Nama Raditya Dika yang sudah menjadi
sebuah brand tersendiri di Indonesia, lantas membuat para rumah produksi sudah
mulai percaya dengan kinerjanya. Setelah proyek Koala Kumal bersama Starvision
Plus, di tahun ini pula Raditya Dika bekerja sama dengan Rapi Films untuk
merilis sebuah karya baru yang ditulis dan juga diarahkan oleh dirinya sendiri.
Proyeknya kali ini berusaha berbeda dengan apa yang sudah dikerjakan
sebelumnya.
Raditya Dika berusaha keluar dari zona
nyamannya yang sudah terbiasa mengarahkan sebuah drama komedi cinta patah hati
di setiap filmnya. Raditya Dika tetap bermain di wilayah komedi yang sudah
menjadi kebiasannya tetapi digabungkan dengan genre thrilleratau mungkin lebih kepada misteri. Rapi Films menaungi film
eksperimen Raditya Dika ini dengan judul Hangout. Di sinilah sebenarnya Raditya
Dika berusaha untuk menunjukkan bahwa dirinya bisa diperhitungkan untuk menjadi
sutradara yang lebih berbeda.
Setelah kematangan Raditya Dika lewat
‘Single’ ataupun ‘Koala Kumal’, tentu membuat adanya kepercayaan tersendiri
lewat film Hangout. Meskipun, ada pula rasa khawatir yang tetap hadir karena
apa yang dikerjakan ini masih baru di tangan Raditya Dika. Yang terjadi, sebenarnya
‘Hangout’ masih memiliki kematangan bertutur milik Raditya Dika. Hanya saja,
beberapa poin di dalam film ‘Hangout’ ini membuat intensitas filmnya menurun
dan masih terasa terburu-buru dalam pembuatannya.
Kali ini, cerita dari Raditya Dika di
dalam film Hangout mengisahkan tentang 9 artis yang memerankan dirinya sendiri.
Mereka adalah Raditya Dika, Surya Saputra, Prilly Latuconsia, Mathias Muchus,
Dinda Kanya Dewi, Bayu Skak, Gading Marten, Soleh Solihun, dan Titi Kamal.
Mereka adalah artis-artis dengan sifat-sifatnya yang berbeda dan sedang
diundang oleh Tonni P. Sacalu untuk acara off-air di sebuah pulau terpencil.
Mereka mau datang ke acara tersebut karena mereka mendapatkan masing-masing 50
juta sebagai bayaran mereka.
Mereka masih tak tahu acara seperti apa
yang akan mereka lakukan di pulau tersebut. Tetapi, hal tragis menimpa mereka
ketika mereka tahu mereka sedang dijebak di pulau tersebut. Satu persatu dari
mereka dibunuh dan tak tahu pelaku siapa. Mereka berusaha keluar dari pulau
tersebut dan mereka menyadari bahwa salah satu dari mereka adalah pembunuhnya.
Orang-orang yang tersisa di pulau itu berusaha mencari siapa pembunuhnya.
Konsep yang dimiliki oleh Raditya Dika di
dalam film Hangout ini sangat menarik. Poin pertama yang membuat film Hangout
ini menarik adalah ketika 9 karakter ini memerankan diri mereka sendiri.
Mengingatkan penontonnya dengan film-film meta seperti This Is The End. Poin
kedua adalah bagaimana penonton akhirnya diberikan pilihan dari karya-karya
Raditya Dika untuk mencoba hal baru. Di dalam film Hangout ini, Raditya Dika
menawarkan unsur misteri yang belum pernah dia gunakan sebelumnya, apalagi
ditambahi dengan unsur komedi yang notabene masih baru di perfilman Indonesia.
Bisa dikatakan, misteri-misteri yang
berusaha disebarkan kepada penonton di dalam film Hangout ini masih enak untuk
diikuti. Raditya Dika berusaha menuturkan setiap kejadian-kejadian di dalam
film ini dengan baik. Di durasinya yang mencapai 100 menit, bisa dibilang
Raditya Dika masih bertutur dengan tetap menyembunyikan misteri. Cukup
mengagetkan pula, dengan jejak rekam Raditya Dika yang belum pernah menangani
film seperti ini, film Hangout ini berhasil memiliki momen-momen yang berhasil
membuat penontonnya ikut tegang.
Sehingga, ada potensi dari dalam diri
Raditya Dika untuk menunjukkan sisi lain di dalam dirinya di karya-karya
selanjutnya. Tetapi, film ini pun masih minim akan eksplorasi yang seharusnya
bisa memiliki kemasan jauh lebih baik lagi. Bila dibandingkan dengan kematangan
yang ada di dalam film-film Raditya Dika sebelumnya, Hangout bisa dibilang
penurunan dibandingkan keduanya. Ada rasa sedikit terburu-buru ketika menggarap
proyeknya ini. Raditya Dika seperti hanya menawarkan kematangan dalam pemilihan
genre, bukan kedewasaan yang berusaha muncul seperti dua film sebelumnya.
Masih ada rasa ketakutan Raditya Dika
yang masih tercermin di dalam film Hangout karena ini adalah sesuatu yang baru
darinya. Terlihat bagaimana Raditya Dika masih terlihat bermain aman dalam
menjalankan setiap ceritanya. Sehingga di beberapa bagian, Raditya Dika masih
juga berkutat dengan hal-hal itu saja. Meski harus diakui, Raditya Dika masih
pintar menggunakan referensi-referensi kehidupan bisnis hiburan sebagai set up
komedinya. Tetapi, sayangnya hal itu juga minim eksplorasi.
Jadilah bagaimana Hangout penuh akan toilet jokesyang terkadang lebih kepada
menganggu daripada menghibur. Guyonannya tak jauh-jauh dari alat vital, toilet,
dan organ-organ tubuh lain yang masih terasa menjijikkan untuk diekspos. Dengan
kematangan yang sudah ditawarkan lewat Single dan Koala Kumal dari segi
referensi komedi, rasanya Hangout adalah titik di mana Raditya Dika ternyata
kembali menjadi film komedi yang terasa mentah dan kasar. Meskipun, harus
diakui usaha keras Raditya Dika membangun banyak sekali punchlinekomedi di setiap menit agar tetap menjaga intensitas
komedinya perlu mendapat apresiasi.
Bagaimana Raditya Dika terlihat bermain
aman terlihat ketika film ini sebagai sebuah misteri, ternyata hanya sekedar
sampai menunjukkan bahwa misteri itu perlu dijawab. Tetapi, setelah itu
penonton tak diberi berbagai macam alasan yang jauh lebih kuat dari itu untuk
lebih yakin tentang motif yang dilakukan karakernya hingga harus melakukan hal
seberani itu. Dan alih-alih menjawab, Raditya Dika malah memberikan sebuah
nilai moral dari film misterinya dan memberikan turn over character yang juga sangat lemah.
Karena berusaha bermain aman itulah yang
membuat daya tarik dan kekuatan dari film Hangout berhasil keluar secara utuh.
Hangout akhirnya berakhir seperti itu-itu saja, padahal film ini sudah memiliki
banyak sekali pemain-pemain bagus yang dapat mendukung film ini secara
keseluruhan. Tetapi, patut diacungi jempol bahwa Dinda Kanya Dewi adalah poin
utama yang membantu performa Hangout untuk bisa mendapatkan poin komedinya yang
efektif.
Sebagai sebuah film yang berusaha keluar
dari zona aman, Hangout sebenarnya masih kurang akan eksplorasi dari Raditya
Dika dan malah membuat filmnya masih berada di zona aman miliknya. Tetapi,
lewat film inilah terlihat bagaimana Raditya Dika sebenarnya memiliki banyak
sekali konsep yang sangat pintar. Memberikan meta film yang berhasil membiaskan
sesekali penontonnya bahwa ini adalah film fiksi, bukan realita yang terjadi di
kehidupan bisnis hiburan Indonesia. Tetapi, setelah bagaimana kematangan dalam
menulis skenario lewat Single dan Koala Kumal, film Hangout jelas terasa
memiliki segi kematangan menulis yang menurun. Pemilihan komedi yang lebih
kasar ketimbang satir, motif karakter yang lemah, dan penuturannya yang
harusnya lebih rapat adalah konsekuensi dari ketidakmatangan itu. Hangout
harusnya bisa jauh lebih baik lagi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar