Tak hanya berkutat dengan setting waktu yang menyesuaikan momen liburan Natal dan Tahun Baru, tapi di film original-nya ini Disney bermain di ranahnya. Mengulik lagi tema fairy tale yang biasa diangkat oleh rumah produksi satu ini dengan sedikit twist yang lain. Godmothered, film persemabahan dari Disney untuk memeriahkan festive liburan tahun ini berasal dari sutradara Bridget Jones yaitu Sharon Maguire. Dimeriahkan pula oleh Jillian Bell dan Isla Fisher yang berkolaborasi di dalam film ini.
Dengan sajian trailer yang menarik, orang-orang yang suka dengan film tema serupa akan dengan mudah jatuh cinta dan menantikan film Godmothered ini. Apalagi, buat penonton yang Sudah familiar dengan cerita-cerita Disney dengan tema seperti ini. Godmothered tentu menjadi sajian yang sangat ringan untuk dinikmati sambil bersantai di rumah bersama keluarga. Jalinan ceritanya memang sederhana, tapi Godmothered bisa membuat penontonnya merasakan kenyamanan untuk menonton hingga akhir.
Gimana gak ringan? Kisahnya juga cuma menceritakan tentang seorang Ibu peri baru bernama Eleanor (Jillian Bell) yang tak Punya kesempatan untuk membuktikan skillnya. Sampai akhirnya dia menemukan sebuah pesan dari seorang anak yang ingin punya kehidupan bahagia. Eleanor merasa ini waktu yang tepat untuknya. Sehingga, dia memutuskan kabur dari negeri ‘dongeng’nya dan menyelesaikan misi dari anak ini untuk menemukan ‘hidup bahagia selamanya’.
Ketika Eleanor sudah rela kabur dan bertemu dengan anak ini, ternyata sang anak sudah berusia paruh baya. Ya, dia adalah Mackenzie (Isla Fisher) yang menjadi seorang janda anak dua yang ditinggal suaminya. Pertemuan pertama mereka tentu membingungkan. Apalagi Mackenzie yang notabene Sudah menjadi dewasa tentu akan susah percaya Eleanor adalah seorang Ibu Peri. Tapi, Eleanor tak patah semangat. Dia mencoba untuk terus membuat Mackenzie percaya dan mewujudkan impiannya.
Disney dan kisah di zona aman tapi bikin nyaman.
Inilah yang dirasakan setelah nonton Godmothered dari Disney yang diarahkan oleh Sharon Maguire yang menjadi Disney+ Originals. Kisah-kisahnya mungkin familiar dengan beberapa film-film Disney yang lain. Tak ada sesuatu yang baru yang dihadirkan di dalam Godmothered sebenarnya. Kisahnya juga sangat predictable. Ya, namanya juga film buat keluarga, jadi plotnya begitu sederhana dan ringan. Tapi, charm-nya masih bisa dirasakan dengan sangat kuat. Tipe-tipe film yang kalau kelar nonton, bisa bikin hati bahagia.
Perjalanan filmnya juga pas untuk diikuti berkat performa Jillian Bell dan Isla Fisher yang bisa menghidupkan suasana filmnya. Atmosfir film liburan yang menyenangkan ini melekat dengan mudah di dalam film ini. Tentu, menjadi teman tontonan liburan bersama keluarga yang sesuai. Tapi, ada beberapa perubahan pesan yang berusaha disampaikan tentang film ini. Godmothered berusaha medaur ulang pesan usang dari Disney tentang kehidupan “bahagia selamanya”.
Inilah menariknya Disney dengan karya-karya terbarunya. Meski tetap berada di zona aman dalam jalinan ceritanya, tapi ada redefinisi dalam pesan-pesan usangnya. Godmothered juga melakukan tren yang sama. Memberikan pengertian kepada penontonnya bahwa standar “bahagia selamanya” bagi Setiap orang mungkin berbeda-beda. Terutama pada karakter-karakter perempuan di dalam film ini.
Iya, perempuan biasanya menganggap bahwa “hidup bahagia selamanya” adalah dengan menikahi seorang “pangeran” tampan dalam hidupnya. Standar inilah yang berusaha dipatahkan dalam film Godmothered. Begitu pula dengan apa yang ditulis di dalam film ini. Perempuan bisa memilih apapun keputusan dalam hidupnya selama dia bahagia. Bahkan, lewat dominasi karakter perempuan di dalam film ini, menunjukkan bahwa sesama perempuan pun bisa menguatkan satu sama lain. Karena tak selamanya memiliki pendamping hidup adalah goals utama dari semua perempuan di dunia.
Dengan pesan yang cukup berat ini, tapi Godmothered tahu bahwa film ini punya targetnya. Siapa lagi kalau bukan penonton keluarga dan untuk semua usia. Dengan pesannya yang besar, mungkin penyelesaian ceritanya juga dianggap terlalu mudah. Ini adalah kelemahan dari Godmothered. Penutupnya yang terlalu mudah, terlalu padat, tapi emosi yang disampaikan di film ini tak terlalu kuat. Jadinya, penyelesaian film ini akan berlalu begitu saja.
Belum lagi subplot lain yang hadir di film ini yang malah kesannya hanya sebagai pendamping. Mungkin hanya digunakan sebagai syarat agar plot ceritanya bisa berjalan sampai 100 menit. Tapi, semuanya terasa terlalu cepat, tanpa perlu dikulik lebih. Mungkin ini juga yang dilakukan agar film ini tetap terasa ringan untuk ditonton.
Ya, tapi Godmothered tetap menyenangkan untuk disaksikan di tengah suasana pandemi yang tak kunjung mereda. Menonton film ini akan membuat hati bahagia. Apalagi, Godmothered serasa berusaha untuk mengingatkan penontonnya dengan film yang lain. Seperti kisah-kisah klasiknya, Cinderella hingga kisah klasik moderen-nya lewat Enchanted. Meski film ini belum bisa menyaingi keduanya, tapi ini adalah feel-good film yang sayang buat dilewatin gitu aja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar