Setelah terus-terusan menjadi ratu drama dari Screenplay Films,
Michelle Ziudith akhirnya memiliki kesempatan untuk mengeksplor dirinya di
bawah naungan MD Pictures. Begitu pula dengan Risa Sarasvati yang juga berusaha
mengeksplorasi genre adaptasi bukunya
dari cerita horor ke cerita drama romantis. Kesuksesan Risa Sarasvati dengan MD
Pictures lewat Danur, tentu dengan mudah MD Pictures percaya dengan karya-karya
yang dihasilkan lewat bukunya.
Ananta, sebuah karya
romantis milik Risa Sarasvati yang diadaptasi oleh MD Pictures yang
dipercayakan proyeknya kepada Rizki Balki. Sebagai sutradara, Rizki Balki sudah
pernah menangani film drama remaja milik MD Pictures juga berjudul Beauty And
The Best. Ananta tentu sangat
bertumpu dengan kehadiran wajah Michelle Ziudith yang sudah berpengalaman
dengan film-film serupa dan didampingi dengan Fero Walandouw dan juga Nino
Fernandez.
Alim Sudio berperan untuk mengadaptasi tulisan buku milik Risa
Sarasvati ke dalam sebuah naskah. Dirinya juga sudah berpengalaman dalam
mengadaptasi buku-buku remaja serupa lewat film A : Aku, Benci, Cinta. Lewat film Ananta, naskah adaptasi yang dilakukan oleh Alim Sudio berhasil
menjadi poin utama di dalam filmnya yang berdurasi 90 menit. Dengan adanya hal
tersebut, Ananta berhasil menjadi
sebuah sajian film drama romantis Indonesia yang manis untuk disaksikan.
Menceritakan tentang Tania (Michelle Ziudith), seorang remaja
perempuan yang sering dianggap aneh oleh teman-temannya karena dirinya yang
sangat anti sosial. Meski begitu, Tania mempunyai bakat menggambar yang sangat
luar biasa. Dengan menggambar itulah, Ananta
bisa bertahan karena dirinya terserap oleh dunia yang dibuatnya sendiri. Hingga
suatu ketika, dia bertemu dengan sosok yang bisa membuatnya mau untuk mengenal
dunia sekitarnya.
Sosok itu adalah seorang laki-laki bernama Ananta Prahadi (Fero
Walandouw). Dia adalah anak baru di sekolah Tania dan tak sengaja bertemu di
ruang guru kala itu. Ananta berusaha
mendekati Tania yang sangat tak mau untuk berinteraksi dengan orang lain. Ananta menemukan kelemahan Tania yang
tak tahan dengan menu nasi kerak dan obrolan tentang lukisannya. Semenjak
itulah, Ananta dan Tania menjadi
dekat satu sama lain.
Sebagai sebuah film drama romantis Indonesia, Ananta memang masih terjebak dengan segala tanda yang bisa
dikategorikan sama dengan film-film serupa. Membahas tentang kehilangan yang
dikemas dengan cara yang sama dan tak bisa menjadi sesuatu yang segar di dalam
genrenya. Tetapi secara mengejutkan, dibalik caranya yang sama dalam mengemas dan
menceritakan hal tersebut, Ananta
berhasil menunjukkan performanya yang pas sehingga film ini masih sangat bisa
dinikmati dibanding dengan film-film serupa.
Naskah adaptasinya adalah bintang utama dari film Ananta ini sendiri. Naskah milik Alim Sudio berhasil menangkap
ceritanya yang awalnya mendayu-dayu tetapi berubah menjadi sesuatu yang
menyenangkan. Tetapi, tak lupa untuk tetap tahu menempatkan momen-momen
romantis yang bisa membawa perasaan penontonnya selama 90 menit. Sayangnya,
Rizki Balki tak berusaha untuk memberikan sesuatu yang lebih agar Ananta bisa menggali perasaan
penontonnya lebih dalam lagi.
Ananta memiliki beberapa
karakter yang bisa memberikan rasa keterikatan yang bisa lebih kuat lagi kepada
penontonnya. Sayangnya, Rizki Balki nampak masih malu untuk mengenalkan
karakter-karakter lainnya dengan lebih baik. Sehingga, Ananta mungkin memiliki linimasa yang cukup melompat dari satu
adegan ke adegan lainnya. Rizki Balki nampaknya tahu kapabilitasnya sehingga
dengan menuturkan cerita utama dari film ini akan jauh lebih bijaksana
dibanding berusaha keras untuk mengatasi hal lainnya.
Kesederhanaan tujuan dari Rizki Balki inilah yang ternyata membuat
film Ananta punya porsinya yang
sangat pas untuk bisa dinikmati oleh segmentasi penontonnya. Rizki Balki mampu
menghadirkan suasana mendayu yang mendukung keromantisan yang ada di film Ananta. Tetapi, unsur komedi yang
diselipkan di dalam naskahnya agar film Ananta
tetap bisa menghibur juga masih mampu ditranslasikan dengan baik olehnya.
Bintang lain yang perlu disoroti di dalam film ini adalah penampilan
dari Michelle Ziudith yang meskipun masih berkutat di genre serupa tetapi bisa memaksimalkan potensinya. Michelle Ziudith
berhasil memerankan sosok Tania yang memang anti sosial lewat gerakan tubuh dan
matanya yang sesuai dengan karakterisasi Tania sesungguhnya. Pun, mampu dengan
sangat kuat membangun ikatan hubungan dengan lawan mainnya, Fero Walandouw.
Film Ananta bukanlah film
pertama dari Fero Walandouw. Tetapi, performanya di dalam film Ananta ini membuktikan bahwa dirinya
bisa menjadi wajah baru yang sangat potensial di perfilman Indonesia. Ikatan
yang terjalin begitu kuat antara Fero Walandouw dan Michelle Ziudith ini akan
berdampak kepada penontonnya. Dengan begitu, suasana romantis, gemas, sekaligus
sedih bisa dengan mudah tergambar dan dengan mudah membawa penonton hanyut ke
dalamnya.
Meskipun, paruh ketiga di dalam film Ananta ini masih memiliki konklusi yang bisa membuat geleng kepala.
Tetapi, film Ananta ditutup dengan
performa Michelle Ziudith yang sangat emosional serta epilog yang manis
sehingga kekurangan tersebut mampu tertutupi dengan hal-hal terbaik di dalam
filmnya. Pun, sepanjang film Ananta
ini penonton juga sudah disuguhi dengan warna sinematografi yang pas dengan
penuturan kisah Tania dan Ananta yang manis namun tak biasa itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar