2022 bisa dibilang tahun bangkitnya perfilman Indonesia sejak pandemi melanda di tahun 2020. Banyak sekali milestone yang didapatkan oleh perfilman dalam negeri. Mulai dari beberapa penghargaan hingga raihan jumlah penonton yang fantastis.
Mari kita beri penghargaan kepada film horor fenomenal arahan Awi Suryadi yang diadaptasi dari utas Twitter yang mahsyur kala itu.
KKN DI DESA PENARI
Tak hanya merilis versi Cut atau Uncut, tapi per akhir tahun lalu pun merilis versi Luwih Dowo, Luwih Medeni yang sudah mencapai kurang lebih 9,7 juta penonton (hingga tulisan ini dirilis).
Di luar kualitas pengarahannya yang masih lemah dan belum juga memuaskan beberapa pihak —termasuk penulis blog ini —tapi sumbangsihnya kepada perfilman Indonesia perlu diapresiasi.
Pun, film-film horor lain juga bisa mendapatkan minimal di atas 500.000 penonton selama penayangannya. Seperti Pengabdi Setan 2: Communion yang mencapai 6jutaan penonton.
Dengan banyaknya rilisan horor di industri perfilman Indonesia juga mengakibatkan titik jenuh karena teknis digarap Bagus tetapi tak ada sesuatu yang baru. Sayang sekali, untuk memberikan penyegaran dalam genre di perfilman Indonesia, Sri Asih ternyata tak bisa mencapai raihan penonton yang memuaskan.
Tapi, berharap saja, ini tak menghentikan para sineas perfilman dalam negeri untuk memberikan yang terbaik.
Cukup keluh kesahnya tentang film-film Indonesia sepanjang 2022. Mari masuk ke daftar film-film favorit versi blog ini yang di tahun ini merasa terkadang beberapa judul tak sesuai ekspektasi.
15. Ashiap Man (2022) Dir. Atta Halilintar.
LOL. ENGGA DONG YA. BECANDA.
Oke, mari masuk ke daftar 15 film Indonesia favorit.
15. Ghost Writer 2
Dir. Muhadkly Acho
Sebagai orang yang tak terlalu suka dengan film pertamanya, film keduanya ternyata tampil lebih menarik. Horornya masih terasa, inti filmnya yang juga tentang keluarga bisa dikulik dengan baik. Bahkan, menurut penulis, lebih dahsyat dibanding film pertamanya. Film rilisan kedua Muhadkly Acho ini tampil solid.
14. Galang
Dir. Adriyanto Dewo.
Mengulik musik-musik rock Skena yang mungkin terkesan tersegmentasi. Tetapi, Galang hadir untuk menjadi suara bagi komunitas-komunitas yang stigmanya dipandang sebelah mata. Perjalanan menyembuhkan luka, trauma, dan dendam yang humanis dan miris.
13. Just Mom
Dir. Jeihan Angga.
Siapa sangka sutradara di balik Mekkah, I’m Coming bisa mengarahkan sebuah film drama keluarga yang menyentuh dan sederhana. Film ini mengingatkan penontonnya terhadap filmografi Hanung Bramantyo awal-awal. Dramatisasi yang klise tapi pas dan berhasil.
12. Srimulat: Hil Yang Mustahal
Dir. Fajar Nugros.
Film biografi tentang perjuangan grup lawak legendaris yang dikemas sesuai dengan kekhasan mereka. Drama dengan komedi yang sesuai dengan cara mereka pentas. Fajar Nugros memang sepertinya tahu betul tentang sumbernya. Ansambel pemainnya juga keren, terutama Bio One!
11. Pengabdi Setan 2: Communion
Dir. Joko Anwar
Sekuel yang lebih berani, lebih besar, lebih megah. Pengabdi Setan 2: Communion adalah showcase bagi Joko Anwar untuk memperlihatkan skill pengarahan teknisnya yang luar biasa. Fragmen kumpulan jump scares yang pas. Seperti masuk ke dalam wahana rumah hantu yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Adegan lift ikonik!
10. Sri Asih
Dir. Upi
Sri Asih jelas perlu diapresiasi dan perlu ditonton oleh lebih banyak orang. Film kedua dari Sinema Jagat Bumilangit ini berhasil memberikan penyegaran dalam genre film Indonesia. Visual efeknya terasa megah, ceritanya juga lebih membumi dan kompleks. Performa pemainnya juga solid!
9. Cek Toko Sebelah 2
(Dir. Ernest Prakasa)
Sebagai orang yang tak terlalu suka dengan film pertamanya, Cek Toko Sebelah 2 tampil dengan lebih matang. Ernest seakan paham benar bahwa ini adalah aset miliknya yang berharga dan dijaga penuh jiwa raga. Hasilnya, penuturan filmnya lebih gentle, selipan komedinya lebih pas, serta karakterisasinya lebih tahu mau dibawa ke mana.
8. The Big 4
(Dir. Timo Tjahjanto)
Ini adalah karya terbaik milik Timo Tjahjanto. The Big 4 punya naskah yang solid, adegan aksi yang di luar dugaan sangat seru dan berdarah sebagai khasnya. Serta, chemistry para pemainnya juga berhasil membuat 140 menit film ini tak terasa. Sayang, cuma rilis di Netflix. Sepertinya kalau di layar lebar lebih asyik.
7. Keramat 2
(Dir. Monty Tiwa)
Mungkin ada banyak yang ragu dengan sekuelnya, terlebih dengan kehadiran Keanu sebagai jajaran pemainnya. Tetapi, bagi yang sudah paham benar dengan konsep yang dimiliki Keramat, ternyata Keramat 2 tampil sangat solid. Semua tampil apa adanya. Horor atmosferik yang bikin stres sekaligus bergidik. GOKIL!
6. Ngeri-Ngeri Sedap
(Dir. Bene Dion Rajagukguk)
Dengan judul dan trailer yang tak terlalu menyorot perhatian, tetapi Ngeri-Ngeri Sedap tampil kuat. Naskahnya ditulis rapi serta berani memiliki kedekatan representasi agar film dalam negeri tak tentang Jakarta lagi atau Jawa lagi.
5. Gara-Gara Warisan
(Dir. Muhadkly Acho)
Film debut Rilisan dari Muhadkly Acho ini mengagetkan tampil dengan sangat prima. Sebuah drama keluarga disfungsi dengan kritikan tentang orang tua yang berani meminta maaf kepada anaknya. Balutan komedinya tak pernah mendistraksi ketika dramanya datang menghampiri. Pun, di saat yang tepat, film ini berhasil bikin air mata jatuh ke pipi. Film lebaran terbaik tahun ini.
4. Mencuri Raden Saleh
(Dir. Angga Dwimas Sasongko)
Siapa sih yang tidak memicingkan mata dengan proyek heist ambisius dari Angga Dwimas Sasongko ini? Ternyata, hal ini menjadi bumerang. Mencuri Raden Saleh ternyata berhasil mencuri hati penontonnya. Dengan naskah yang rapi, detail heist yang juga rapi, serta diselipkan tentang kritikan tentang regenerasi ini menjadi karya terbaik Angga Dwimas Sasongko sejauh ini. Bahkan, film seperti ini bisa mendapatkan raihan penonton fantastis! Senang sekali!
3. Noktah Merah Perkawinan
(Dir. Sabrina Rochelle Kalangie)
“Tampar aku, mas. Tampar!”
Dialog dari sinema elektroniknya ini memang ikonik sekaligus akan bikin geli penonton zaman ini. Tapi, Sabrina Rochelle Kalangie berhasil mengelevasi adegan pertengkaran rumah tangga ini menjadi sebuah pengalaman sinematik yang menguras hati. Bukan tentang orang ketiga, tetapi tentang bagaimana mengulik kesiapan seseorang untuk berkomitmen satu sama lain. Hubungan Komunikasi antar persona yang menarik untuk dikulik. Marsha Timothy juara!
2. Like & Share
(Dir. Gina S. Noer)
Film ini mungkin diboikot beberapa orang karena pemainnya yang melakukan sesuatu kontroversial. Tetapi, tak memungkiri bahwa film ini tampil sangat solid. Menggunakan dasar cerita ASMR sebagai hal yang disuka oleh karakternya. Ternyata, hal ini adalah cara Gina S. Noer untuk mengajak penontonnya untuk mempertajam indera mereka agar bisa lebih melihat, mendengar, dan merasakan tentang isi hati para perempuan yang terluka, yang terdiam, akibat budaya pemerkosaan yang lagi-lagi menyalahkan perempuan. Bikin geram dan marah tapi memang begitulah realitanya dan film ini berhasil menyampaikan pesan dalam filmnya.
1. Before, Now, & Then
(Dir. Kamila Andini)
Lagi-lagi Kamila Andini berhasil merebut hati penulis blog ini. Before, Now, & Then (Nana) ini berhasil menyampaikan tentang keresahan para perempuan dengan terbatasnya dalam menentukan pilihan sejak zaman dahulu. Narasinya memang lebih intim sekaligus lebih puitis. Tetapi, segalanya dirangkum begitu indah dan menjadi satu gambar bergerak yang tak terlupakan tahun ini. Semakin sering ditonton akan semakin kagum dengan film ini.
wow ngeri ngeri sedap emang bagus bgt sih, tampilan film nya memang sangat fresh. film itu juga banyak bgt pesan yg bisa diambil.
BalasHapus