Pembuat film Indonesia memang tak henti-hentinya membuatkan film
biopik dari sosok orang terkenal. Ini layaknya sebuah tren bagi mereka untuk
menghipnotis calon penontonnya agar berbondong-bondong pergi ke bioskop. Salah
satunya adalah membuatkan sebuah film biopik dari presiden-presiden Republik
Indonesia. Pak B.J. Habibie sempat mendulang sukses dengan film kisah cinta
sejatinya dengan Ibu mendiang Ainun pada tahun 2012.
Seperti berusaha untuk menggaet lebih besar lagi, kisah tentang sosok
presiden ketiga Indonesia ini pun dibuatkan sebuah prekuel. MD Entertainment
seperti ingin mencoba lagi kesuksesan dari Habibie & Ainun yang mencapai
4,5 juta penonton pada tahun tersebut. Hanung Bramantyo pun didapuk sebagai
pengarah dari prekuel cerita kehidupan sang mantan presiden Republik Indonesia
kali ini. Rudy Habibie diangkat dari
sebuah novel yang ditulis oleh Gina S. Noer.
Beragam komentar muncul sejak film Habibie & Ainun dirilis. Ada
yang suka, pun ada pula yang menganggap kesuksesan film tersebut hanya karena
jajaran pemainnya yang berlakon sangat apik. Maka, tak heran jika hype yang muncul untuk film Rudy Habibie pun memiliki komentar yang
beragam. Maka, Hanung Bramantyo pun perlu pembuktian dalam presentasinya agar Rudy Habibie tak sekedar mendapat tatapan
sinis dari calon penikmatnya.
Lantas, Rudy Habibie pun
memberikan sebuah presentasi yang belum bisa memuaskan hati penontonnya. Banyak
celah-celah yang perlu diperbaiki dan diperhatikan lebih lagi agar Rudy Habibie menjadi sebuah presentasi
yang menyenangkan untuk diikuti. Apalagi, Rudy
Habibie memiliki durasi sekitar 140 menit. Jelas, sang sutradara perlu
menjaga setiap aspek cerita agar Rudy
Habibie tak menjadi sebuah film yang enak diikuti. Sayangnya, Rudy Habibie tak memiliki itu.
Rudy Habibie terpecah
menjadi dua babak cerita yang memiliki nada cerita yang berbeda. Cerita pertama
tentang bagaimana Rudy Habibie (Reza
Rahadian) sedang menjalani kehidupannya sebagai seorang mahasiswa di negara
Jerman. Di sana, dia menjadi salah satu mahasiswa yang berprestasi baik bidang
akademis maupun non akademis. Namun, kehidupannya tak berjalan mulus ketika
Rudy menjadi ketua atas organisasi pemuda Indonesia di sana.
Rudy berusaha untuk mengadakan konferensi tentang industri penerbangan
yang dapat membangun Indonesia bersama teman-temannya. Hingga pada akhirnya ia
bertemu dengan wanita cantik bernama Ilona (Chelsea Islan) sebagai pemanis
cerita cinta Rudy. Di setiap usahanya untuk menemukan solusi atas
problematikanya, film ini menggunakan dasar cerita Rudy kecil yang sangat dekat
dengan bapaknya (Donny Damara) yang sudah meninggal. Tetapi, terjadi
inkonsistensi dalam penyampaian ceritanya sehingga dua plot cerita tersebut
menjadi tak senada.
Proyek ini memang sudah sangat ambisius semenjak film ini belum dirilis
oleh MD Entertainment. Dan rasa ambisius film ini semakin menguat terlihat
dengan bagaimana presentasi ceritanya secara keseluruhan. Hanung Bramantyo dan
Gina S. Noer selaku penulis naskah terlalu ingin menyampaikan semua
problematika hidup Habibie muda. Sehingga, konflik film ini pun melebar karena
subplot cerita di dalam film ini terlalu banyak. Itulah yang menjadikan
presentasi dari sosok Rudy Habibie tak karuan.
Dengan durasi sepanjang 140 menit, ternyata tak menjadikan Rudy Habibie memiliki ruang gerak untuk
memunculkan sebuah ekplorasi di satu plot utama dan penyelesaiannya. Alih-alih
terfokus atas satu problematikanya, Rudy
Habibie pun merumitkan dirinya sendiri. Sang sutradara pun seperti bingung
harus menyampaikan apa di dalam filmnya tersebut. Sehingga, penonton tak dapat
menangkap tujuan akhir yang ingin dicapai oleh film Rudy Habibie.
Hal tersebut juga berkat penyampaian sebuah resolusi masalah yang
terkesan dipermudah. Seperti apa yang dipegang teguh oleh sang karakter utama
bahwasanya menjadi seseorang harus seperti air yang mengalir, maka itu pula
yang dipegang untuk dijadikan pedoman dalam menyelesaikan babak akhir filmnya.
Ya, buat saja sang karakter utama seputih mungkin hingga sang antagonis akan
berperilaku baik sendiri dengan sang karakter utama. Itulah yang membuat film Rudy Habibie yang kaya akan subplot tetapi
minim atas eksplorasi dalam penyelesaiannya.
Habibie & Ainun mungkin berhasil memberikan sebuah representasi
atas sosok presiden ketiga Republik Indonesia sehingga membuat penontonnya
dapat bersimpati. Tetapi, ada rasa yang berbeda ketika menyaksikan film Rudy Habibie yang juga menceritakan
orang yang sama. Rudy Habibie yang
terlalu ambisius tak bisa menangkap simpati penontonnya. Adanya sebuah hiper
realitas yang terjadi di dalam filmnya, di mana sang pembuat filmnya sendiri
tak bisa membedakan fakta dan unsur fiktifnya. Sehingga, Rudy Habibie pun terkesan menjadi sebuah film fiktif atas sosok
nyata di masyarakat.
Maka, Rudy Habibie pun
terlihat sebagai sebuah adaptasi bebas, tak bisa digunakan sebagai acuan untuk
penikmatnya sebagai sebuah perjalanan histori kehidupan pak Habibie. Penonton
mungkin akan bertanya-tanya akan validitas atas kebenaran yang tersaji di dalam
film Rudy Habibie. Akan muncul
pertanyaan-pertanyaan ‘apakah benar sosok Rudy
Habibie dulu seperti itu?’. Hal tersebut muncul bagaimana penggambaran yang
mungkin terlihat kurang tepat di dalam filmnya.
Pun, secara teknis, Rudy Habibie
tak terlihat ada sesuatu yang spesial. Berbeda dengan Habibie & Ainun yang
berhasil menangkap gambar-gambar cantik di dalamnya, Rudy Habibie mungkin minim akan itu. Pula dengan tatanan teknis
lainnya seperti tata suara dan editing yang terlihat bagaimana Rudy Habibie sepertinya kurang
memperhatikan hal tersebut. Sehingga, Rudy
Habibie minim akan sesuatu yang spesial yang mempercantik presentasinya.
Rudy Habibie jelas akan
menjadi sebuah franchise bagi MD Entertainment yang akan meraup jutaan penonton, asal formulanya tak
membuat penonton jengah. Setelah berhasil menaikkan citra mantan presiden
ketiga Republik Indonesia lewat Habibie & Ainun, ternyata Rudy Habibie adalah sebuah penurunan
citra atas sebuah representasi yang melupakan sebuah fakta. Maka, jalinan Rudy Habibie yang berdasarkan sosok
nyata masyarakat malah menimbulkan sebuah tanya. Pun, dengan presentasi cerita
penuh inkonsistensi yang terjalin panjang selama 140 menit. Maka, penonton pun
akan penuh perjuangan untuk menyelesaikan cerita hidup pak Habibie muda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar