Minggu, 02 Juni 2013

REVIEW - Laura & Marsha

Road movie adalah satu genre yang mungkin cukup jarang di usung oleh sineas Indonesia. Sebagai contoh mungkin 3 Hari Untuk Selamanya yang digawangi oleh Riri Riza. Kali ini, Sutradara wanita meng-komandoi film dengan Genre Road Movie. Dinna Jasanti, menggarap film dengan judul Laura & Marsha sekaligus menjadi film perdana miliknya yang mengambilkan setting di wilayah eropa dengan berbagai permasalahan yang terjadi saat Trip berlangsung.


Laura dan Marsha adalah sepasang sahabat yang memiliki berbagai perbedaan sifat. Laura (Prisia Nasution), seorang wanita karir yang kaku, yang selalu stick to the rules dengan latar belakang dia adalah seorang wanita yang ditinggal pergi oleh suaminya bernama Ryan (Restu Sinaga). Marsha (Adinia Wirasti), seorang wanita yang bekerja sebagai penulis yang sudah menghasilkan satu buku. Dia adalah seorang yang bandel dengan freedom sebagai life statement nya.
Mereka mempunyai satu impian yaitu pergi jalan-jalan ke Eropa. Saat perjalanan pun berbagai masalah selalu mengikuti mereka. Berbagai masalah yang tak terduga juga semakin membuat ego mereka keluar. Perjalanan sentimental yang akan menguji persahabatan mereka. 

 Cheesy story in the beauty way
Road movie memang masih jarang diusung oleh perfilman Indonesia. Yang saya tahu hanya 3 Hari Untuk Selamanya yang juga dibintangi oleh Adinia Wirasti di karakter utama wanitanya. Memang masih jarang road movie yang dibuat oleh sineas sendiri. Tahun lalu, Mama Cake dan Rayya Cahaya Di Atas Cahaya pun rilis. Tetapi, saya belum menonton kedua film itu. Road Movie pun mempunyai fans nya sendiri. Laura & Marsha pun jelas dinanti-nantikan oleh berbagai fans dari Road Movie. Dengan bintang utama yang mempunyai kualitas yang bagus seperti Prisia Nasution dan Adinia Wirasti. 

Dari trailer yang mulai di rilis, banyak yang mengatakan bahwa film ini akan menjiplak atau meniru film Thailand dengan judul "Dear Galileo". Well, saya belum menyaksikan film itu hingga akhirnya saya tidak bisa membandingkan dua film itu. Tetapi, Saya pun mencoba untuk melihat trailer "Dear Galileo" dan mungkin mempunyai beberapa kesamaan konsep dengan film Laura & Marsha. Tetapi, saya tetap positif dengan film ini dan menjauhkan semua omongan miring bahwa film ini menjiplak film-film lain. 

Mungkin kesamaan konsep dan itu wajar. Road movie jelas akan mempunyai elemen-elemen yang akan sama antara satu film dengan yang lain. Asalkan plot cerita tak sama mungkin tak menjadi masalah. Laura & Marsha pun tak jauh dari kesan cerita yang cheesy. Konsepnya sama sekali tak baru. Konsep usang yang di gunakan kembali di film ini. Tetapi tak membuat film ini jauh dari kesan bagus. Sama sekali bukan suatu kesalahan jika anda menghabiskan waktu anda untuk menyaksikan film ini di layar lebar. Karena perjalanan dua orang sahabat di kota Eropa yang mempunyai cerita Cheesy tetapi dibalut dengan berbagai kemasan yang indah dan mengasyikkan untuk diikuti. 

Searching for the real meaning of 'Friends' with some sentimental moments
Biarpun berbagai elemennya yang tak jauh dari kesan predictable. But for me, I still enjoy what Dinna Jasanti tried to tell to the audience. Ceritanya sangat mudah untuk di cerna. Ceritanya ringan tetapi jelas punya berbagai makna yang jelas akan menyentil pribadi dari karakter-karakter di film ini. Ceritanya memang melulu menyorot berbagai kesenangan yang jelas terjalin di film ini. Tetapi, berbagai makna persahabatan tetap terselip indah di film ini. Sebuah perjalanan mencari arti indah tentang persahabatan. Bahwa, Real Friends are still beside us no matter what happened and what you do. That's the real friends are supposed to be. 

Dan jelas, jualan utama serta kekuatan utama film ini adalah bagaimana indahnya kota eropa. Panorama indah yang di shoot apik oleh Roy Lolang di berbagai sudut kota Jerman, Belanda, Austria, dan Itali. Dengan penggunaan shaky cam yang jelas menambah esensi nya sendiri jika digunakan di film dengan genre Road Movie. Membuat kita sebagai penonton pun jelas merasakan 'Trip' singkat menuju eropa yang memorable. Semua pemandangan-pemandangan, sudut kota, gang-gang kecil, serta pasar loak yang di shoot menarik dan di presentasikan apik di film ini. Pengambilan gambar yang begitu dinamis dan enak untuk dipandang ini menjadi menambah keindahan film ini


Naskah yang ditulis oleh Titien Wattimena ini pun digarap bagus. Ceritanya padat dengan berbagai keterbatasan penggalian karakter yang masih kurang tetapi cerita ini mengalir dengan indah. Awal film yang mempunyai pace sangat cepat sehingga berbagai latar belakang tokoh utama masih kurang tergali baik. Dialog-dialognya pun tak perlu kata-kata puitis indah yang bakal jatuhnya berlebihan. Tetapi, dialog smart dengan bahasa yang luwes, apa adanya menjadi kekuatan lain di film ini. Tetapi momen indah nan sentimental pun tetap terjalin dengan baik dan tersirat dari berbagai dialognya yang apa adanya itu. Sehingga semua itu tak perlu di presentasikan secara berlebihan

Terbatasnya penyebab konflik yang terjadi di film ini pun masih menyisakan berbagai pertanyaan. Tetapi, adegan klimaks yang sangat emosional ini menjadi scene favorit yang jelas sangat thought-provoking untuk diikuti. Semuanya tumpah ruah di dalam scene itu. Berbagai cerita-cerita masa lalu mereka pun di gambarkan jelas di saat itu. Dengan ending yang sebenarnya predictable, tetapi jalinan cerita yang begitu kuat itu pun membuat penontonnya merasakan apa yang dirasakan oleh karakter-karakter film ini. Sebuah rasa kekecewaan dengan berbagai penyesalan yang mampu mengajak emosi penontonnya.


Sepasang sahabat yang dimainkan begitu apiknya oleh Prisia Nasution sebagai Laura serta Adinia Wirasti sebagai Marsha. Menjalin sebuah chemistry sahabat yang jelas lovable. Prisia pun cocok memerankan karakter Laura yang kaku, wanita desperate yang kehilangan suaminya dan mencoba mencarinya kembali. Serta Adinia Wirasti yang selalu memerankan karakter seperti ini menurut saya. Sehingga tak perlu diragukan lagi kepiawaiannya dalam memerankan karakter Marsha yang Break The Rules, suka Freedom, dengan berbagai tingkah lakunya yang menjengkelkan serta membawa masalah terus menerus tetapi mempunyai sisi lain yang jelas akan mengusik hati nurani kita. Belum lagi penampilan Afika yang cantik sebagai anak dari Prisia. Serta cast lain yang juga memberikan performanya yang bagus.

Film in pun diiringi oleh iringan musik yang jelas sangat menentramkan. Musiknya merasuk di dalam film ini. Dinyanyikan oleh Diar. Suara musik akustik yang cantik berperan penting dalam memberikan nyawa yang jelas blend dengan film ini. Tak pelak film ini pun menjadi sebuah film Road Movie yang indah dari segi panorama, sinematografi, serta soundtrack yang jelas menjadi satu packaging yang lengkap. Dimana para penontonnya pun ikut terbawa masuk ke dalam film ini yang jelas memberikan sebuah trip singkat menuju negara-negara Eropa yang indah. Belum lagi ditambah Editing yang digarap unik, dinamis, serta efeketif. Sehingga setiap momen terasa nyata. Keindahan Eropa pun jelas semakin terlihat bagus dengan editing yang juga keren di film ini.

 

Overall, Laura & Marsha is A Cheesy Road Movie in the beauty way. Doesn't has a poetic dialogue inside it but we still feel the beauty moment with smart dialogue. Even every aspect in this movie still has some boundaries especially with the story. But, the beauty of Europe's countries and powerful cast makes this movie still in the beauty way. A Shortening trip in to Europe which totally stole my heart. Lovable movie. Great. 

2 komentar:

  1. "3 hari untuk selamanya" kan punya Riri Riza dengan produser Miles

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih koreksinya. entah tak tahu kenapa kemarin kepikirannya nia dinata hehe.

      Hapus