Siapa yang bisa menggambarkan secara detil dan mendeskripsikan dunia
mereka? Tak ada yang bisa. Setiap manusia pun hanya terbatas pada sebuah
regional tertentu untuk dapat mewakili deskripsi tentang dunia mereka. Itu pun
mereka harus melakukan sebuah pemahaman tentang bagaimana dunia mereka
terbentuk lewat proses kesepakatan bersama. Hal itu dilakukan agar setiap
individu dapat memiliki perspektif yang sama mengenai dunia di wilayah yang
mereka huni.
Lantas, bagaimana jika dunia yang kalian tahu bukan hanya terbatas
oleh wilayah tetapi juga dibatasi oleh dinding dua sisi yang dingin? Konstruksi
pemikiran akan dunia akan jauh lebih sempit lagi. Itu lah yang mendasari sebuah
cerita fiksi karya Emma Donoghue di dalam sebuah bukunya, Room. Perspektif lain
yang digunakan untuk memahami dunia ini menjadi sebuah cerita menarik yang
mengundang Lenny Abrahamson untuk mengadaptasinya menjadi gambar bergerak
berdurasi 120 menit.
Room memiliki sebuah premis cerita menarik dengan presentasi kuat yang
akan mengiris penontonnya di setiap menit. Film arahan Lenny Abrahamson ini
menjadi salah satu nominator di kategori Best Picture pada Academy Awards tahun
ini. Performa yang tak diragukan lagi dari Brie Larson sebagai pemeran utama di
dalam film ini patut diganjar Aktris Terbaik di banyak ajang film bergengsi
tahun ini. Jelas, Room bukan sebuah film dengan perspektif baru yang
sembarangan. Film ini menyimpan banyak sekali momen luar biasa yang tak pernah
dirasakan sebelumnya.
Keterbatasan melihat dunia yang lebih luas jelas akan menyakitkan
banyak orang, apalagi hanya berada di dalam sebuah ruangan sempit dengan
fasilitas seadanya. Itulah yang dialami oleh Joy Newsome (Brie Larson) di 5
tahun terakhirnya. Dia harus hidup dengan ruang yang sangat terbatas bersama
dengan anaknya bernama Jack (Jacob Tremblay). Joy berusaha mati-matian untuk
membangun realita yang nyata tentang dunia yang hanya terbatas di ruangan yang
dia tempati.
Dan pada akhirnya, Jack hanya mengetahui bahwa dunia yang dia huni
memang hanya terbatas oleh ruangan yang mereka tempati. Di luar itu, Jack sudah
menganggapnya sebagai luar angkasa yang luas dengan sistem orbit yang berbeda.
Berusaha ingin membuat Jack memiliki kehidupan yang lebih layak, Joy berusaha
untuk mengeluarkan Jack dari tempat tersebut. Tetapi, usahanya akan sangat
mengalami kesusahan karena mereka adalah korban penyekapan yang dilakukan oleh
Nick (Sean Bridgers).
Apa yang dilihat oleh Jack sebagai ‘dunia’ miliknya adalah hasil dari
suatu pemahaman yang telah dia sepakati bersama dengan Joy sebagai ibunya.
Sehingga, Jack muncul sebuah perspektif yang lain tentang dunia yang ada. Pun
begitu pula dengan semua orang yang berusaha memberikan simbol-simbol tentang
dunia mereka masing-masing di wilayah mereka. Dengan sistem tanda dan lambang tersebut,
mereka dapat mengklasifikasi dunia menurut pandangan mereka masing-masing.
Meskipun berbeda, akan ditemukan sebuah benang merah tentang dunia
yang mereka huni. Tetapi, akan diperlukan adaptasi tentang sistem tanda dan
lambang tersebut jika seseorang dari wilayah lain untuk dapat memahami dunia
yang dari perspektif baru. Film ini berusaha untuk memberikan sebuah gambaran
tentang bagaimana setiap karakternya mengkonversi apa yang dilihat ke dalam
sebuah simbol yang akan mereka pahami untuk membentuk proses komunikasi. Seperti
yang dilakukan oleh Joy dan Jack agar mereka berdua dapat berinteraksi satu
sama lain.
Bagusnya, Lenny Abrahamson mengadaptasi buku milik Emma Donoghue
menjadi sajian getir yang sangat kuat. Lenny membangun sebuah ikatan emosi yang
sangat nyata yang ditransfer kepada Brie Larson dan Jacob Tremblay sebagai
aktor-aktris utama penggerak cerita sederhana di dalam filmnya. Alhasil, imbas
yang dirasakan oleh penontonnya akan sangat besar dan penonton akan dengan
mudah merasa simpati dengan karakter-karakternya. Dan hal itulah yang digunakan
sebagai kekuatan utama di dalam film Room ini.
Dengan keterbatasan tempat untuk mengembangkan ceritanya, bukan
berarti film ini pun akan terbatas dalam presentasinya. Kesempitan ruangan yang
dihuni oleh Joy dan Jack ini akan menghantui penontonnya hingga ke akhir film. Meskipun
Room terkesan memiliki dua babak di dalam filmnya, tetapi Room memiliki
keindahan di setiap babaknya. Di babak 60 menit pertama Lenny berusaha
memberikan tensi ketegangan luar biasa dengan klimaks yang memuncak.
Hanya saja, akan terasa lebih menggetarkan di 60 menit terakhir milik
Room, babak kedua di dalam film ini jauh terasa lebih kuat. Akan dijelaskan di
60 menit terakhir bagaimana karakter Jack dan Joy terlihat semakin berkembang meski
dengan pace cerita yang jauh lebih
tenang. Bagaimana Jack dan Joy berusaha memahami lagi dunia yang selama ini dia
buat dengan sebuah perspektif baru. Kesan karakter satu dimensi yang ada di 60
menit pertama semakin lama berubah menjadi sebuah karaktr yang multidimensional.
Alasan-alasan yang kuat dengan problematika yang jauh lebih rumit
berusaha dijelaskan oleh Lenny Abrahamson secara perlahan di dalam film Room.
Itu dilakukan agar Room memiliki karakter yang tak terkesan seperti ruangan
yang dihuni Jack dan Joy yang hanya dapat melihat dinding dari satu sisi. Dan
di situlah kekuatan film Room yang tak perlu muluk-muluk di setiap aspek
pembuatan filmnya. Hanya perlu sokongan arahan yang kuat dan performa luar
biasa aktor-aktris utama sehingga cerita di dalam film Room dapat disampaikan
kepada penontonnya.
Maka, Room adalah sebuah studi karakter menarik dengan fenomena sosial
tentang bagaimana seseorang berusaha memaknai dan memahami apa yang mereka
anggap sebagai ‘dunia’ menurut mereka. Lenny Abrahamson berhasil memberikan
sebuah arahan yang kuat sehingga film ini memiliki sebuah kekuatan yang dapat
mengiris hati penontonnya. Pun, lewat performa luar biasa yang dilakukan oleh
Brie Larson dan juga Jacob Tremblay yang semakin bertambahnya menit dapat
mengembangkan karakternya agar tak terkesan satu dimensi. Tak salah jika Room
diganjar banyak sekali nominasi di banyak ajang film bergengsi. Menyentuh dan
menggetarkan!
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus