Di tengah gencarnya perfilman Hollywod dengan genre
superhero yang semakin membesar, tentu ini membuat perfilman Indonesia juga
terkena hype-nya. Maka dari itu, mulai banyak yang berusaha membuat cinematic
universe di perfilman Indonesia yang diadaptasi dari cerita bergambar.
Mulai dari Wiro Sableng hingga Gundala yang diadaptasi dari
karakter yang direka oleh Hasmi. Kabar tentang adaptasi film Gundala
memang pada awalnya sudah ada beberapa tahun lalu.
Hingga di awal tahun 2019, proyek Gundala
akhirnya resmi ada dan disutradarai oleh sutradara kenamaan Indonesia, Joko
Anwar. Tentu, dengan adanya nama Joko Anwar sebagai sutradara dari Gundala
telah menimbulkan ekspektasi sendiri bagi penonton film Indonesia dan penikmat
cerita bergambarnya. Gundala dibintang oleh banyak nama-nama seru di
dalamnya. Dari Abimana Aryasatya, Tara Basro, Lukman Sardi, Ario Bayu, hingga
actor cilik Muzakki Ramadan yang pernah bermain dalam episode Folkore HBO
milik Joko Anwar.
Tetapi, tujuan dari adanya film Gundala ini
ternyata bukan berhenti sampai film ini rilis dan menjadi sebuah film sendiri
saja. Layaknya film-film superhero milik luar negeri, Gundala
dipersiapkan untuk menjadi pembuka dari film-film jagoan lokal lainnya yang
tergabung dalam Jagat Sinema Bumi Langit jilid pertama. Tentu, hal ini sangat
menarik untuk diikuti terlebih bisa jadi awal bagi perfilman Indonesia untuk
pada akhirnya mau membuka genre baru agar semakin beragam.
Tentu, harapan besar dipikul oleh Gundala.
Bukan hanya karena fakta bahwa film ini adalah karya dari Joko Anwar saja.
Tetapi, sebagai pembuka dari Jagat Sinema Bumi Langit itu sendiri. Gundala
tentu menjadi patokan bagaimana line up lainnya akan bekerja. Pendekatan
seperti apa nantinya untuk membesarkan jagat sinema ini nantinya. Apakah
nantinya akan diterima oleh penonton Indonesia dan berbagai macam pertanyaan
lainnya.
Patut berbanggalah para penonton Indonesia karena
masih ada filmmaker yang memiliki gairah untuk membangkitkan genre ini di
perfilman Indonesia. Bahkan, sudah memiliki visi yang jauh di depan. Dan
ucapkan selamat datang kepada genre superhero di perfilman Indonesia lewat film
Gundala. Dengan pendekatan yang berbeda dan sangat lokal, Gundala
berhasil membuka halaman baru bagi perfilman Indonesia. Juga, membuka awal
perjalanan untuk Jagat Sinema Bumi Langit jilid pertama menuju langkah
selanjutnya.
Gundala berpusat pada
karakter Sancaka kecil (Muzakki Ramadan) yang sedang memahami dunia yang dia
jalani. Banyak sekali pengorbanan, jatuh bangun yang harus dia lewati. Dirinya
pun dikejar oleh petir saat hujan hingga menjadi hal yang tak bisa dia hindari.
Perjalanan memahami dunianya pun masih berlanjut hingga Sancaka beranjak dewasa
(Abimana Aryasatya). Tumbuh menjadi dewasa inilah yang membuat Sancaka harus
berurusan dengan problematika yang lebih rumit.
Sancaka yang belum tahu betul akan kekuatannya harus
berusaha untuk membantu menyingkirkan kejahatan yang semakin merajalela di
tempat dia tinggal. Hingga berhadapanlah dia dengan urusan intrik politik yang
jauh lebih besar. Segala intrik politik ini menuju ke satu titik yang didalangi
oleh seseorang bernama Pengkor (Bront Palarae).
Memang, Gundala milik Joko Anwar ini memang
sedang membangun dunianya secara perlahan. Hingga, memunculkan banyak intrik
politik yang sekaligus menjadi media bagi dirinya untuk memberikan kritik
terhadap praktik politik yang terjadi sekarang. Hal ini lah yang dijadikan
dasar bagi Jagat Sinema Bumi Langit menjadi besar. Sebagai sosok jagoan, Gundala
memilih karakter yang dekat oleh penontonnya. Sehingga, Gundala bisa
dibilang memiliki pendekatan yang cukup membumi.
Munculnya sebuah harapan dari sosok yang dekat dengan
masyarakat inilah yang menjadi Gundala sebagai film jagoan lokal memiliki
citarasanya sendiri. Bukan berusaha untuk mengadaptasi Marvel atau DC, tetapi
berusaha mengkolaborasikan keduanya. Sehingga, yang terjadi adalah, meskipun
konflik di dalam film Gundala ini terkesan rumit, tetapi Joko Anwar
berusaha untuk tetap menyuntikkan banyak unsur harapan dan kesenangan di dalam
filmnya. Sehingga, mengikuti 123 menit dari Gundala juga masih bisa
dikategorikan sangat menyenangkan.
Gundala banyak sekali
momennya untuk bersinar, menceritakan kisah origin karakternya untuk lebih dekat
kepada penontonnya. Tetapi, yang perlu untuk digarisbawahi dari Gundala
adalah banyak cabang cerita yang membuat film ini terasa tumpang tindih.
Memang, tujuannya untuk membangun dunianya agar memiliki celah untuk menjadi
sesuatu yang lebih besar. Tetapi, alangkah baiknya untuk ditahan sedikit demi
bisa menceritakan kisah originnya dengan lebih leluasa.
Karakternya memang masih dibuat sangat abu-abu.
Sancaka masih mencari jati dirinya sebagai sosok jagoan. Penonton diajak masuk
ke dalam konflik batin Sancaka dengan cara yang tepat. Pengarahan Joko Anwar
dalam film Gundala masih cukup kuat untuk mengantarkan segala konflik
karakternya dengan baik. Hanya saja, mungkin masih ada keinginan dari penonton
menyaksikan karakternya lebih “tegas” dalam menunjukkan urgensinya. Apa yang
membuat Sancaka kuat, kenapa dia yang terpilih sebagai sosok jagoan.
Hal-hal inilah yang muncul belum terlalu tegas di
dalam film Gundala itu sendiri. Tetapi, hal ini juga menjadi potensi
yang baik untuk kelangsungan Jagat Sinema Bumi Langit nantinya. Masih ada
potensi-potensi yang bisa dikembangkan untuk dunianya. Sehingga, timbul rasa
penasaran penonton tentang apa yang akan terjadi dengan film selanjutnya dalam line
up Jagat Sinema Bumi Langit. Maka dari itu, tujuan dari film Gundala
ini juga sudah terpenuhi meskipun bisa lebih baik lagi.
Tetapi, tentu film ini masih memiliki banyak
kelebihan yang bisa dirayakan. Gundala masih punya sekuens aksi yang
dikemas seru. Para pemainnya yang memiliki kharismanya masing-masing. Terlebih untuk
performa Abimana dan Muzakki, yang berhasil menghidupkan karakter Sancaka ini. Bahkan,
ketakutan penonton akan efek visual yang tak bagus pun berhasil dipatahkan. Gundala
memiliki tata efek khusus yang halus untuk ukuran film Indonesia.
Gundala bukan hanya
datang sebagai penanda genre superhero di Indonesia. Tetapi juga sebagai
penanda bahwa film ini menetapkan standar tinggi di tata teknisnya, terutama
dalam hal tata suara. Penggunaan tata suara Dolby Atmos di dalam film ini cukup
membuat penonton merasakan sensasi yang berbeda saat menonton di Bioskop dengan
Dolby Atmos. Semua suaranya melingkari penontonnya. Belum lagi didukung scoring
oleh Aghi Narotama serta Joko Anwar untuk Gundala Theme yang memorable
dan ikonik. Menjadi salah satu scoring film Indonesia terbaik tahun ini.
Maka dari itu, mari kita rayakan Gundala yang
sedang berusaha mendobrak industri perfilman Indonesia ini. Meskipun masih bisa
bermain dengan lebih baik lagi, tetapi Joko Anwar tetap tak main-main dalam
mengarahkan film ini. Penuturan cerita, tata gambar milik Ical Tanjung yang
luar biasa cantik, hingga tata teknis suara yang menetapkan standar tinggi ini
sudah menjadi modal bagi Gundala untuk bisa meneruskan dunianya. Layaknya
karakter dalam filmnya yang memberikan secercah harapan, film ini pun berlaku
demikian. Gundala adalah awal yang sangat baik untuk Jagat Sinema Bumi
Langit Jilid satu sebagai cinematic event tahunan yang perlu dirayakan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar