Genre perfilman Indonesia akhir-akhir ini pun semakin berwarna. Mulai
dari drama, komedi, hingga film aksi mulai sering dibuat oleh film-film
Indonesia. Hingga pada akhirnya, Oreima Films dan juga Kaninga Pictures
berusaha untuk memberikan sebuah genre baru di perfilman Indonesia untuk
mewarnai keragaman di dalamnya. Muncullah sebuah ide untuk membuat sebuah disaster movie yang mungkin sudah bukan
hal baru di industri perfilman Hollywood.
Proyek ini sudah terdengar proses pembuatannya sejak tahun 2015,
dengan banyak memunculkan teaser-teaser poster yang cukup menggugah minat calon
penontonnya. Jakarta Bangkit pada awalnya menjadi judul atas proyek film ini
hingga pada akhirnya memutuskan untuk memilih judul Bangkit! sebagai judul akhir. Dengan tagline ‘karena menyerah bukan pilihan’, Rako Prijanto berusaha
keras untuk mengarahkan film bencana pertama yang ada di Indonesia yang
dibintangi oleh Vino G. Bastian, Acha Septriasa, Deva Mahenra, dan juga Putri
Ayudya.
Sebagai yang pertama di perfilman Indonesia, Bangkit! mungkin akan dipenuhi dengan banyak pertaruhan. Entah
secara kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan oleh film Bangkit! ini sendiri. Apalagi, film ini dipenuhi dengan gegap
gempita visual efek yang mulai dari awal film hingga akhir. Yang mana, di dalam
bidang tersebut film-film Indonesia mungkin bisa dikatakan belum mahir bahkan
masih sangat lemah. Sehingga, tak salah jika penonton masih merasa was-was
dengan film ini. Tetapi, Bangkit!
adalah sebuah film Indonesia yang penting untuk diapresiasi di tahun 2016 ini.
Bangkit! terinspirasi dengan
sebuah realita tentang kota Jakarta yang sering terkena banjir. Maka, Rako
Prijanto dan tim berusaha untuk membentuk sebuah bahasa visual yang dapat
menjelaskan realita itu dengan karakter-karakternya. Di mana, Addri (Vino G.
Bastian) adalah kepala dari sebuah keluarga bahagia bersama Indri (Putri
Ayudya). Addri pun sangat berjasa dengan jasanya sebagai ketua Basarnas yang
selalu sigap atas keluh kesah warga kota Jakarta. Ketika sebuah bencana datang,
Arifin (Deva Mahenra) adalah seseorang yang ditolong olehnya.
Bencana tersebut membuat Arifin datang ke upacara pernikahannya dengan
sang kekasih, (Acha Septriasa) karena tenggelam di sebuah bangunan karena
banjir. Tetapi, kegentingan masalah pribadi tersebut ternyata hanya menjadi
sedikit kecil dari problematika yang ada. Karena masalah terbesar adalah
Jakarta sudah dalam fase banjir yang menghawatirkan. Badai terus menyerang kota
Jakarta hingga volume air sudah tak dapat menampung. Addri dan Arifin mencoba
untuk mencari solusi atas bencana yang tak kunjung berhenti ini.
Bangkit! mungkin memiliki
cerita-cerita khas Hollywood dalam membangun sebuah film dengan tema bencana di
dalam filmnya. Bangkit! terlihat
memiliki banyak referensi dengan tema-tema film serupa, sehingga Bangkit! mungkin memiliki sebuah
kematangan dalam mengemas filmnya. Karakter di dalam film Bangkit! memang terlampau banyak dengan problematikanya
masing-masing. Akan terasa sekali di awal film, Rako Prijanto kebingungan untuk
mengenalkan satu persatu karakter di dalam film Bangkit!
Belum selesai dalam mengenalkan para karakternya, Rako Prijanto
langsung menghajar penonton dengan konflik utama di dalam film Bangkit!. Sehingga, penonton mungkin
terasa sedikit kesusahan untuk memberikan sebuah simpatinya dengan para
karakter di dalam film ini. Namun, perlahan Rako Prijanto tahu untuk mengarahkan
subplot ceritanya yang belum cukup tertata di 20 menit awal film. Semakin lama,
Bangkit! semakin mencengkram
penontonnya dengan konflik-konflik yang ada.
Bangkit! akhirnya menyatukan
semua problematika karakter sehingga dapat memberikan fokus besar terhadap
konflik utama di dalam film ini. Sebagai sebuah pionir atas film dengan genre
bencana ini, Bangkit! mungkin akan
terjebak dalam sebuah film yang dijadikan sebagai ajang pamer atas pencapaian
visual efek. Ternyata Bangkit! berada
di luar dugaan. Tahu bahwa film ini masih lemah dalam menampilkan gegap gempita
visual efek, Bangkit! berusaha untuk
berusaha mencengkram penontonnya dengan konflik-konflik yang menumbuhkan sebuah
simpati.
Rako Prijanto berhasil memunculkan sebuah emosi dari setiap
karakternya meskipun membutuhkan waktu yang cukup lama. Hal itu pun dipengaruhi
oleh plot-plot sampingan dari film Bangkit!
yang terlalu banyak. Sehingga, mungkin durasi film terasa membengkak hingga 122
menit karena membutukan penyelesaian di setiap konfliknya. Tetapi, Bangkit! bisa memberikan sesuatu yang
menarik yang membuat penonton betah mengikuti konfliknya hingga akhir.
Bicara tentang visual efek, Bangkit!
mungkin masih memiliki kelemahan dalam presentasinya. Tetapi kerja kerasnya
dalam memberikan sebuah detil-detil di dalam editing visual efeknya, hal
tersebut patut untuk diacungi jempol. Beberapa mungkin terlihat kasar, tetapi
beberapa efeknya masih mampu memberikan sebuah tensi di dalam filmnya. Secara
visual efek, Bangkit! jelas tak bisa
dibandingkan dengan film-film luar negeri yang sudah terbiasa dengan grafis
komputer. Sehingga, dalam menilai film ini tentu perlu parameter yang berbeda.
Maka, sebagai sebuah pionir sebuah film dengan genre seperti ini, Bangkit! bisa dikatakan memiliki
presentasi yang berhasil. Meskipun, Bangkit!
masih memiliki problematika dalam memberikan sebuah keterikatan dengan
penontonnya, tetapi pada akhirnya Bangkit!
berhasil menumbuhkan simpati penonton setelah 20 menit pertama. Pun, hal itu
semakin mengikat penonton hingga akhir film dan bagusnya Bangkit! mengetahui kelemahannya dalam memamerkan visual efek yang
luar biasa. Sehingga, Rako Prijanto menjadikan hal tersebut sebagai sebuah
bonus yang berbeda di perfilman Indonesia. Jadilah, Bangkit! sebagai salah satu sebuah film Indonesia yang penting di
tahun ini dan berbeda.
nice review mas arul
BalasHapus