“Cita-cita aku ? Aku pengen punya home theatre sendiri
biar bisa nonton film.” Sesederhana itu memang mimpi Sari, salah satu
karakter utama dari film terbaru arahan Joko Anwar. Bukan menjadi hal tabu lagi
bagi setiap orang untuk menaruh dan menggantungkan mimpi setinggi mungkin
kepada sang Ibu Kota. Tujuannya sederhana, untuk memperbaiki kehidupannya yang
belum bisa dikatakan terjamin. Dan merantau ke ibu kota menjadi salah satu opsi
yang mereka gunakan.
Keinginan banyak orang untuk hidup enak di kerasnya perjuangan di Ibu
Kota memang tak mudah. Kehidupan mentereng yang disorot berlebih di berbagai
drama rekonstruksi media menjadi salah satu dalih bagi mereka untuk semakin
yakin merantau ke ibu kota. Maka, datanglah Joko Anwar yang menawarkan diri
untuk memberikan visualisasi isu sosial tersebut tanpa berusaha mendramatisir.
Alih-alih terlalu serius, Joko Anwar pun menjadikan proyeknya sebagai sebuah
kisah cinta dua insan yang juga memiliki problematika serius dengan kehidupan
keras kota Jakarta.
Salinan memori dari berbagai macam problematika di Ibu Kota ini
diangkat dalam film terbaru Joko Anwar, A
Copy of My Mind. Menggunakan karakter representatif yang disematkan pada
Alek dan Sari ketika berusaha keras menjalani hidupnya dengan pekerjaan
kecilnya yang mampu membuatnya bertahan hidup. Diperankan oleh Chicco Jericho
dan Tara Basro, film ini pun melaju sebagai film unggulan Festival Film
Indonesia dan beberapa festival film di dunia.
Kehidupan keras di kota Jakarta membuat setiap penduduknya harus rela
bekerja apa saja demi menghidupi dirinya. Entah, profesi hanya sekedar lalu
lalang demi bertahan hidup setiap harinya atau menjadi sumber mata pencaharian
andalan untuk kelangsungan kehidupan yang berkala. Dan Sari (Tara Basro) adalah
salah satu yang menggantungkan hidupnya lewat profesinya menjadi pegawai salon.
Hidupnya mungkin tidak bergelimang harta, tetapi Sari merasa nyaman dengan
kesehariannya.
Ya, Sari sudah merasa bahagia asal dapat menonton film-film terbaru
dari DVD bajakan yang dia beli di pusat grosiran. Sayangnya, kebahagiaannya
yang sederhana pun diusik oleh kualitas teks terjemahan dari DVD yang ia beli.
Merasa kesal, Sari mengembalikannya pada penjual yang secara tak sengaja
bertemu dengan Alek (Chicco Jericho). Dia lah yang mengerjakan teks terjemahan
dari DVD yang Sari beli. Pertemuannya dengan Alek pun mengubah banyak sekali cerita-cerita
hidup Sari.
Keterbatasan dari segi materil dari para karakter di dalam A Copy of My Mind ini adalah gambaran
secara realistis kalangan proletar yang masih berlalu lalang di Ibu kota. Pun,
dengan segala keterbatasan itu tak membuat para karakternya tak menemukan
kebahagiannya. Dan dengan keterbatasan itu pula, bukan pula menjanjikan
kehidupan yang tentram. Alek dan Sari akan menemukan problematikanya sendiri
dan mereka akan berkembang seiring dengan bagaimana mereka menghadapi itu
semua.
Sari akan terasa relevan dengan banyak sekali orang yang berusaha
menggantungkan hidupnya mencari profesi impian yang tak kunjung datang. Dan
berusaha memperkecil impian hanya untuk sekedar memiliki home theatre dan itu sudah lebih dari cukup. Ekspektasi setiap
orang untuk mendapatkan peningkatan akan strata sosial mereka di Ibu Kota
memang tak jarang yang tak sesuai. Dan A
Copy Of My Mind memiliki karakter Sari sebagai representasi dari
problematika itu.
Kerasnya kehidupan kota Jakarta memang membuat setiap orang menjadikan
apapun sebagai profesi asal bisa memenuhi sandang, papan, dan pangan sebagai
kebutuhan pokok mereka. A Copy Of My Mind
pun berusaha untuk menyindir itu lewat karakter Alek yang melakukan pekerjaan
yang terasa bias antara ilegal dan legal. Orang menikmati hasil dari apa yang
dikerjakan oleh Alek tanpa mengetahui apa dampak yang mereka kontribusikan atas
apa yang mereka konsumsi.
Kedua masalah sosial yang direpresentasikan lewat Alek dan Sari ini
dipadu padankan satu sama lain oleh Joko Anwar. Sehingga, A Copy Of My Mind membentuk sebuah keintiman problematika luar
biasa yang terasa miris. Di atas problematika yang dialami oleh setiap karakter
fiktif yang dibentuk oleh Joko Anwar, mereka akan mencari kebahagiaan yang
sederhana yang akan terasa nyata dan menyentil sisi emosional penontonnya. A Copy Of My Mind akan terasa getir dan
sekaligus indah untuk dinikmati.
Joko Anwar tak lagi merekonstruksi realita sekitarnya yang ada. Tetapi
menjelaskan secara murni apa yang ada disekitarnya. A Copy Of My Mind berusaha menampilkan realita senyata mungkin
kepada penontonnya untuk menghadirkan kedekatan secara emosional. Joko Anwar
memang tak segamblang itu mengkritik aspek-aspek sosial yang perlu dibenahi di
dalam filmnya. Jelas, bukan menjadi sebuah sajian yang mudah diakses bagi
setiap orang apalagi dengan alur lambat selama 115 menit.
Akan menjadi tantangan bagi penonton yang tak terbiasa untuk memasuki
bagaimana Joko Anwar bertutur lewat A
Copy Of My Mind. Tetapi, akan muncul efek jangka panjang yang diinseminasi
ke dalam pemikiran penontonnya bahwa A
Copy Of My Mind bukan hanya sebuah film yang begitu mudah untuk dilupakan.
Tempelan-tempelan sistem tanda dan lambang di dalam A Copy Of My Mind begitu kuat akan membutuhkan penonton yang aktif
untuk menginterpretasi itu agar menjadi sebuah pesan yang utuh.
Terpaan adegan demi adegan di dalam film A Copy of My Mind seperti mengajak penontonnya agar tak
terperangkap dalam sebuah jarum hipodermik, yang mana penonton sangat pasif
menerima setiap konflik yang secara langsung ditujukan kepada mereka. Dan
dengan itulah, A Copy Of My Mind secara
tak langsung memberikan salinan jangka panjang kepada memori penontonnya. Bukan
hanya sekedar menghantui, tetapi untuk diterapkan dan sebagai bahan renungan
untuk memperluas pandangan kita tentang kesenjangan sosial yang masih terjadi
begitu kental dan tak hanya di Ibu kota.
Dengan kontruksi cerita dalam A
Copy Of My Mind yang terasa begitu sederhana dibandingkan film-film Joko
Anwar lainnya, tetapi efek yang dihasilkan oleh A Copy Of My Mind akan terasa signifikan. Bukan hanya sekedar
sebuah pesan utuh yang langsung dijejalkan kepada penontonnya secara
mentah-mentah. Tetapi, butuh keaktifan penonton untuk menata ulang pesan-pesan
metaforik yang disebarkan di setiap adegan A
Copy Of My Mind. Karakter-karakter representatif dan reka adegan yang
realistis menjadi kekuatan utama A Copy
Of My Mind. Bukan sekedar intrik, tetapi juga keintiman menarik dalam karya
Joko Anwar yang sekali-kali menuruti egonya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar