Sebuah pernikahan adalah salah satu dari bagian
upacara adat dan agama yang dianggap sangat sakral. Janji sehidup semati dengan
satu orang dan hidup dalam satu atap jelas akan ditetapkan aturan-aturan saklek
entah dari agama maupun pemerintah. Apalagi, ketika keputusan seorang pasangan
untuk tak lagi bersama jelas akan diberikan sebuah konsekuensi rumit yang harus
dia jalani. Dan dari fenomena itulah, Hanung Bramantyo dan Ismail Basbeth
membangun sebuah cerita untuk film terbaru garapan mereka.
Talak 3 memberikan petuah atau nasihat tentang
sebuah perceraian atas ajaran sebuah agama yang berdiri tegak dan tak bisa
diubah. Itu pun dikemas tak terlalu serius tetapi bukan berarti menggampangkan
ajaran-ajaran agama yang saklek tentang sebuah pernikahan. Dibintangi oleh
Laudya Cynthia Bella, Vino. G. Bastian, dan Reza Rahadian, film ini tak hanya
siap untuk berusaha menghibur penontonnya tetapi juga meraih kuantitas dalam
jumlah penontonnya.
Di bawah naungan MD Entertainment, sedikit
menghawatirkan kemasan Talak 3 akan menjadi salah satu sekian banyak drama
religi melankolis yang terlalu diekspos berlebih. Nyatanya, Talak 3 menjadi
salah satu yang berbeda dari film-film produk MD Entertainment. Menjadikan
Talak 3 sebuah film komedi romantis dengan nafas keagamaan adalah keputusan
tepat agar tak terbawa terlalu serius untuk medium syiar agama.
Menjalani hidup bersama dengan pasangan memang
gampang-gampang susah. Apalagi, ketika sudah janji sehidup semati dengan
pernikahan sebagai upacara yang sakral. Hal itu juga dialami oleh Bagas (Vino
G. Bastian) dan Risa (Laudya Cynthia Bella) ketika menjalani kehidupan mereka
sebagai suami istri. Banyak sekali rintangan yang harus mereka hadapi dan
mereka memutuskan untuk berpisah karena Bagus terpergok sedang merajut kasih
dengan penyanyi pop melayu. Kehidupan mereka setelah bercerai pun tetap
dirundung masalah, karena hutang piutang mereka menumpuk.
Tetapi rejeki memang selalu datang ketika keadaan
sedang sulit, sebuah pengorganisir acara menyetujui proposal mereka tentang
acara pernikahan dengan Bagas dan Risa sebagai ikonnya. Tetapi, sang penyetuju
acara mereka tak mau menyetujui acara mereka karena Bagas dan Risa tak lagi
bersama. Mereka berdua mencari cara agar bisa menikah kembali tetapi
persyaratan untuk menikah kembali menurut agama mereka tak semudah
kedengarannya. Dan Bimo (Reza Rahadian), teman kecil Risa yang juga berkolega
bisnis dengan mereka berusaha mencarikan solusi.
Kerumitan-kerumitan dalam cerita Talak 3 yang digarap oleh Hanung Bramantyo dan Ismail
Basbeth berpotensi untuk menjadi sebuah medium syiar agama yang terlalu serius
dan menceramahi. Maka dari itu, mereka ingin menjadikan Talak 3 sebuah sajian
komedi romantis. Tragedi-tragedi serius ini adalah komposisi menarik agar
dijadikan sebuah komedi yang bagus. Tujuannya jelas untuk memberikan pengertian
atas konsekuensi dan resiko yang harus dihadapi oleh dua sejoli ketika sudah
mengucap janji sehidup semati.
Kekakuan sebuah ajaran agama yang berusaha
disampaikan di dalam Talak 3 bukan serta merta untuk menyebarkan pandangan
bahwa agama tertentu adalah superior. Hanya
saja di dalam Talak 3 ini kedua sutradara ingin menyampaikan pesan bahwa
pernikahan bukanlah segampang yang dikira banyak orang. Pun, hal ini akan
sangat berlaku di ajaran kepercayaan mana pun. Kerumitan plot film ini adalah
perwakilan dari bagaimana proses yang rumit ketika mantan sepasang suami istri
ini berusaha mencurangi peraturan yang ditetapkan untuk mengatur pernikahan.
Bagas dan Risa berusaha keras agar mereka bisa
hidup kembali setelah melalui prosek talak tiga sebagai syarat dari perceraian.
Mereka berusaha mencurangi peraturan-peraturan saklek dari sebuah kepercayaan
yang ternyata tak dapat mereka abaikan begitu saja. Bagusnya, Hanung dan Ismail
berusaha keras agar Talak 3 tak melenceng dari landasan kepercayaan yang mereka
pegang tetapi dapat menyampaikan syiar mereka dengan cara yang lugas dan juga
menyenangkan. Pun, diperkuat lewat ikatan emosi yang sangat nyata oleh para
pelakonnya.
Pun, Hanung Bramantyo dan Ismail Basbeth berusaha
keras untuk menyindir isu-isu sosial ketika sebuah agama dijadikan sebagai
komoditas penghasil uang yang menjanjikan bagi petinggi negeri. Ajaran-ajaran
agama saklek yang berusaha dicurangi serta merta dihalalkan begitu saja agar bisa
mendapatkan keuntungan dalam bentuk materi. Talak 3 berusaha menyindir hal-hal
itu dan disampaikan kepada penontonnya tetapi dengan komedi riuh. Sehingga,
pesan berat itu diolah agar menjadi sebuah kemudahan yang dapat dicerna.
Film adalah sebuah hal yang representatif dari yang
terjadi di lingkungan sekitar. Maka, Hanung dan Ismail Basbeth me-reka ulang
kejadian yang ada di sekitar mereka tentang mayoritas orang yang berusaha
mencurangi ajaran dari tuhan. Penerapan sebuah ajaran tuhan yang sudah menjadi
budaya yang disampaikan di dalam film ini bukan sebagai medium untuk
mengkritisi. Terlepas dari sebuah ajaran agama, film ini ingin menyampaikan
sebuah pesan universal yang dapat
diterima oleh semua kalangan tentang keabsahan sebuah pernikahan.
Dengan banyaknya pesan-pesan dan kerumitan plot
yang ada di dalam film Talak 3, hal itu tak membuat filmnya menjadi sebuah film
yang menceramahi. Talak 3 ingin menunjukkan kedewasaan dalam menyelesaikan
masalahnya ketika mereka telah berusaha keras mencurangi ajaran saklek dari
tuhan tentang pernikahan. Tetapi di luar pesan-pesan syiar agama yang mereka
sampaikan, terdapat sebuah pesan universal
yang ingin disampaikan tentang sebuah pernikahan. Konten berat yang
dihadirkan lewat Talak 3 diolah menjadi sebuah komedi ringan yang tetap lugas
dalam memberikan syiarnya. Jelas, Talak 3 adalah sebuah komedi romantis bernafas
keagamaan yang sangat menyenangkan!
GOOD REVIEW
BalasHapuswah, jadi pengen nonton FILMnya nih
BalasHapusanyway REVIEW FILM bagus kak :)
kata kata untuk mengungkapkannya bagus kayak diceritain gitu. saya suka hihi semangat buat nulis reviewnua ya :)
BalasHapus