Kisah cinta klise dua insan memang mungkin memiliki segmentasinya
sendiri. Bisa jadi, film-film dengan tema seperti itu menjadi sebuah guilty pleasure yang dinikmati oleh
banyak orang. Tetapi bila salah pengemasan, hal tersebut akan menjadi senjata
makan tuan bagi pembuatnya. Jika salah film dengan genre ini akan kehilangan
segmentasinya. Bahkan kekecewaan bukan hanya datang untuk segmentasi tersebut,
tetapi juga penonton luas yang ingin menyaksikan film tersebut.
Di banyak judul film-film Indonesia, genre ini menjadi salah satu yang
sering muncul. Banyak sekali judul yang menggunakan formula tersebut.
Formula-formula plot ceritanya pun hampir sama, hanya saja dikemas berbeda di
setiap judul filmnya. Screenplay Production adalah salah satu rumah produksi
yang selalu menghasilkan film-film dengan genre terkait. Bahkan, film-film
produksinya mendapatkan perolehan angka penonton yang fantastis. Tahun ini pun,
London Love Story, meraih 1 juta penonton.
Dengan adanya fenomena ini, Screenplay Production pun semakin gencar
memproduksi film-film. Asep Kusdinar tetap didapuk sebagai sutradara andalan
dari rumah produksi tersebut. Film kedua dari rumah produksi satu ini adalah I
Love You From 38.000 Feet (ILY From 38.000 FT). Bekerja sama dengan Legacy
Pictures, film ini tetap menggunakan formula yang sama dan bongkar pasang nama
pemain dari film-film sebelumnya. Dan kali ini, nama Michelle Ziudith dan Rizky
Nasar kembali dipasangkan di film terbarunya.
Plot cerita I Love You From 38.000 Feet (ILY From 38.000 FT) pun penuh
dengan kisah pertemuan sepasang sejoli. Meracik formula-formula usang untuk
menjadi sebuah plot cerita yang dibedakan latar dan konfliknya. Itulah yang
dilakukan oleh I Love You From 38.000 Feet (ILY From 38.000 FT) yang
menceritakan tentang Aletta (Michelle Ziudith) yang sedang kabur dari rumahnya
ke Bali. Di dalam pesawat perjalanannya menuju Bali, dia bertemu dengan Arga
(Rizky Nasar) yang bekerja di sebuah saluran tentang alam.
Arga sedang membutuhkan seorang pembawa acara karena pembawa acara
miliknya sedang sakit. Aletta pun berinisiatif untuk membantu Arga untuk
menjadi pembawa acara di sana. Tetapi, hal tersebut menjadi polemik bagi rekan-rekan
kerja Arga. Tetapi, Arga tetap memintanya sebagai pembawa acara bagi saluran
miliknya. Di saat itulah, tumbuh rasa di hati Aletta terhadap Arga. Dia jatuh
cinta dengan sosok dingin Arga yang entah akan mencintai dia kembali atau
tidak. Yang jelas, Aletta benar-benar menaruh hati kepada Arga.
Maka, bersiaplah dengan apa yang ditawarkan oleh I Love You From
38.000 Feet (ILY From 38.000 FT). Secara garis besar plot cerita, mungkin
hal-hal itu wajar terjadi di dalam film-film serupa. Tetapi, I Love You From
38.000 Feet (ILY From 38.000 FT) dikemas dengan dialog-dialog puitis masa kini
yang mungkin akan menyenangkan segmentasinya sehingga menimbulkan fenomena
#BaperBarBar. Dialog-dialog tersebut mencoba untuk terlihat memiliki makna yang
dalam tentang suatu hubungan. Nyatanya, dialog-dialog tersebut ternyata tak
memiliki dampak selain kesan mendayu-dayu yang coba ditekankan oleh filmnya.
Semua dialog yang dilantunkan oleh para pemainnya pun terkesan janggal
dan canggung untuk didengarkan. Pun, ikatan kedua pemainnya belum muncul
terlalu kuat. Sehingga, muncul kesan malas di antara kedua pemainnya, entah
akan banyaknya dialog yang harus dia hafalkan atau pemain utamanya hanya
sekedar bosan. Bisa jadi, kedua pemainnya mungkin tak mendapatkan peran yang memiliki
signifkansi di antara kedua film sebelumnya. Hingga, mereka pun juga tak
memunculkan performa yang maksimal.
Tak ada perkembangan yang dilakukan oleh Michelle Ziudith dan juga
Rizky Nasar. Bahkan keduanya pun seperti tak punya kekuatan untuk mengeksplorasi
karakternya. Permainan karakter yang diperankan oleh mereka pun terkesan
seperti kertas yang tipis, tak bisa memberikan sebuah emosional sehingga
penonton merasa simpati. Itulah, yang membuat I Love You From 38.000 Feet (ILY
From 38.000 FT) tak bisa memiliki presentasi yang mumpuni di tengah premis
ceritanya yang bukan menjadi senjata andalannya. Bahkan, dalam penyampaian
plotnya juga mengalami masalah.
I Love You From 38.000 Feet (ILY From 38.000 FT) mengalami berbagai
kekurangan. Bagaimana sang sutradara menjelaskan setiap konflik yang terkesan
seperti memotong beberapa bagian penting di dalam naskahnya yang seharusnya
jadi alasan utamanya. Sehingga, apa yang ditampilkan di dalam cerita I Love You
From 38.000 Feet (ILY From 38.000 FT) terkesan loncat-loncat dan terlalu
buru-buru. Asep Kusdinar lebih menonjolkan dialog-dialog yang terdengar ‘ajaib’
itu ketimbang alasan-alasan penting di dalamnya. Di mana, hal tersebut sangat
berpengaruh bagi kelangsungan durasinya yang mencapai 100 menit.
Di bawah naungan Legacy Pictures, I Love You From 38.000 Feet (ILY
From 38.000 FT) mengalami perubahan secara signifikan secara teknis. Tata suara
dan tata gambar di dalam I Love You From 38.000 Feet (ILY From 38.000 FT)
adalah poin yang mengalami perubahan dibandingkan dengan dua film Screenplay
Production sebelumnya. I Love You From 38.000 Feet (ILY From 38.000 FT) terasa
lebih sinematis, sehingga tata dan nilai produksi teknis filmnya lebih layak
jika dikategorikan ke dalam film yang rilis di bioskop.
Maka, problematika yang ada dalam presentasi I Love You From 38.000
Feet (ILY From 38.000 FT) ini adalah plot cerita dan penyampaian yang masih
belum bisa dikategorikan ke dalam pengalaman sinematis. Michelle Ziudith dan
Rizky Nazar pun belum bisa mengeksplorasi dan terjebak ke dalam karakter yang
itu-itu saja. Sehingga, tampil interpretasi
bahwa mereka terasa malas dan apa adanya untuk bermain di dalam film I
Love You From 38.000 Feet (ILY From 38.000 FT). Tetapi, secara teknis, I Love
You From 38.000 Feet (ILY From 38.000 FT) terasa lebih pas untuk disaksikan di
bioskop.
Keren ini film..
BalasHapusKapan tyang di tv
BalasHapus