Selasa, 23 Juli 2013

REVIEW - RED 2

RED adalah sebuah film adaptasi komik milik DC Universe yang diangkat ke layar lebar. RED seri pertama pun sukses meraih Box Office dengan memberikan kualitas yang surprisingly menghibur. Jadi tidak salah jika Summit Entertainment yang menaungi adaptasi komik satu ini untuk memberikan lampu hijau bagi film ini untuk dibuatkan sekuelnya.


Mantan agen CIA, Frank Moses (Bruce Willis) ingin sekali pensiun dari kerjaannya dan hidup bahagia dengan istrinya Sarah Ross (Mary-Louise Parker). Namun sekali lagi Marvin (John Malkovich) mengajaknya lagi untuk menyelesaikan sebuah misi dengannya. Frank pun pada awalnya menolaknya hingga suatu saat dia harus ditangkap dan di interogasi oleh seorang Polisi tentang senjata bernama Nightshade. 

Akhirnya, Frank pun sudah terlanjur basah dengan masalah ini berusaha menyelesaikan masalah ini dan ingin bertemu dengan Dr. Bailey (Anthony Hopkins) si pembuat senjata tersebut. Frank pun tetap meminta pertolongan teman-temannya seperti Victoria (Helen Mirren). Di sisi lain, Frank pun dikejar oleh pembunuh bayaran yang disewa polisi bernama Han Cho Bai (Byung-Hun Lee).

 
A stereotype(s) summer blockbuster movies. 
RED pertama awalnya terlihat mengekor pada kesuksesan film dengan penuh aktor legenda film aksi yang berkumpul di film The Expendables. Terlihat pada jajaran nama aktor-aktris yang sudah melegenda di film ini. Bruce Willis, John Malkovich ataupun Morgan Freeman (yang hanya ada di film pertamanya) ikut berpartisipasi dengan porsi banyak di film pertamanya. Tetapi, RED surprisingly memberikan sajian film aksi yang thought-provoking and fun. 

Jadi tak begitu kaget jika RED pun hadir kembali menyapa para penontonnya di film kedua. Meskipun mengalami pergantian Sutradara dari Robert Schwanke ke Dean Parisot. Tapi tetap dengan jajaran cast yang sama dari film pertamanya. Bruce Willis pun tetap hadir dan jelas menjadi sebuah bold promo sendiri bagi film ini yang sepertinya kurang terlihat gaungnya karena tertutupi berbagai hype film-film blockbuster lainnya. 

Dengan pergantian sutradara itu apakah RED 2 mampu tampil dengan performa yang begitu baik? Menurut saya, RED 2 tetap mampu memberikan sebuah sajian film aksi yang Fun khas film RED terdahulu. Tetapi tak ada yang hal baru yang coba ditawarkan oleh RED 2 dalam filmnya kali ini. Karena RED 2 pun tetap terjebak pada identity-nya sebagai film summer blockbuster movies yang penuh dengan ledakan dan aksi. Tak ada yang salah dengan summer blockbuster memang. Banyaknya adegan ledakan dan penuh senang-senang adalah identity bagi film-film di musim ini.


Performa bisa dibilang menurun ketimbang film pertamanya. Tapi tak seberapa begitu signifikan dari film pertamanya. Karena untungnya naskah yang tetap ditulis oleh Erich Hoeber dengan bantuan Jon Hoeber ini pun masih bisa menyajikan berbagai spy adventure yang cukup mengasyikkan. Hanya saja tak semenarik film pertamanya. Porsi spy adventure-nya lebih sedikit karena tertutupi oleh masalah-masalah lain yang membuat Spy adventure menjadi sedikit blur. Tak seperti film pertamanya yang masih memberikan banyak spy adventure dengan performa baik dan mengasyikkan untuk diikuti. 

RED 2 pun memberikan adegan-adegan yang mengundang tawa penontonnya yang ternyata jauh lebih banyak ketimbang film pertamanya. Sehingga mungkin inilah yang membuat film ini pun kefokusan sedikit berantakan ketimbang film pertamanya. Tetapi, beberapa komedi film ini tetap dibawakan dengan smart tanpa perlu khawatir akan jatuh berlebihan dan terkesan bodoh layaknya White House Down itu. Setidaknya tak membuat saya berperasaan aneh ketika menyaksikan film ini.

Old formula will works but there's no something new. 
Satu hal lagi yang mungkin akan membuat film ini sedikit menurun performanya ketimbang film pertamanya.  Kesamaan formula yang diusung antara film keduanya dengan film pertamanya. Hal seperti ini adalah penyakit bagi beberapa film yang sepertinya sengaja dibuat sekuelnya untuk mendapatkan untung sehingga sineas pun tetap bermain aman dan mengusung formula film pertamanya dan mengulangnya kembali di film keduanya. Hal seperti itu sempat gagal diusung oleh film kedua dari seri The Hangover. 

Jika old template itu bisa dikembangkan lagi dengan berbagai ide-ide kreatif yang lebih lagi tak masalah. Tapi, RED 2 pun tak bisa memberikan terobosan baru bagi filmnya. Semua template nya pun sama persis dengan film pertamanya. Mungkin ada beberapa karakter-karakter baru yang terselip di film ini. Tapi, tetap tak memberikan apapun yang mungkin akan membuat sekuelnya kali ini berbeda dengan predecessor-nya. 


Hanya ganjaran beberapa aksi yang cukup banyak dan joke-joke yang mengundang tawa yang menyelamatkan film ini. But I don't know. Is it just my feeling atau memang adegan aksi di film ini tak seheboh film pertamanya. Bisa dibilang adegan aksi di film ini pun tak seberapa bernyawa. Berbeda dengan film pertamanya yang aksinya begitu seru, mengasyikkan, dan menegangkan sehingga saya begitu menikmati apa yang disajikan saat itu.

Naskah yang ditulis oleh Erich Hoeber dengan bantuan Jon Hoeber ini pun seperti kehilangan ritme-nya kala bertutur di tengah filmnya. Sedikit melambat memang tetapi kembali tampil dengan baik lagi. Dengan beberapa bumbu-bumbu twist story yang tak memberikan efek shocking begitu banyak. Karena sekali lagi tipe twist seperti itu sudah cukup banyak diusung oleh film-film sejenis. Tetapi setidaknya ini memberikan rasa tersendiri terhadap naskah yang mereka tulis. Sehingga setidaknya ada beberapa konflik cerita yang berbeda dari film pertamanya. 


Berbeda sutradara pun berbeda pula identity-nya. Jika Robert Schwanke lebih membuat film RED tak terlihat seperti sebuah adaptasi komik. Maka, Dean Parisot pun tak ingin membuat RED 2 terlihat kehilangan identitasnya sebagai adaptasi sebuah komik milik DC. Template-template ala komik yang sangat begitu terlihat di film ini. Mulai dari gaya narasi serta berbagai macam tulisan yang digunakan untuk film RED 2. Cukup menarik untuk dilihat meskipun tak unik. 


Bruce Willis, John Malkovich, serta Mary-Louise Parker yang mempunyai screening time lebih banyak pun memberikan performa cukup bagus. Mereka mampu memberikan chemsitry yang cukup bagus di film ini. Jika di film pertamanya Mary-Louise masih terlihat fragile dan lebih kalem. Di film keduanya pun dieksplor lebih lagi oleh Dean Parisot. Dan tetap Helen Mirren lah yang saya nanti-nantikan kemunculannya di film ini. Begitu pula Anthony Hopkins yang tampil meyakinkan sebagai Villain di film ini. 

Catherine Zeta-Jones pun begitu tampil seksi dan baik di film ini meskipun screening time begitu terbatas.Lalu penampilan Byung-Hun Lee yang cukup berbeda ketimbang perannya di film G.I.Joe. Tapi, mood saya langsung turun ketika menyaksikan dirinya di film ini. Saya langsung teringat dengan G.I.Joe Retaliation yang buruk itu. Apalagi G.I.Joe juga dibintangi oleh Bruce Willis bukan?


Overall, RED 2 isn't better than its predecessor. RED 2 still use their old template story without any something new. The Action scene isn't crazy as its Predecessor did. Just a simply stereotype summer blockbuster movies with 'bang' and 'boom' scene inside this movie. But its still fun ride. There's a lot of jokes and little bit lower action which we can enjoyed. 

1 komentar: