Film Indonesia di tahun ini benar-benar memiliki keberagaman dalam
tema. Di dalam satu genre saja, terdapat banyak sub genre lain yang bisa
mendapatkan perhatian lebih. Begitu pula dengan film arahan dari Mouly Surya
ini. Mouly Surya, sutradara perempuan Indonesia memiliki caranya sendiri dalam
mendekati penontonnya dengan tema-tema yang sebenarnya berbeda di setiap
film-filmnya. Mulai dari Fiksi, What They Don’t Talk About When They Talk
About Love, hingga film terbarunya yang dirilis tahun ini.
Marlina si Pembunuh dalam Empat
Babak ini sudah terlebih dahulu melanglang buana ke negeri lain ketimbang
di negaranya sendiri. Banyak pujian yang disematkan kepada film ini dan
beberapa penghargaan pun diraih oleh sang sutradara dan aktrisnya yang
terlibat. Tak salah ketika film ini akan dirilis di dalam negeri, film ini
sudah mendapatkan antisipasi yang sangat besar dari para calon penontonnya.
Marlina si Pembunuh dalam Empat
Babak adalah memiliki keunikan dalam segi penyampaian yang akan mirip
dengan berbagai film-film Western yang sudah pernah ada dengan pendekatan
lokal. Menyematkan berbagai macam simbol kebudayaan yang sangat kental ke dalam
filmnya yang tak sekedar sebagai setting belaka. Ada berbagai urgensi pesan
muncul dalam film Marlina si Pembunuh dalam
Empat Babak ini yang ditampilkan secara ekstrim tetapi punya caranya yang
tepat sasaran.
Inilah kisah tentang seorang perempuan Sumba bernama Marlina (Marsha
Timothy) yang harus mengecap pahitnya hidup setelah ditinggal mati suami dan
anaknya. Datanglah seorang pria bernama Markus (Egi Fedly) yang berniat untuk
merampok harta dari Marlina. Niat Markus tak hanya ingin merampok harta, tetapi
juga sekaligus menjamah Marlina ditemani dengan komplotannya yang berjumlah 7
orang.
Marlina yang merasa dalam bahaya, harus segera membela dirinya. Dia
berusaha untuk melarikan diri dan melawan para lelaki dengan perilaku
menyimpang itu. Markus tetap saja berusaha memperkosa Marlina meski sudah
berusaha melawan. Hingga akhirnya, Marlina memiliki tekad yang sangat bulat
untuk membunuh Markus. Setelah kejadian itu, Marlina pergi dari rumahnya untuk
melaporkan perbuatan Markus ke polisi meski nyawa Markus sudah tak ada.
Perempuan sudah memiliki beban yang sangat berat dalam perilaku karena
berbagai macam sistem yang mendiskreditkan mereka. Sebuah beban berat itu akan
menjadi-jadi, ketika seorang perempuan pun harus direnggut pula hak dan
kemanusiaannya oleh laki-laki. Inilah yang berusaha ditampilkan oleh Mouly
Surya lewat Marlina si Pembunuh Dalam
Empat Babak ini. Menceritakan sebuah realita perempuan yang berat dan
satu-satunya perlawanan yang bisa mereka lakukan adalah diri mereka sendiri.
Mouly Surya benar-benar berusaha untuk menampilkan segala macam
pesannya lewat adegan-adegan yang sangat subtil. Percakapan-percakapan yang
metaforik tetapi dengan lantang menunjukkan bahwa perempuan sedang berada dalam
kondisi yang memprihatinkan. Marlina si
Pembunuh Dalam Empat Babak adalah sebuah representasi dari berbagai macam
isu tentang perempuan yang perlu disoroti akhir-akhir ini.
Budaya pemerkosaan yang selalu merugikan perempuan yang seharusnya
menjadi korban, bagaimana betapa terbatas dan susahnya perempuan untuk
berperilaku. Juga, yang paling penting adalah betapa semena-menanya laki-laki
memberi kontrol terhadap perempuan. Hal-hal itulah yang berusaha digarisbawahi
oleh Mouly Surya untuk bisa dijadikan sebagai bahan kontemplasi penontonnya
bahwa kesetaraan gender yang diwacanakan selama ini masih saja belum terlaksana
dalam praktiknya.
Sehingga, perlu ada tindak lanjut dari sosok perempuan itu sendiri
agar segala haknya hidup sebagai manusia yang sama dengan laki-laki bisa
direalisasi. Maka, Marlina ini adalah karakter perempuan yang lagi-lagi menjadi
simbol bagi penontonnya memberikan relevansi. Marlina adalah sosok perempuan
masa kini yang berusaha membela haknya meski dengan berbagai macam caranya yang
digambarkan tak lagi seperti perempuan pada umumnya.
Membunuh Markus dengan cara memotong kepala dan membawanya pergi
adalah cara ekstrim yang ditampilkan dengan berbagai macam tafsir pesan. Ini
adalah pesan bahwa perempuan pun bisa menggertak maskulinitas laki-laki dan
menyematkan bahwa perempuan pun bisa menjadi maskulin. Hal ini juga diperkuat
dengan adegan di mana Marlina sedang buang air kecil di tempat terbuka. Sebuah
pengadeganan yang sangat unik dan jarang terjadi di sinema Indonesia.
Sekaligus, sebagai sebuah adegan yang menguji penontonnya tentang bagaimana
perspektfinya tentang perempuan.
Dengan berbagai adegan dan penyampaiannya yang cenderung lebih sarkastik,
Mouly Surya tak hanya pintar dalam sisi penyutradaraannya tetapi juga betapa
rapi penulisan naskahnya. Tak perlu khawatir bahwa Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak akan perlu keaktifan
penontonnya untuk mengerti seperti film Mouly Surya sebelumnya. Film ini masih
punya sebuah satu linimasa cerita yang utuh dan dapat dinikmati siapapun meski
punya banyak sekali urgensi pesan yang perlu untuk dimaknai lebih.
Tetapi, Mouly Surya pintar untuk meredam ambisinya yang besar sehingga
Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak
ini tampil sederhana tetapi sangat lugas dalam penyampaian. Pun, didukung
dengan berbagai macam sisi teknis yang juga digarap tak sembarangan. Mulai dari
tata artistik, cara pengambilan gambar yang indah sekaligus memperkuat sisi
subtil film ini oleh Yunus Pasolang. Juga, musik dari Zeke Khaseli dan Yudhi
Arifani yang berhasil memperkuat sisi kultur lokal dengan cita rasa western
sesuai pendekatan filmnya.
Dengan adanya pendekatan film Western ini, ada sebuah istilah baru
yang berhasil disematkan kepada film Marlina
si Pembunuh dalam Empat Babak sebagai film satay western. Maka, film Marlina
si Pembunuh dalam Empat Babak tak hanya sebuah gebrakan baru dalam sinema
Indonesia saja melainkan juga, sebuah gebrakan baru sub-genre Western yang sudah
ada di dunia. Dengan kemasannya yang masih kuat akan budaya lokal dan urgensi
dalam pesannya tentang perempuan, Marlina
si Pembunuh dalam Empat Babak sangat penting untuk disoroti oleh berbagai
macam pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar