba kita ingat
lagi, sudah berapa film indonesia yang mengangkat kuliner sebagai dasar
ceritanya? Brownies, Saus Kacang, dan yang paling baru adalah Madre. Sebuah
masakan dijadikan medium untuk menjalankan cerita dari film tersebut.
Lifelike Pictures yang dinaungi oleh Lala Timothy pun mengangkat
kembali tema kuliner sebagai dasar cerita film miliknya. Tabula Rasa, satu term
adaptasi dari bahasa asing, menjadikan masakan khas padang sebagai ikon untuk
filmnya beserta cerita yang ada di dalamnya. Film ini sekaligus menjadi debut
layar lebar dari sutradara bernama Adriyanto Dewo yang biasanya hanya menangani
film-film pendek.
Mempunyai mimpi yang tinggi sebagai pemain sepak bola terkenal membuat
Hans (Jimmy Kobogau) ini rela pergi ke ibu kota Jakarta untuk meraih mimpinya.
Sayangnya hal tersebut tidak berjalan manis dan dia harus terlantar di jalanan.
Mak (Dewi Irawan) dan Natsir (Ozzol Ramadhan) menemukan Hans tergeletak di
jalan dan berinisiatif untuk mengajaknya ke warung padang miliknya. Takana Juo,
nama warung padang milik Mak dengan Parmanto (Yayu Unru) sebagai juru masaknya.
Tetapi kedatangan Hans ternyata bukanlah sebuah kabar baik. Rumah
Makan Takana Juo memiliki problem dalam kondisi keuangannya. Belum lagi ada
rumah makan padang baru yang harus bersaing dengannya. Tentu, Hans menjadi
kontradiksi bagi orang-orang yang ada di dalam Takana Juo. Tetapi, Mak tetap
mempertahankan Hans yang setidaknya bisa membantunya untuk menemani ke pasar
atau sekedar membersihkan rumah makannya.
“Makanan adalah i’tikad baik untuk bertemu”
Siapa yang tak kenal masakan Padang? Bahkan di pinggiran jalan pun,
banyak sekali rumah makan padang berjejeran. Menjadikannya sebagai dasar cerita
untuk sebuah film tentu cukup menggairahkan. Masakan berbumbu khas padang itu
pun akhirnya bisa kita nikmati lewat layar besar. Tetapi, tentu bukan perkara
mudah untuk menjadikan sebuah film bertema kuliner yang benar-benar lezat
layaknya sebuah masakan.
Demand yang sudah terbangun dengan cukup baik lewat berbagai media,
Tabula Rasa mencoba meyakinkan para calon penontonnya. Dengan gimmick promo
yang juga menonjol di antara semua film-film indonesia, tentu Tabula Rasa ingin
memberikan sesuatu yang lebih dari sekedar film kuliner. Film debut layar lebar
dari Adriyanto Dewo ini, tentu menjadi salah satu sajian hangat di perfilman
indonesia dalam genre-nya yang belum banyak ragam.
Tagline di poster Tabula Rasa cukup mewakili apa yang ada di dalam
ceritanya. “Makanan adalah i’tikad baik untuk bertemu” dan masakan khas padang
sebagai makanannya. Tabula Rasa bukan hanya sekedar film bertema kuliner dengan
gambar-gambar makanan yang menggiurkan saja. Juga memberikan intrik dengan
budaya dan keberagamannya yang dipertemukan lewat satu makanan berbumbu dan
kaya rasa khas padang. Sajian Tabula Rasa pun juga punya hal tersebut di
dalamnya.
Sebagai karya debut, tentu ini menjadi sebuah karya menjanjikan dari
Adriyanto Dewo. Tabula Rasa berhasil meracik bumbu-bumbu itu dengan pas. Film
ini pun sesederhana tampilan masakan padang tetapi dibalik kesederhanaan itu
ada banyak sekali kekayaan rasa di dalamnya. Tabula Rasa tentu bukan hanya
menjadi sebuah film bertema kuliner dengan tampilan saja menggiurkan. Tetapi,
ada makna dibalik yang disampaikan dengan cara yang tidak kentara. Mengajak
penontonnya menyelami setiap adegan di setiap 100 menitnya itu agar bisa
menangkap sendiri pesannya.
Anggap saja para karakter di film ini adalah bahan-bahan dasar untuk
memasak. Rempah-rempah dari tanah agraris Indonesia. Mereka sangat beragam,
memiliki latar belakang buadaya ataupun agama dan ciri-ciri fisik yang berbeda.
Tetapi ketika semua ‘bahan’ berhasil diracik dan dikolaborasikan, semuanya
sangat sedap dipandang dan disantap. Bukankah hidup dalam keberagaman itu
sebenarnya begitu indah? Itulah yang coba disampaikan oleh Tabula Rasa.
Tetapi, Tabula Rasa bukanlah film bertema kuliner dengan sajian pop.
Sebenarnya, film ini tidak memanjakan penontonnya. Di balik tema-nya yang
mainstream itu ada naskah yang ditulis oleh Tumpal Tampubolon yang menyetir
Tabula Rasa menjadi film art house. Terlihat cara penuturan film ini yang
sebenarnya masih memiliki kesan eksperimental ketimbang ke ranah yang lebih
mudah dicerna. Kesan eksperimental itu mungkin tidak akan terasa dominan karena
masih ada batasan dalam menyalurkan gaya quirky-nya dalam bertutur di film ini.
Untuk akhirnya bisa mengambil hati penontonnya pun sepertinya masih
segmented. Tetapi, kerja keras Adriyanto Dewo berusaha untuk menerjemahkan
naskah milik Tumpal Tampubolon ini bisa dibilang berhasil. Toh, Tabula Rasa ini
tidak terjerumus terlalu dalam. Karena dengan tema yang seharusnya universal
ini, pun harusnya bisa dinikmati oleh segala usia dan kalangan. Bukan hanya
sebagian dari penontonnya.
Character depth pun masih memiliki keterbatasan. Penonton tak bisa
masuk lebih dalam lagi agar terkoneksi dengan emosi karakternya. Beruntunglah,
kekurangan itu pun bisa ter-cover oleh performa dari jajaran aktor-aktris di
film ini. Nama-nama yang ada di film ini mungkin tak eye-catchy, tetapi jangan
ragukan performa mereka. Terutama Dewi Irawan yang memerankan sosok Mak dan
juga Hans yang diperankan oleh Jimmy Kobogau.
Gambar-gambar indah dari sang DOP ini berperan sangat efektif di film
ini. Bagaimana setiap bahan-bahan dapur, makanan-makanan padang seperti rendang
atau gulai kepala ikan berhasil memiliki kharismanya. Karena di sinilah
bagaimana fenomena foodporn di social media ini berhasil tertangkap lewat
gambar bergerak. Alhasil, penonton yang menonton film ini akan merasakan
indahnya rendang ataupun gulai kepala ikan. Dengan sesekali membayangkan bau
dan rasanya yang akan terasa nikmat saat dihidangkan. Setelah selesai nonton,
penonton akan segera mencari rumah makan padang terdekat.
Dengan minimnya keberagaman di tema ini, Tabula Rasa menjadi salah
satu cinema gem yang wajib kita santap selagi bisa. Karena, Tabula Rasa
bukanlah sekedar tentang sebuah makanan tetapi bagaimana ‘Rasa’ yang kaya itu
sangat penting. Meski penuturan ceritanya yang masih memiliki rasa segmented di
dalamnya. Tetapi, Tabula Rasa adalah salah satu karya buatan anak negeri yang
patut dapat apresiasi dan perhatian lebih. Selain menggugah selera makan, film ini pun akan menggugah hati penontonnya.
salam hangat dari kami ijin menyimak sahbat dari kami pengrajin jaket kulit
BalasHapusOTW rumah makan padang
BalasHapus