Era digital terkadang membuat orang berpindah medium untuk saling
berkomunikasi dengan satu sama lain. Bahkan, sebuah tujuan hidup yang utama pun
terkikis akan suatu ilusi popularitas semu yang ditawarkan oleh Dunia Maya yang
digunakan oleh banyak orang. Sosial Media tak bisa dipungkiri menawarkan suatu
kelebihan luar biasa dalam membuat ruang publik baru bagi masyarakat. Pun,
keberadaannya juga menjadi sebuah polemik yang luar biasa besar.
Dan itulah, premis dasar yang berusaha diangkat oleh ‘Nerve’ buku karya Jeanne Ryan yang siap
diadaptasi ke dalam format layar lebar. Duo sutradara Henry Joost dan Ariel
Schulman siap mengarahkan buku tersebut di bawah naungan Lionsgate. Dibintangi
oleh Emma Roberts dan Dave Franco, film Nerve
menjadi sebuah film young-adult baru yang mengangkat tema dengan relevansi yang
besar bagi para remaja masa kini.
Problematika tentang dunia maya ataupun media sosial, mungkin akan
relevan dengan rentang usia yang universal. Tetapi, Nerve memiliki poin sendiri dalam dasar ceritanya yang membuat film
ini sebagai sebuah film Young-adult.
Di sanalah poinnya, segmentasi film ini jelas ditujukan kepada remaja yang
sedang mengalami transisi akan sifatnya menuju ke sebuah kedewasaan. Pun,
remaja mayoritas adalah pengguna media sosial aktif. Film ini akan menjadi
sebuah tamparan keras bagi remaja di luar sana yang sangat menggandrungi apa
yang mereka konsumsi di media sosial.
Bukan hanya itu, Nerve juga
menjadi sebuah gambaran tentang media sosial yang ingin mengonstruksi identitas
atau jati diri seseorang. Apa yang mereka perlihatkan dalam media sosial adalah
pilihan kalimat atau kata yang menjadi sebuah bahasa dengan maksud sebagai
penyampai pesan bagi orang lainnya. Di dalam film ini, Nerve berusaha untuk melemparkan realitas tersebut kepada
penontonnya lewat karakter yang ada di dalam filmnya.
Begitupun karakter yang ada di dalam film Nerve yang berusaha menentukan dirinya sebagai ‘Player’ atau ‘Watcher’.
Pilihan tersebut menjadi sebuah bahasa yang dapat sebagai sebuah representasi
atas diri mereka dalam media sosial. Sehingga, pengguna media sosial dapat
menentukan identitas mereka di dalam ruang publik berbasis koneksi internet
tersebut. Ruang publik baru tersebut digunakan sebagai sebagai orang-orang yang
tak punya kesempatan untuk mendapatkan ruang bicaranya di dunia nyata. Seperti
yang dialami oleh salah satu karater di dalamnya bernama Venus.
Venus (Emma Roberts) adalah sosok yang pendiam atas segala masalahnya,
bahkan dia tidak berani bicara kepada Ibunya, bahwa dia diterima di perguruan
tinggi seni yang dia idamkan. Sosoknya yang tertutup pun mempengaruhi kehidupan
asmaranya. Venus diam-diam mengagumi sosok JP (Brian Marc). Sydney (Emily Meade),
teman Venus berusaha untuk mengenalkannya dengan JP dan ternyata malah
membuatnya sakit hati dengan Sydney maupun JP.
Venus kesal dan ingin melakukan sesuatu yang berbeda dan mengambil
langkah berani di dalam hidupnya. Nerve,
permainan yang berbasis media sosial yang pernah dikenalkan oleh Sydney, merebut perhatian Venus. Maka, masuklah Venus
menjadi pemain di dalam permainan tersebut dan mendapatkan setiap tantangan
dari permainan itu. Dan bertemulah dia dengan Ian (Dave Franco), yang juga
pemain di dalam Nerve. Mereka berdua
menjalani misi bersama tetapi mereka semakin lama semakin terjebak dengan
permainan itu dan menjadi ‘tawanan’.
Ada sebuah representasi karakter yang disematkan kepada sosok
Venus. Bagaimana media sosial dapat membentuk sebuah bahasa dari
seseorang yang bisa sangat berbeda dengan kepribadian orang tersebut di
kehidupan nyata. Venus memilih untuk menggunakan bahasa 'player' untuk memperlihatkan identitasnya di dalam permainan 'Nerve'. Hal
akan relevan dengan banyak orang yang berusaha membentuk
identitas-identitas lain di media sosial mereka. Dan bisa saja, di
setiap sosial media mereka berusaha untuk memiliki identitas mereka yang
berbeda. Tergantung pilihan bahasa mana yang mereka gunakan.
Sebagai sebuah film thriller dan suspense, Nerve menawarkan sebuah problematika yang baru untuk disaksikan
oleh penontonnya. Henry Joost dan Ariel Schulman memiliki rasa remaja masa kini
yang dikemas di dalam film ini sehingga pas untuk segmentasinya. Berkat
sentuhan-sentuhannya itu, film ini terlihat begitu memiliki gaya yang menarik
untuk diikuti. Menonjolkan benar bahwa setiap karakternya telah berada di dalam
era digital yang tak dapat dipisahkan dari manusia.
Mulai dari adegan pembuka yang memperlihatkan layar PC milik Venus
beserta dunia-dunia sosial medianya untuk saling berkomunikasi, bahkan dengan
teman dekatnya sendiri yaitu Sydney. Bagaimana di era digital benar-benar
mengubah cara berkomunikasi antar manusia berpindah ruang dengan budaya-budaya cyber-nya yang baru. Berkomunikasi
dengan terpisah jarak pun bukan hanya dipuaskan lewat suara yang ada di
telepon, tetapi lewat audio visual seperti yang dilakukan Sydney dan Venus.
Nerve tak berusaha terlihat
ambisius dengan dasar ceritanya yang benar-benar thought-provoking. Henry Joost dan Ariel Schulman berusaha keras
untuk menumpulkan pesan-pesan dominan tersebut dengan sajian yang ringan. Dalam
96 menit, Nerve sangat padat cerita
bahkan memiliki banyak sekali keseruan-keseruan yang dapat dinikmati di
menit-menit berikutnya. Sayangnya menuju bagian ketiga film, Nerve mungkin seperti kelelahan dan
berusaha mengakhiri filmnya dengan mudah.
Selama 70 menit berlangsung, Henry Joost dan Ariel Schulman terlihat
keasyikan untuk memperlihatkan setiap tantangan yang diberikan oleh Nerve kepada karakter Venus dan Ian. Tetapi,
ketika menuju sebuah konklusi, atmosfir film berubah menjadi sesuatu yang lain
dari apa yang berusaha ditawarkan semenjak awal film. Pun, muncul sebuah
kemudahan-kemudahan yang lainnya agar Nerve
bisa mengakhiri filmnya dan menjadi kelemahan di dalam filmnya.
Tetapi, hal tersebut bukan menjadi masalah di dalam film Nerve. Minor-minor kecil itu tak
menyurutkan segala keasyikan dan keseruan yang ditawarkan oleh Henry Joost dan
Ariel Schulman sejak awal filmnya berlangsung. Pun, naskah dari Jessica Sharzer
berhasil mengadaptasi karya Jeanne Ryan itu menjadi sebuah sajian film yang
nampak Stylish. Pun, Nerve mempunyai pesan-pesan yang juga
sangat dalam bagi penontonnya yang sedang hidup dalam dunia digitalnya. Lantas,
film ini dapat menjadi sebuah kontemplasi dengan cara yang menyenangkan bagi
penontonnya yang masih saja berkutat dengan media sosial beserta likes, views, atau followers
mereka. Nerve akan menampar keras
problematika tersebut dengan caranya sendiri.
kekinian bgt nih film
BalasHapusdownload film Drama
Just watched it yesterday on HBO. And its amazing movie....
BalasHapusThis message is great.
BalasHapusLondon Escort Services