Premis adalah satu hal penting yang harus diperhatikan saat membuat
film. Pada pra produksi, satu premis menarik harus bisa ditemukan barulah
premis itu dikembangkan lebih jauh lagi. Pada proses pengembangan ini adalah
satu peristiwa krusial, bagaimana akhirnya para awak film menyajikan premis
ini. Bisa jadi premis menarik itu akan jatuh menjadi presentasi yang buruk
ataupun bisa malah melejit menjadi karya yang sangat segar.
Di dalam genre science fiction
sendiri, banyak sekali premis-premis menarik yang bisa diangkat. Banyak yang
menarik perhatian tetapi juga tidak sedikit yang akhirnya menjadi bulan-bulanan
para kritikus dan juga pecinta film. Premis dalam film science fiction memang banyak yang sudah diangkat oleh para sineas
dari yang penuh petualangan hingga drama romantis menyentuh hati. Para sineas
pun harus pintar dalam mengangkat satu premis cerita yang menarik pada sub genre ini. Meskipun premis yang
diinginkan sudah banyak diangkat, tetapi sekali lagi itu tergantung dari
bagaimana sang sineas untuk mengemasnya.
Premis menarik kali ini datang dari film science fiction garapan Wally
Pfister. Film perdana milik Wally Pfister dengan judul Transcendence ini
menceritakan tentang sepasang suami istri yang sama-sama seorang pakar ilmiah,
Dr. Will Caster (Johnny Depp) dan Evelyn (Rebecca Hall). Sang suami, Will
merencanakan untuk menjalankan proyek transendensi untuk umat manusia. Membuat manusia
akan lebih hebat daripada sebelumnya.
Tetapi usaha yang akan dilakukan oleh Dr. Will Caster ini mengundang
kontroversi dan menyebabkan Dr. Will Caster ditembak oleh peluru yang terisi radiasi.
Dengan bantuan sang istri dan temannya, Max (Paul Bettany) segala data yang ada
di dalam otak dan tubuh Will dipindahkan ke sebuah piranti lunak. Tetapi, hal
ini malah menyebabkan keadaan dunia tidak seimbang dan mengancam kelangsungan
kehidupan manusia yang hakiki.
Interesting plot does not mean it will be good then.
Seperti yang sudah dituliskan, premis menarik bukan berarti film yang
ada akan menjadi film yang juga menarik. Hal itu terjadi pada film perdana
garapan Wally Pfister ini. Premis menarik miliknya tak bisa dikemas dengan
begitu menarik agar penonton bisa betah untuk menyaksikan film miliknya.
Transcendence memiliki 115 menit yang artinya masih memiliki ruang yang begitu
luas untuk mengolah dan menggali lebih dalam lagi intrik yang sebenarnya
menarik di dalam film Transcendence ini.
Tetapi semacam banyak terjadi kesalahan di dalam proses produksinya,
di mana Transcendence tak ubahnya adalah film science fiction dengan premis menarik yang sia-sia. Kesalahan awal
terjadi bagaimana cerita di dalam film ini terlihat begitu kacau. Transisi setiap
adegan di film ini terasa begitu kasar dengan penjelasan yang begitu kurang.
Membuat para penonton meraba-raba sendiri apa masalah yang terjadi di film ini.
Pertanyaan-pertanyaan yang disebarkan kepada penontonnya di dalam film ini
seperti tidak dijawab oleh sang sutradara.
Penanganan oleh sang sutradara terlihat sangat begitu kurang. Terlebih
film ini memiliki banyak sekali lubang-lubang cerita yang sengaja dibiarkan
menganga begitu besar di dalamnya. Apa yang terjadi dengan 115 menit film ini?
ketika masih banyak sekali pertanyaan-pertanyaan besar yang masih menjadi
tanggungan untuk dijawab. Menjadikan 115 menit yang memberikan ruang yang
begitu besar agar menjadi film yang baik itu terbuang dengan sia-sia. Toh,
banyak sekali yang dibahas oleh Transcendence tetapi bagaimana Wally Pfister
tak bisa memanfaatkan segala yang menjadi pertanyaan itu dalam 115 menit yang
panjang dan alhasil, film ini malah jatuh ke slow pace yang menjemukan.
Perjalanan narasi film ini begitu tertatih dari skenario milik Jack
Paglen. Seperti banyak sekali hal-hal yang diskip dan penceritaan yang lompat dari satu scene ke yang lain yang
tidak rapi yang tentu menganggu perjalanan film ini. 115 menit durasi
benar-benar tidak dimanfaatkan oleh sang sutradara hingga film ini berakhir
dengan penceritaan yang tidak efektif. Begitu terasa bagaimana cerita yang
dragging serta terasa tertarik ulur dan itu bukanlah hal yang baik dalam sebuah
film.
Dengan banyak karakter penting di film ini sebagai kelangsungan
intriknya, tetapi sekali lagi durasi itu tidak dimanfaatkan dengan baik.
Karakter-karakter yang harusnya masih perlu disokong dengan cerita yang lebih
kuat lagi malah tidak tertangani. 115 Menit itu benar-benar ditujukan kepada
Dr. Will dan Evelyn yang terasa ter-ekspos berlebihan. Karena karakter lain
hanya seperti sebagai penyesak layar dan masih kurang mengerti kegunaan
karakter tersebut dalam jalannya film ini.
Memang, Transcendence memberikan satu kontemplasi bagi penontonnya
terlebih pada teknologi yang sepertinya sudah menjadi kebutuhan primer seluruh
manusia di dunia. Masih ada poin yang baik untuk dijadikan renungan bahwa tak
semua inovasi atau semakin canggihnya suatu teknologi akan selamanya memberikan
efek positif bagi semua orang. Pasti ada salah satu hal yang harus dikorbankan
dan itu akan menginvasi kehidupan manusia yang seharusnya.
Well, dengan adanya satu poin
plus dalam film bukan berarti menyelamatkan film secara keseluruhan. Mungkin
poin plus lainnya ada pada sinar bintang milik Johnny Depp. Tetapi, tak ada
yang spesial dari penampilan miliknya. Begitupun dengan ikatan yang terjalin
dengan Rebecca Hall, tidak ada satu rasa emosional yang signifikan akan
dirasakan oleh penontonnya. Berjalan tidak terlalu hambar tetapi masih terasa
kurang ‘bumbu’.
Overall, Transcendence adalah
satu film science fiction dengan premis menarik yang tidak tertangani dengan
baik. Segala hal di film ini masih terasa begitu mentah dengan cerita yang
masih jumpy, narasi yang terbatas,
serta pace yang terasa tertarik-ulur.
Masih memberikan pelajaran hidup yang berarti serta kekuatan pada nama Johnny
Depp tetapi itu saja masih tidak cukup untuk menyelamatkan film ini. Debut
milik Wally Pfister yang gagal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar