Nama Gina S. Noer mungkin sudah sering didengar bagi pecinta film
Indonesia. Sudah banyak sekali naskah film yang dibuat olehnya. Tahun ini pun
sudah ada Keluarga Cemara yang juga naskahnya ditulis olehnya. Serta, masih ada
adaptasi film dari film Korea yang akan dirilis di kuarter terakhir tahun 2019
ini. Yang perlu diantisipasi adalah film selanjutnya dari Gina S. Noer tahun
ini adalah debut dirinya untuk mengarahkan sebuah film.
Dua Garis Biru, film yang
disutradarai serta ditulis sendiri naskahnya oleh Gina S. Noer ini sempat
mendapatkan sorotan dari banyak pihak. Tentu karena secara premis sendiri, film
perdana dari Gina S. Noer ini cukup berani untuk mengangkat isu ini di era yang
apa-apa serba dipetisi. Membahas tentang pernikahan dini dan kehamilan di usia
remaja tentu menjadi sesuatu yang dianggap merusak moral penontonnya. Padahal,
tentu Gina S. Noer memiliki niat baik di balik premisnya yang cukup berani ini.
Dua Garis Biru dibintangi
oleh dua aktor remaja terkenal, Angga Yunanda dan Zara JKT48. Serta, banyak
aktor lainnya yang terlibat. Mulai dari Cut Mini,Dwi Sasono, Arswendy Bening
Swara, dan kembalinya Lulu Tobing di layar lebar. Dengan banyaknya nama-nama
yang terlibat dan kemasan trailer yang menarik, Dua Garis Biru tentu akan dinantikan oleh banyak orang. Hasilnya, Dua Garis Biru berhasil menyajikan
sebuah drama coming of age dengan
kompleksitas dan memiliki banyak tujuan yang baik di dalam filmnya.
Awal mula terjadinya konflik di Dua
Garis Biru ini dari seorang muda mudi yang sedang jatuh cinta. Mereka
adalah Bima (Angga Yunanda) dan Dara (Zara JKT48). Mereka terlihat sangat
mencintai satu sama lain. Hingga suatu ketika di rumah Dara, mereka memutuskan
melakukan sesuatu yang belum saatnya mereka lakukan. Tentu, kecerobohan mereka
di masa remaja ini akan berdampak dalam hidup mereka nantinya.
Dan yang ditakutkan terjadi, Dara merasa bahwa dirinya sudah tidak
menstruasi. Bima pun menyuruhnya untuk melakukan tes kehamilan dan ternyata
Dara positif hamil. Tentu saja hal ini membuat mereka panik. Terutama Dara yang
sudah menaruh mimpinya pergi ke korea untuk melanjutkan studinya. Mereka berdua
pun akhirnya menyusun rencana agar kehamilan Dara tak menjadi bencana. Meskipun
pada akhirnya, rencana mereka ketahuan juga.
Tentu saja, dengan cerita seperti ini, film Dua Garis Biru sudah mendapatkan kecaman dari banyak pihak yang
hanya lihat dari trailernya saja. Padahal, jika mereka mau untuk menontonnya
secara utuh sepanjang 115 menit, Dua
Garis Biru ini tentu akan membuka banyak sekali ruang diskusi untuk
penontonnya. Bukan hanya sekedar untuk membahas perilaku remaja, tetapi juga
sebagai medium untuk membahas edukasi seksual yang banyak orang bilang tabu
untuk dibicarakan.
Meski tabu, tetapi juga masih banyak sekali anak-anak remaja yang
ceroboh melakukan hubungan seksual tersebut tanpa mengetahui dampaknya. Inilah
yang berusaha Gina S. Noer tegaskan di dalam Dua Garis Biru. Bima dan Zara tentu menjadi pion karakter yang
menjadi representatif ketidaktahuan remaja tentang penting dan butuhnya
pendidikan seksual dalam hidup mereka. Meskipun mereka telah mendapatkan
pendidikan tentang reproduksi di sekolah mereka.
Tetapi, hal itu tak diindahkan, cenderung dianggap sebagai sesuatu
yang tak serius. Seperti dalam adegan di mana Dara sedang izin menenangkan
dirinya di UKS. Gina S. Noer menempelkan sebuah simbol dalam adegannya. Dara
membelakangi poster tentang reproduksi tersebut. Menunjukkan bahwa banyak
sekali remaja ataupun sekolah yang hanya membahas sistem reproduksi dalam mata
pelajarannya sebatas permukaan saja. Tak lagi membahas demi mendalam demi
mendapatkan sebuah edukasi yang matang dan bisa sangat berdampak baik bagi para
siswa dan siswinya.
Masih banyak sekali pesan-pesan yang secara implisit diberikan oleh
Gina S. Noer di dalam naskah film Dua
Garis Biru ini. Yang perlu digarisbawahi adalah bagaimana Gina S. Noer menyampaikan
pesan simboliknya yang puitis dan tak kehilangan esensi dari pesan itu sendiri.
Hingga pada akhirnya, pesan itu masih bisa dipahami bagi mereka yang tak terlalu
aktif mencari. Ini dia hal yang membuat performa Gina S. Noer dalam mengarahkan
film debutnya sudah sangat menjanjikan.
Gina S. Noer tak terlalu sibuk menabur banyak simbol di setiap adegan
di film Dua Garis Biru yang membuat
penontonnya berinterpretasi sendiri. Tetapi, Gina S. Noer juga sering kali
menabur banyak hati di dalam filmnya. Banyak sekali adegan di dalam Dua Garis Biru berhasil mengoyak emosi
penontonnya. Tak perlu banyak teriakan dan ledakan emosi, cukup dengan
pengadeganan yang sederhana tetapi diracik dengan pas. Hasilnya, Dua Garis Biru sangat efektif membuat
penontonnya menitihkan air mata di beberapa adegannya yang luar biasa.
Pengarahan Gina S. Noer dalam Dua
Garis Biru ini benar-benar diperhatikan. Kuliminasi emosi di adegan dengan
tata teknis yang luar biasa hati-hati dalam setting UKS yang melibatkan banyak
sekali karakternya ini menjadi salah satu adegan terbaik di perfilman
Indonesia. Tak hanya karena adegan ini menggunakan teknik one shot, tetapi juga diarahkan dengan pas sehingga tragedi yang
ada di dalam adegan itu terasa begitu nyata. Bahkan, bisa menyayat hati
penontonnya.
Tentu, hal ini juga didukung oleh performa ensemble cast Dua Garis Biru
yang luar biasa hebat. Mulai dari Angga, Zara, Cut Mini, hingga Lulu Tobing,
mereka memerankan perannya dengan porsinya yang pas. Mereka mampu berkolaborasi
dengan baik sehingga setiap adegan akan terasa meyakinkan. Apalagi Cut Mini
yang berhasil mengajak penontonnya menyelami kesiapan mental dan batin atas
kesalahan yang dilakukan anaknya. Hingga ada di satu adegan yang melibatkan
interaksinya dengan Bima dan makanan favoritnya yang matanya mampu berbicara
akan konflik yang terjadi di dalam dirinya itu.
Iya, Dua Garis Biru tak
hanya berusaha menjelaskan tentang edukasi masalah seksual saja. Banyak isu-isu
yang berusaha diangkat di dalam film ini. Mulai dari isu tentang kesenjangan
sosial hingga permasalahan gender bahkan tentang agama. Mungkin isu yang
diangkat inilah yang terlalu banyak sehingga dalam epilognya Dua Garis Biru akan terasa begitu cepat
dan tumpang tindih dalam penyampaian pesannya.
Mungkin juga muncul sebuah generalisasi antara dalam isu kelas sosial
yang berusaha diangkat oleh Dua Garis
Biru. Tetapi, mungkin ini juga cara Gina S. Noer berusaha untuk memberikan
keseimbangan sudut pandang untuk menyelesaikan masalah tentang hamil di luar
nikah secara agama dan logika. Sehingga nantinya bisa memantik banyak ruang
diskusi dari problematika ini yang penyelesaiannya bisa diterima dari dua sudut
pandang tersebut. Bukankah itu tujuan utama kenapa Dua Garis Biru ini ada?
Ijin promosi yaa ^^
BalasHapusJOIN NOW WITH US
5758esport.com adalah Situs Taruhan Online Terbesar dan Terpercaya yang menyediakan berbagai permainan populer.
Games yang dihadirkan 5758ESPORT :
Sportsbook
Live Casino
E-Games
Bola tangkas
DominoQQ
Texas poker
Ceme
Poker Dealer
Blackjack
Slot game
Yang dapat anda mainkan hanya menggunakan 1 userID saja.
Promo deposit cashback hingga 100% bagi yang baru bergabung.
Event berhadiah Laptop ROG, Iphone, uang tunai dan masih banyak lagi.
Banyak pilihan bank yang bisa digunakan.
Minimal depo 10.000
Aman terpercaya respon cepat, Costumer Service ONLINE 24jam nonstop, sosmed/live chat/call service CS Jenny.
Info lebih lanjut hubungi :
Website : 5758ESPORT
WHATSAPP : +60 14-9158564
WECHAT : www5758esportcom
LINE ID : 5758esport
TELEGRAM : Official5758esport
Email : maju58cs1@gmail.com
facebook : Jenny Grace
Keren mas Arul reviewnya. Indonesia memang masih terlalu tabu dan kaku untuk menerima film-film kayak gini, tanpa terlebih dahulu melihat pesan yang disampaikan.
BalasHapusBuat yang belum nonton, agan bisa download film Indonesia di mari.