Minggu, 21 Februari 2021

SAINT MAUD (2020) REVIEW: Debut Horor Spiritual yang Sangat Menjanjikan

Tanpa menunjukkan keberadaan makhluk astralnya, film horor bisa saja tetap mencekam bagi penontonnya. Seperti saat melihat bagaimana perjalanan Maud mengalami perjalanan spiritualnya dalam film debut penyutradaraan yang dari Rose Glass. Siapa sangka kisah yang relijius ini bisa sangat menghantui pikiran penontonnya dari awal hingga akhir film.

Saint Maud, film yang dibintangi oleh Morfydd Clark ini diproduseri oleh salah satu rumah produksi yang selalu melahirkan film-film dengan tema alternatif, A24. Tanpa nama-nama populer, tapi film dengan genre horor saja sudah memiliki penggemarnya sendiri. Ditambah dengan bagaimana penasarannya penonton genre tersebut dengan apa yang dibuat Oleh rumah produksi satu ini. Rekam jejaknya sudah jelas terlihat lewat film-filmnya yang selalu memberikan sesuatu yang baru.

Dari It Follows hingga Midsommar, A24 selalu memberikan faktor lain dalam karya horornya dan memiliki magnetnya sendiri. Menekankan horor atmosferik dibanding dengan jump scare menjadi formula bagi rumah produksi satu ini. Begitu pula yang terjadi dalam film Saint Maud. Bahkan, tema dalam Saint Maud juga sangat provokatif. Menilik karakternya yang hilang arah dalam ajaran tuhan yang dia yakini.

Begitulah Maud (Morfydd Clark) yang sedang berusaha keras menghilangkan rasa bersalah atas masa lalunya. Dia pun berusaha untuk mendekatkan diri dengan agama yang dia yakini dan melayani seseorang sebagai balas budinya. Maud menjadi seorang perawat untuk mantan penari terkenal yang terkena penyakit kanker ganas bernama Amanda (Jennifer Ehle). Maud berusaha sekuat tenaga untuk bisa mendampingi Amanda hingga akhir hidupnya.

Tetapi, apa yang dilakukan Maud ternyata melewati batas. Dia secara tidak langsung ingin menjadi pusat perhatian dari Amanda. Melakukan banyak hal-hal lain demi mendapatkan reassurance dari Amanda. Semua ini dia lakukan atas nama ajaran keyakinan yang dia percaya. Tetapi, dia pun berusaha mempertanyakan dirinya, apakah yang dilakukan ini benar dan sesuai dengan jalan sosok teratas dari sesuatu yang dia yakini (re: agama).

Perjalanan spiritual yang mencekam.

Mungkin pernyataan itulah yang cocok untuk menggambarkan bagaimana Saint Maud ini berlangsung. Film yang diarahkan oleh Rose Glass ini terfokus menjadi sebuah studi karakter seseorang menemukan jalan spiritualnya menemukan apa yang dianggap benar. Hal inilah yang dikonversi oleh sang sutradara menjadi sebuah tontonan yang mencekam. Karena membahas tentang kebenaran itu siapa yang tahu. Bisa saja dalam perjalanannya, seseorang itu bisa tersesat di dalamnya.

Maud mungkin menjalankan setiap perintah yang dianggap dirinya benar. Tetapi, penonton akan merasakan kengerian itu. Ada banyak ketidakpastian yang terjadi di dalam film ini sehingga membuat penontonnya merasa tak nyaman. Selama 95 menit, penonton mungkin akan ikut lelah dan terhanyut dengan segala tingkah karakter utamanya. Selain tentang kebenaran, ada pengalaman-pengalaman masa lalu yang membuat karakter Maud semakin kompleks.

Maka penonton pun akan merasakan apa yang dilakukan oleh Maud ini adalah cara dia mencari kebenaran atau Malah dia mencari pembenaran atas segala hal yang dia lakukan. Menarik ketika Rose Glass menggunakan sudut pandang orang ketiga atau penonton sebagai seseorang yang mengikuti perjalanan Maud sepanjang film. Tetapi, menuju konklusi film, bagaimana Maud berusaha untuk ‘mensucikan’ dirinya, Rose Glass menggunakan sudut pandang karakter utamanya. Di situlah, sebuah adegan dengan dua perspektif berbeda dengan cepat dijadikan konklusi. Menunjukkan bahwa tentang kebenaran yang diyakini seseorang adalah sebuah perdebatan yang tak akan habis untuk dibahas.

Saint Maud, sebagai sebuah film horor itu sendiri juga berhasil membuat penontonnya bergidik ngeri. Mungkin bisa dibilang Saint Maud adalah sebuah psychological horor yang berhasil menghantui penontonnya sepanjang film. Karena kekuatan Saint Maud dalam menakut-nakuti penontonnya adalah dengan bagaimana sang penonton berinterpretasi atau menerka-nerka tentang apa yang terjadi di dalam filmnya. Hingga di akhir filmnya itu pun, perasaan ‘terganggu’ itu masih ada dan membekas. 

Hal ini juga didukung oleh performa Morfydd Clark yang berhasil menggambarkan kebingungan sosok Maud yang hilang arah. Performanya yang subtle tapi sangat mencekam ini mempengaruhi tujuan Rose Glass untuk membuat Saint Maud menjadi sebuah horor atmosferik yang mengikat penontonnya. Untuk sebuah debut penyutradaraan, karya pertamanya ini sangat menjanjikan. Gila!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar