Tema-tema tentang minoritas, rasisme, menjadi tema
yang sering diangkat oleh perfilman Hollywood.
Bagaimana tema itu dikemas juga memiliki pendekatan yang berbeda-beda. Mulai
dari pendekatan drama yang menjunjung nilai sejarah tinggi tentang perbudakan
orang-orang dengan kulit berwarna hingga dengan tema-tema komedi dan bahkan
film manusia super. Tema seperti ini juga menjadi salah satu cara untuk sineas Hollywood memberikan pernyataan tentang
realita yang ada.
Mungkin, sebagian dari penonton Indonesia tidak
sebegitu paham atau dekat dengan tema-tema seperti ini. Tema seperti seakan
menjadi sangat penting untuk selalu ada di perfilman Hollywood karena dalam realitanya, praktek tentang white supremacy
dan rasisme akan selalu ada di sana. Mengetahui hal ini, Peter Farrelly
mengangkat kisah tentang tema-tema itu ke dalam sebuah film terbarunya berjudul
Green Book.
Film yang dibintangi oleh Viggo Mortensen dan
Mahershala Ali ini memiliki tema-tema tentang rasisme yang terjadi di Amerika.
Tetapi, siapa sangka, film-film yang disorot oleh juri-juri ajang penghargaan
ini hadir dari tangan sutradara yang membuat film seperti There’s Something
About Mary dan Dumb and Dumber. Bahkan, pernah menjadi salah satu bagian dari
film Movie 43 ini. Green Book
diangkat dari sebuah kisah nyata persahabatan 2 orang manusia yang terjebak
dalam situasi rasisme yang ada.
Sebagai sebuah film yang disorot dalam ajang-ajang
penghargaan bergengsi, Green Book tak
memiliki tema yang benar-benar spesial. Temanya sering hadir dalam film-film Hollywood lainnya yang pernah disorot
oleh ajang-ajang penghargaan. Tetapi, dengan tema yang sama, pengarahan dari Peter
Farrelly inilah yang membuat Green Book
menjadi sesuatu yang segar untuk ditonton. Dengan durasinya yang mencapai 130
menit, Green Book hadir tanpa
pretensi apapun selain diterima oleh penonton secara universal.
Dengan temanya yang berat, Peter Farrelly membuat Green Book dengan pendekatan yang lebih
mudah untuk diterima oleh penontonnya. Menggunakan genre komedinya untuk menumpulkan isunya yang terlalu sensitif dan
berat itu. Bahkan, pengadeganan di dalam film ini tak ada kesan untuk dijadikan
sebagai sebuah tontonan alternatif. Tetapi hal itu tidak ada salahnya, karena pengarahan dari Peter Farrelly ini
berhasil meyakinkan penontonnya dan membuat Green
Book menjadi sebuah sajian yang menghibur sekaligus emosional.
Kisah dengan tema yang berat ini dihantarkan oleh dua
orang dengan latar belakangnya yang berbeda. Tony Vallelonga (Viggo Mortensen),
seorang pria mantan pegawai bar yang sedang kehilangan pekerjaannya karena
perilakunya yang tidak menyenangkan terhadap salah satu pelanggan bar tersebut.
Tentu saja, kehilangan pekerjaan ini membuat Tony harus mencari pekerjaan lain
agar kehidupannya bersama anak istri bisa tetap berjalan.
Hingga suatu ketika, dia mengetahui ada sebuah
lowongan pekerjaan yang dirasa cocok untuknya. Dia harus menjadi seorang supir
untuk seseorang bernama Dr. Don Shirley (Mahershala Ali), seorang pianis kulit
hitam. Dia harus mengantarkan Dr. Don Shirley melakukan tur konsernya hingga
waktu yang ditentukan. Ini tentu berat bagi Tony dan Dr. Don Shirley yang
memiliki ego yang tinggi satu sama lain. Terlebih, kepada Tony yang memiliki
problematika besar tentang menerima orang-orang berkulit hitam.
Banyak orang bilang bahwa melakukan sebuah perjalanan
dengan seseorang akan mengubah pandangan kita terhadap orang tersebut. Entah
akan berubah menjadi baik atau buruk itu tergantung nanti dalam prosesnya.
Begitu pula yang terjadi dengan Green
Book sebagai film yang bisa dibilang mengusung tema road film. Dengan temanya yang membahas tentang rasisme, Peter
Farrelly berusaha mengajak penontonnya untuk berkompromi dan menyadari bahwa
realita tentang rasisme ini ada di sekitar kita.
Meskipun setting tahun yang digunakan oleh film ini
masih di zaman ketika semuanya serba polemik, tetapi dengan itulah Green Book seakan menyadarkan bahwa ada
perjuangan besar yang sedang dilakukan oleh orang berkulit warna untuk
mendapatkan haknya. Tetapi, perjuangan ini tak melulu digambarkan dengan
mendayu-dayu atau sekedar untuk dikasihani. Green
Book memilih untuk mendekatkannya dengan genre komedi agar pesan ini lebih
mudah diterima.
Komedi menjadi salah satu cara untuk memperhalus pesan
rasisme yang berat dan implisit di dalam Green
Book agar dapat diterima oleh banyak penontonnya. Nick Vallelonga sebagai
penulis naskah yang dibantu oleh Peter Farrelly dan juga Brian Currie ini sudah
sangat rapi untuk menuliskan adegan demi adegan di dalam 130 menitnya. Sang
sutradara yang juga ikut menulis naskahnya pun bisa menerjemahkan filmnya ke
dalam layar dengan sangat kuat. Meski di beberapa bagian, beberapa adegannya
masih diterjemahkan secara literal tetapi hal itu tak bermasalah.
Begitu pula dengan editing filmnya yang dinamis,
membuat 130 menit di dalam film ini begitu terasa dinamis. Segala tensi, punchline di dalam komedinya, dan sisi
emosionalnya begitu terjaga tanpa sedikitpun terasa menurun. Penonton seakan
diajak dengan lebih dekat dengan karakter Tony dan Don Shirley yang semakin
lama semakin mengalami perubahan dalam memandang sebuah fenomena sosial. Begitu
pula dengan penonton yang sedang menonton Green
Book yang berubah dalam memandang sebuah fenomena sosial ini.
Penonton yang sadar betul tentang karakter-karakter Green Book mungkin akan menemukan
kegelisahan ketika menyaksikan film ini. Ketika karakter Tony Lip sebagai orang
dengan harfiah berkulit putih menemukan keistimewaan dibandingkan dengan Don
Shirley. Padahal jika diteliti lagi secara dialog dan adegan, ada tanda yang
membuat penonton yang sadar betul tahu bahwa Tony Lip ini adalah seorang pria
keturunan Italia.
Secara teoritikalnya, Italia pun bukan dihitung
sebagai orang-orang kulit putih asli Amerika. Dirinya mendapatkan keistimewaan
itu karena secara harfiah warna kulitnya bisa melebur jadi satu dengan yang
lain. Melting pot inilah yang pada
akhirnya dimanfaatkan oleh karakter Tony sehingga isu tentang rasisme tak
begitu menyerang banyak padanya dibandingkan dengan Don Shirley. Bahkan,
karakter Tony pun digambarkan juga masih memiliki sikap rasis kepada semua
sosok kulit hitam dalam hidupnya.
Tetapi, di satu adegan penting, Green Book tahu caranya untuk mematahkan kegelisahan dari penonton
yang sadar betul akan hal itu. Adegan dengan polisi yang pada akhirnya
mendapatkan imbas yang sama kepada karakter Tony. Sehingga, hal itu membuat
Tony berubah pandangannya tentang isu rasisme yang terjadi di sekitarnya. Itulah
kenapa Green Book menjadi sebuah
karya yang penting yang secara perlahan tak hanya mengubah pandangan
karakter-karakternya saja dalam menghadapi sebuah isu sosial tertentu, tetapi
juga bagi penonton agar bisa memahami sesuatu dengan lebih dalam lagi.
Di dalam film Green
Book, tak lagi ada kulit putih yang berusaha menjadi sosok heroik untuk
membantu para kulit warna menghadapi isu ini. Don Shirley dan Tony Lip,
keduanya adalah sosok non kulit putih yang saling membantu satu sama lain.
Mereka saling menguatkan, saling mengingatkan, menjadi sosok sahabat yang memiliki
love-hate relationship tetapi tak bisa terpisahkan. Hidup dalam keberagaman
memang seperti hubungan Don Shirley dan Tony Lip, memang berbeda dan sesekali
mengalami konflik. Tetapi ketika saling dibutuhkan, mereka hadir untuk saling
ada dan menguatkan. Membayangkannya saja sudah indah, bukan?
so if i'm not black enough and if i'm not white enough. what am I?
BalasHapusthat scene make me speechless :(
Ijin promosi yaa ^^
BalasHapusJOIN NOW WITH US
5758esport.com adalah Situs Taruhan Online Terbesar dan Terpercaya yang menyediakan berbagai permainan populer.
Games yang dihadirkan 5758ESPORT :
Sportsbook
Live Casino
E-Games
Bola tangkas
DominoQQ
Texas poker
Ceme
Poker Dealer
Blackjack
Slot game
Yang dapat anda mainkan hanya menggunakan 1 userID saja.
Promo deposit cashback hingga 100% bagi yang baru bergabung.
Event berhadiah Laptop ROG, Iphone, uang tunai dan masih banyak lagi klik .
Banyak pilihan bank yang bisa digunakan.
Minimal depo 10.000
Aman terpercaya respon cepat, Costumer Service ONLINE 24jam nonstop, sosmed/live chat/call service CS Jenny.
Info lebih lanjut hubungi :
Website : 5758ESPORT
WHATSAPP : +60 14-9158564
WECHAT : www5758esportcom
LINE ID : 5758esport
TELEGRAM : Official5758esport
Email : maju58cs1@gmail.com
facebook : Jenny Grace