Film-film Pixar biasanya
memiliki pendekatan yang lebih menarik dan unik dibandingkan dengan film-film
animasi lainnya. Mulai dari tema dan desain animasi yang jauh memiliki karakter
dan inovasi di setiap filmnya. Sehingga, tak salah apabila film-film milik Disney Pixar ini akan selalu dinantikan
oleh penonton baik fans maupun penonton biasa. Juga, memiliki cara bercerita
yang memiliki intensitas emosional yang luar biasa besar.
Pixar kembali hadir di tahun
2017 ini setelah di bulan Agustus lalu, Cars
3 sudah menyapa penontonnya. Kali ini Pixar
kembali dengan sebuah cerita baru yang diangkat dari sebuah kebudayaan meksiko,
Dia de Muertos. Cerita dengan
mengungkit budaya meksiko ini sudah pernah dihadirkan oleh Dreamworks Animation
lewat film animasi underrated-nya berjudul The
Book of Life. Sehingga, tak salah bagi orang awam yang tak tahu tentang
budaya ini menganggap bahwa proyek teranyar dari Pixar ini menyomot dari The Book of Life.
Proyek terbaru dari Pixar
ini diberi judul Coco. Dengan latar
budaya yang sama, dari trailer pun sebenarnya Coco dan The Book of Life
memiliki dasar cerita yang sangat berbeda. Coco
ini diarahkan oleh sutradara dari Toy
Story 3, Lee Unkrich. Di jajaran pengisi suara, lagi-lagi Pixar tak memiliki deretan yang sangat
luar biasa tetapi tentu pengisi suaranya akan bisa menghidupi setiap karakter
animasinya dengan baik.
Di tangan Lee Unkrich, Coco
tak hanya hidup sebagai sebuah film animasi yang menyenangkan untuk ditonton
untuk segala usia. Lee Unkrich kembali menghadirkan rasa magisnya yang pernah
dia salurkan lewat film Toy Story 3
yang sangat luar biasa itu. Coco
dengan segala kompleksitas ceritanya dan penggunaan setting budaya yang sesuai
bisa memberikan penontonnya sebuah pengalaman sinematis yang sangat emosional
di akhir film.
Lee Unkrich mengarahkan kisah Miguel dengan segala cara dan upayanya
meraih mimpi dengan akumulasi emosi yang sangat kuat di sepanjang durasi.
Sehingga, ketika adegan kunci di dalam film ini muncul, penonton dengan
sukarela menitihkan air matanya dengan titik emosional sudah sampai puncak.
Tetapi, Lee Unkrich juga tetap tak bisa melupakan bahwa Coco sebagai film animasi punya misi untuk menyenangkan penonton
anak-anak.
Coco menceritakan tentang
seorang anak kecil bernama Miguel (Anthony Gonzalez) yang hidup di sebuah
keluarga yang melarangnya untuk bermain musik karena ada trauma di masa lalu.
Tetapi, Miguel punya ketertarikan untuk bermain musik di dalam dirinya dan
sangat mengidolakan Ernesto de la Cruz (Benjamin Bratt). Hingga suatu saat, dia
ingin mengikuti kompetisi bermusik yang diadakan di sebuah alun-alun kota.
Keinginan Miguel ini sangat besar hingga suatu ketika dia harus
melawan seluruh anggota keluarganya agar tetap bisa bermain musik. Sadar
dirinya tak memiliki gitar untuk dimainkan, Miguel mencuri gitar pusaka miliki
Ernesto de la Cruz yang diletakkan di dalam makamnya. Di saat Miguel mencuri
gitar tersebut, dia ternyata terjebak di sebuah dunia orang mati. Miguel pun
harus mencari cara agar dirinya bisa kembali lagi ke dunianya.
Pengarahan yang cukup kuat oleh Lee Unkrich adalah kunci bagaimana Coco bisa berhasil membawakan tema
tentang mimpi dan keluarga dengan sangat baik. Coco tampil dengan 104 menit penuh akan petualangan seru mencari
arti tentang kedua tema tersebut dengan menjadikan musik sebagai penghubung
ceritanya. Tak hanya sekedar sebagai pemanis filmnya, tetapi musik juga menjadi
sebuah arc story sendiri yang
berkesinambungan dan sekaligus menjadi nyawa dari Coco secara keseluruhan.
Tetapi, beginilah Pixar
adanya, plot cerita tentang mimpi, musik, dan keluarganya tak berjalan
lurus-lurus saja. Menyuguhkan sebuah kisah sampingan yang akan membuat
penontonnya tercengang karena ada sedikit pendekatan cerita yang membuat film
ini sedikit terasa kelam. Hal itu mungkin tak akan terasa begitu signifikan
untuk penonton yang sudah dewasa. Tetapi, subplot satu ini akan butuh waktu
sendiri bagi penonton kecil yang sedang menikmatinya. Sehingga, perlu bagi
orang dewasa untuk siap-siap menjawab pertanyaan si kecil dengan sangat bijaksana.
Hal itu tak menjadi sebuah masalah berarti, karena Coco masih punya banyak adegan-adegan
seru yang menyertai perjalanan Miguel di dunia orang mati. Meskipun setting
tempatnya yang berada di dunia orang mati, tetapi visualisasi Coco adalah sebuah visual yang sangat
imajinatif, indah, dan memiliki warna yang membuat mata tercengang. Sehingga,
segala kesan menyeramkan tentang dunia orang mati bisa lebih bersahabat bagi
segala rentang usia penontonnya. Pun, ada beberapa comic relief yang berhasil muncul lewat karakter animasinya bernama
Dante.
Sehingga, kisahnya yang kelam di beberapa bagian ini berhasil
diimbangi dengan segala gelak tawa dan petualangan-petualangan seru beserta
musik-musik yang indah. Coco berhasil
menjadi sebuah film Pixar penuh keseruan
tetapi tak melupakan jati dirinya sebagai produk hasil Pixar yang punya sesuatu yang berbeda dibanding dengan film-film
animasi lainnya. Dan arahan Lee Unkrich yang sangat emosional, persembahan
sebuah lagu berjudul “Remember Me” di
dalam film ini akan selalu dikenang dengan perasaan haru dan hangat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar