Mengembalikan kepercayaan penonton film Indonesia kepada genre horor
bukanlah sesuatu yang mudah. Histori dari genre ini memang tak terlalu memiliki
citra yang bagus, karena sineas Indonesia terlalu bermain eksperimental dengan
terlalu sering mengumbar sensualitas di dalam filmnya. Penonton pun mulai
memicingkan mata untuk mencicipi film horor Indonesia yang dirilis di bioskop.
Tak semua sineas Indonesia menggunakan formula itu, akan tetapi mereka tetap
terkena dampak yang sama dari penonton Indonesia.
Mulai dibangkitkan lagi dan dibersihkan kembali citra film horor
Indonesia yang sudah mulai buruk. Beberapa sutradara Indonesia mencoba
menggarap sebuah film horor yang reputasinya jauh dari kesan sensualitas. Salah
satunya adalah Awi Suryadi yang berusaha membuat film horor terbaru di tahun
ini. Badoet, film horor yang dia buat, mulai gencar dibicarakan dan mendapat
sorotan dari beberapa cuplikan foto yang terlihat menjanjikan.
Kehausan penikmat film Indonesia terlebih untuk film horor memang
sudah berada di titik puncak. Beberapa kali film horor Indonesia mencoba untuk
berbeda tetapi belum bisa ada yang berhasil. Badoet memang belum bisa mencapai
tingkatan sempurna dalam satu presentasi film horor Indonesia. Tetapi, i’tikad
baik dari Awi Suryadi untuk memberikan satu teror yang kuat berhasil dia
sampaikan lewat film Badoet miliknya.
Badoet ber-setting di lingkungan rumah susun yang padat penduduk.
Lingkungan di rumah susun itu terkenal aman dan nyaman. Hingga suatu ketika
seorang anak kecil menemukan sebuah kotak musik di daerah pasar malam dekat
rumah susun itu. Satu persatu anak kecil di sana meninggal dengan cara yang
mengenaskan dan tak terduga. Kejadian ini mengusik Donald (Daniel Topan),
mahasiswa semester akhir yang juga mengenali anak-anak di lingkungan rumah
susun itu.
Donald tinggal dengan Farel (Christoffer Nelwan) yang juga masih
saudara sepupu dengannya. Kejadian yang janggal ini secara tak langsung juga
mengusik kehidupan mereka. Bersama dengan Kayla (Aurelie Moeremans), mereka
mencoba mencari tahu apa yang terjadi dengan sebuah kotak musik di sana. Dan
menemui ketiga anak kecil tersebut menggambar sosok Badut dengan wajah yang
sama sebelum mereka meninggal satu persatu.
Lewat film Badoet, Awi Suryadi berusaha untuk membangun lagi reputasi dari
film horor yang sudah jatuh di perfilman Indonesia. Film yang diarahkan olehnya
memang tak memiliki cerita dengan terobosan paling mutakhir. Tetap menggunakan
formula usang yang selalu ada di setiap film-film horor. Sekumpulan anak muda
yang tak tahu apa-apa tetapi ikut terperangkap dan mencari tahu apa yang sedang
terjadi, formula itu akan selalu ada dan muncul di setiap film horor, baik
lokal maupun luar.
Tetapi, Awi Suryadi pintar dalam mengolah dan membangun setiap tensi
yang ada di dalam film Badoet. Selama 90 menit, Awi Suryadi berhasil meneror
penontonnya dan mengusik ketenangan penontonnya lewat film Badoet. Film ini
memang tak mengumbar penampakan dari makhluk suprantural dan momen yang
mengagetkan meski tetap ada satu atau dua adegan. Tetapi, Badoet tampil lewat
suasana horor yang mencekam dan hal ini sangat efektif untuk memberikan dampak
yang lebih kuat kepada penontonnya.
Meski tetap, film ini masih tak bisa jauh dari kekurangan-kekurangan
dalam pengembangan plot dan dialog yang tampil masih seadanya meskipun tak
dalam taraf yang berlebihan. Karakter-karakter yang ada di sini masih tak
memiliki alasan yang cukup kuat untuk hadir dan menyokong plotnya. Hanya saja,
Awi Suryadi berusaha keras agar karakter-karakter yang ada di dalam filmnya bisa
memberikan performa yang pas agar kekurangan dalam pengembangan cerita plot
Badoet yang tak tampil kuat bisa tertutupi.
Pun, tanpa terlalu fokus pada plot, Awi Suryadi mengalihkan
kekuatannya pada penekanan atmosfir mencekam yang ada di dalamnya. Badoet
sangat efektif memberikan mimpi buruk yang membekas cukup lama di dalam ingatan
penontonnya. Meski tanpa penampakan yang berarti, Awi Suryadi berhasil
menciptakan kengerian sendiri di dalam pikiran penontonnya. Sehingga, hal
tersebut efektif untuk menciutkan nyali dan sesekali membuat penonton menutupi
matanya saat menonton film ini.
Awi Suryadi berhasil mengangkat sebuah isu mimpi buruk dan fobia akan
sosok badut yang dialami beberapa orang. Membangun sebuah alasan dari mimpi
buruk seseorang yang takut akan sosok badut yang seharusnya memiliki tujuan
untuk membuat tertawa bagi semua orang, bahkan anak kecil. Film ini layaknya
sebuah antitesis yang dilayangkan kepada penontonnya untuk mematahkan
kesepakatan penonton dalam menginterpretasi sosok badut.
Beberapa teknik pengambilan gambar yang dihadirkan di dalam film
Badoet pun berhasil memperkuat atmosfir horornya yang mencekam. Sehingga, meski
tetap menggunakan teknik pengambilan yang seperti umumnya film horor tetapi Awi
Suryadi berhasil mengelabui penontonnya yang berusaha untuk menebak keberadaan
sang makhluk suprantural itu. Dengan tata produksi jempolan, jelas Badoet
bukanlah film horor yang dibuat asal-asalan.
Meski tetap memiliki kekurangan di beberapa bagian, setidaknya Awi
Suryadi masih memiliki i’tikad yang baik untuk membuat filmnya tak menjadi
sebuah film horor yang murahan. Badoet memiliki kekuatan untuk mengusik
ketenangan dan menganggu psikis penontonnya lewat atmosfir seram yang
dihadirkan sangat kuat dan efektif di dalam 90 menit filmnya. Dengan
alasan-alasan antitesis dan meng-inseminasi pemikiran lain tentang sosok badut,
jelas Badoet bukan sembarang film horor. Awi Suryadi berhasil mengembalikan
reputasi film horor dan menjadi salah satu film horor terbaik dalam beberapa
dekade terakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar