Selasa, 04 September 2018

MILE 22 (2018) REVIEW : Sebuah Start Yang Belum Maksimal


Setelah Deepwater Horizon dan Patriots Day yang tayang di tahun 2017, maka tahun ini Peter Berg mempersiapkan proyek terbarunya. Proyek terbarunya pun tetap menggandeng aktor Mark Wahlberg untuk diajak kerjasama. Proyek film berjudul Mile 22 ini mungkin telah mendapatkan hype luar biasa, terlebih di ranah dalam negeri, karena menggandeng aktor Indonesia yang terkenal lewat franchise The Raid.

Iko Uwais diajak oleh Peter Berg untuk beradu akting dengan Mark Wahlberg dan beberapa nama lainnya seperti John Malkovich, Lauren Cohan, dan Ronda Rousey. Tentu saja, dengan adanya nama Iko Uwais di dalam film Mile 22 yang notabene digarap oleh Hollywood membuat bangga dan juga membuat penonton Indonesia Penasaran. Iko Uwais pun bukan hanya sekedar cameo dengan screen time yang sedikit di dalam film ini.

Mile 22 tentu akan terasa berbeda dengan 3 film terakhir Peter Berg yaitu Lone Survivor, Deepwater Horizon, dan Patriots Day yang didasari oleh kisah nyata. Peter Berg menunjuk Lea Carpenter untuk menuliskan naskahnya yang juga dibantu oleh Graham Roland untuk mengembangkan ceritanya. Lewat Mile 22, Peter Berg kembali ke jalur fiksi dan berusaha menjadikan film ini sebagai sebuah sekuel yang berkesinambungan.


Bagi yang akan menonton film ini tentu perlu untuk bersiap-siap karena Mile 22 ini adalah sebuah cerita permulaan untuk film-film selanjutnya. Tetapi, Mile 22 ini seakan terasa usaha Peter Berg untuk tetap membuat filmnya sebagai permulaan yang tak menggebu-gebu untuk dijadikan sebuah sekuel. Peter Berg tahu untuk mengawali dan mengakhiri filmnya tanpa memiliki kesan Mile 22 sangat ambisius membangun universe.

Sayangnya, keambisiusannya berubah kepada bagaimana Peter Berg menuturkan setiap menitnya di dalam film Mile 22. Film terbaru dari Peter Berg sebenarnya memiliki cerita yang sederhana di balik temanya yang mengandung unsur politik dan konspirasi. Cerita dengan tema seperti ini memang sudah menjadi ciri khas dari Peter Berg. Hanya saja, penuturan cerita di Mile 22 ini tak semulus seperti apa yang dilakukan Peter Berg di beberapa film terakhirnya.


Mile 22 dipusatkan pada sosok anggota CIA bernama James Silva (Mark Wahlberg) yang sedang berada di sebuah misi penting. James harus membawa seorang mantan polisi yang menjadi saksi kunci yang membawa informasi rahasia demi kelangsungan negara. Polisi tersebut adalah Li Noor (Iko Uwais) yang berasal dari negara Indocarr. James harus bisa membawa oknum ini ke sebuah bandara dengan selamat. Sayangnya, hal itu tidak berjalan dengan mulus-mulus saja.

 Di perjalanannya menuju bandara, banyak sekali orang-orang yang berusaha menghalangi dirinya. Li Noor diincar oleh banyak orang mulai dari polisi melakukan oposisi dan oknum yang bersekongkol dengannya. James Silva tentu saja akan kewalahan untuk menghadapinya sendiri. Dirinya dibantu oleh rekan-rekannya yaitu Alice Kerr (Lauren Cohan), Sam Snow (Ronda Roussey), dan sang bos Bishop (John Malkovich) yang berusaha mengarahkan mereka.


Plot sederhana yang dimiliki oleh Mile 22 ini sebenarnya bisa disampaikan dengan cara yang sederhana pula. Peter Berg mungkin sudah tahu bahwa Mile 22 ini akan menjadi sebuah trilogi yang berkesinambungan nantinya. Sehingga, Mile 22 sebagai sebuah film permulaan ini tentu memiliki banyak cerita pengenalan yang sangat tumpang tindih. Banyak yang ingin dibahas oleh Peter Berg di dalam Mile 22 yang sedang berusaha membangun universe-nya ini.

Apabila Peter Berg mau untuk sedikit menurunkan egonya untuk membangun universenya secara perlahan, Mile 22 bisa jadi sebuah action suspense yang mencengkram penontonnya. Jika saja Peter Berg mau untuk fokus ke dalam misi penyelamatan Li Noor, Mile 22 akan punya intensitas yang lebih dari cukup untuk sebuah film yang berdurasi 94 menit ini. Tetapi, Peter Berg lebih memilih untuk mengelaborasi berbagai macam cerita dan karakter yang malah menyerang balik filmnya.

Hasil akhirnya, banyak karakter yang tak bisa berkembang dengan baik dan sangat terbatas. Meskipun dalam naskah Lea Carpenter ini masih berusaha untuk memberikan konflik-konflik kecil untuk mengembangkan karakter-karakter yang ada. Hanya saja, penyampaian itu tak benar-benar memiliki ruang yang pas di dalam filmnya. Sehingga, karakter-karakter tersebut tak bisa berinteraksi dengan baik kepada penontonnya dan adegan-adegan emosionalnya pun tak bisa berbicara dengan cukup kuat.


Peter Berg masih berusaha untuk tetap memberikan kekhasan di dalam filmnya dan Mile 22 pun masih terasa demikian. Menjunjung tema-tema patriotisme dengan caranya sendiri pun kemasannya yang berusaha untuk realistis. Tetapi, pergerakan kamera dan editing di dalam Mile 22 adalah hal utama yang membuat film ini tak bisa berinteraksi dengan baik. Mile 22 ingin terasa realistis di mata penontonnya sehingga kemasannya lebih dekat ke sifat Mockumentary. Tetapi, tata sunting yang tak rapi malah menyerang balik tujuan Peter Berg dan membuat rasa tak nyaman bagi penontonnya.

Tata sunting yang sengaja dibuat begitu mentah ini memang ditujukan agar membangun intensitas bagi penontonnya. Sayangnya, bagi penonton yang tak bisa toleran dengan gaya seperti ini tentu akan merasa pusing dan universe yang dibangun pun tak akan diingat oleh benak penontonnya. Tetapi, kolaborasi Peter Berg dengan Iko Uwais untungnya masih menghasilkan output yang berjalan dengan baik. Iko Uwais mampu melakukan tugasnya sesuai ekspektasi penonton dan menjadi hal yang paling bersinar di dalam filmnya.

Iko Uwais berhasil menunjukkan kekuatan aktingnya yang semakin berkembang dengan baik. Begitu pula dengan Fight Choreography-nya yang mampu memukau penonton. Sehingga, Iko Uwais bisa menjadi karakter yang dibuat bukan sembarangan. Peter Berg tahu bagaimana caranya untuk membuat kolaborasinya dengan Iko Uwais ini tidak sia-sia. Setidaknya Mile 22 masih memiliki cara untuk memuaskan penonton lewat adegan fighting yang seru.


Mile 22 memang punya dasar ceritanya untuk membangun universe-nya yang besar terlebih memang tujuannya adalah untuk membuat sebuah sekuel. Tetapi, Mile 22 akan lebih cocok untuk dijadikan sebagai episod pilot sebuah serial televisi dengan durasi 60 menit. Masih banyak hal yang menjadi catatan baik secara teknis dan penuturan cerita dari Mile 22 ini agar lebih efektif. Tetapi, dengan performa Iko Uwais dan penyelesaiannya, setidaknya penonton masih memiliki amunisi untuk menunggu seri berikutnya. Berharap saja bakal lebih baik!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar