Avengers : Infinity War yang
rilis akhir April lalu telah mengubah bagaimana film tentang superhero Marvel
menetapkan sebuah standar. Serta, memunculkan banyak pertanyaan yang perlu
dijawab di akhir film Avengers : Infinity
War. Setelah banyak klimaks yang hadir lewat Avengers : Infinity War, Marvel memberikan sebuah rencana lain
untuk membuat penggemarnya sedikit ketenangan sambil menunggu lanjutan dari Avengers : Infinity War.
Ant-Man and The Wasp menjadi
back up plan dari Marvel bagi
penggemar agar sedikit merelaksasi pikirannya dari plot cerita yang cukup
banyak ketegangan dari Avengers :
Infinity War. Sekuel dari Ant-Man and
The Wasp ini kembali disutradarai oleh Peyton Reed dan berganti penulis
naskah dari Edgar Wright dan Joe Cornish ke Chris McKenna dan 4 orang lainnya.
Tetapi, yang perlu diperhatikan adalah Paul Rudd masih memiliki kontrol atas
naskah dari film Ant-Man ini.
Tentu saja Paul Rudd tetap menjadi sosok Scott Lang ini dan
problematikanya pun tetap berada di jalur yang lebih kecil dibanding film-film
Marvel lainnya. Ant-Man selalu menelisik ranah kekeluargaan dan dirilis setelah
film Avengers telah dirilis. Film pertamanya yang dirilis setelah Age of
Ultron, kini giliran Ant-Man and The Wasp
rilis setelah Infinity War. Mungkin, Ant-Man
and The Wasp memiliki skala pendekatan yang jauh lebih intimate dan sempit, tetapi hati yang besar hadir di film ini dan
menjadi peredam yang manjur setelah banyak klimaks yang terjadi di beberapa
film Marvel sebelumnya.
Ant-Man and The Wasp tetap
memberikan konflik yang tak muluk-muluk dan menjadikannya sebagai ciri khas
yang menempel di film-film Ant-Man. Tetapi, kesederhanaan yang ada di setiap
konfliknya inilah yang menjadi kekuatan di dalam filmnya. Ranah personal
tentang orang-orang yang disayangi, keluarga, dan persahabatan yang kental
adalah area bermain bagi Peyton Reed saat mengembangkan karakter Scott Lang di
film Ant-Man and The Wasp.
Dengan begitu, karakter Scott Lang ini akan terasa dekat kepada
penontonnya. Banyak yang menyayangkan kehadiran plot cerita milik Ant-Man and The Wasp tak bisa sebesar
dan megah seperti film-film Marvel lainnya. Konflik ceritanya yang dalam ranah
yang sempit itu pun sudah ditegaskan lewat karakter berkekuatan supernya yang
juga memiliki kemampuan mengecilkan dirinya seukuran semut. Meski begitu,
Peyton Reed mampu meracik bumbu di dalam Ant-Man
and The Wasp sehingga memiliki cita rasa yang akan dirindukan oleh
penggemar film superhero Marvel.
Ant-Man and The Wasp
mengulik kehidupan Scott Lang (Paul Rudd) paska apa yang dia lakukan setahun
setelah Captain America : Civil War. Dirinya kali ini kembali menjadi seorang
tahanan, tetapi dia adalah tahanan rumah. Sesekali Scott Lang masih bisa
bermain dengan Cassie (Abby Ryder Forston), anaknya yang mengunjunginya di
rumah. Banyak hal yang berusaha dilakukan oleh Scott agar tidak merasa bosan
saat menjadi tahanan rumah.
Hingga suatu ketika, Scott Lang ‘bertemu kembali’ dengan Hope
(Evangeline Lily) dan Dr. Hank Pym (Evangeline Lily) yang sedang dalam proses
membuat terowongan menuju Quantum Realm. Hal ini sangat kebetulan karena Scott
juga mendapatkan sebuah mimpi tentang anak kecil dan seseorang di Quantum
Realm. Tetapi, proyek milik Hank Pym ini harus diselamatkan karena ada sosok
bernama Ghost (Hannah John-Kamen) yang ingin menghalangi proyek ini dengan
motif misterius.
Sayangnya, saat menceritakan sosok misterius bernama Ghost ini Ant-Man and The Wasp memang kewalahan.
Sehingga, Ant-Man and The Wasp harus
kembali berhadapan dengan problematika lama film-film stand alone milik Marvel
sebelumnya yang memiliki karakter villain
yang lemah. Ghost memang hadir dengan screen
time yang cukup banyak. Hanya saja, kehadirannya di dalam film ini hanya
sebagai formalitas seorang penjahat yang harus berhadapan dengan sang manusia
super.
Tak ada pembangunan karakter yang akan berdampak signifikan dengan
presentasi Ant-Man and The Wasp.
Tetapi, Peyton Reed tahu bahwa apa yang diarahkannya ini sebenarnya adalah
sebuah film keluarga dalam sebuah film superhero. Sehingga, pendekatannya tak
berusaha untuk menjadi terobosan baru melainkan menggunakan formula lama.
Tetapi, Peyton Reed masih bisa menjadikan Ant-Man
and The Wasp menjadi sesuatu yang sangat menghibur.
Peyton Reed tahu akan porsinya dalam mengarahkan Ant-Man and The Wasp. Film ini memiliki pacing yang sangat pas
meski dengan konflik yang cukup tumpang tindih. Kesederhanaan dalam mengemas Ant-Man and The Wasp butuh ketelitian
dari Peyton Reed. Kesederhanaan inilah yang membuat Ant-Man and The Wasp begitu kaya akan rasa. Semuanya mengalir tanpa
ada hambatan mulai dari penyampaian cerita, sekuens aksi, hingga lelucon riuh
yang berkolaborasi menjadi satu.
Semuanya bersautan satu sama lain dengan penempatan yang tak tumpang
tindih, berada di timing yang tepat.
Sehingga, 120 menit milik Ant-Man and The
Wasp ini sangat terasa pas untuk bercerita. Peyton Reed sepertinya memiliki
misi untuk mendekatkan dan mengembangkan karakter Scott Lang sebagai superhero
baik untuk dunia maupun keluarganya kepada penonton. Sehingga, penonton akan
mudah merasa dekat dan menaruh simpati kepada karakternya.
Caranya untuk fokus terhadap konflik dari Scott Lang adalah untuk
menumbuhkan hati yang sangat besar saat berbicara tentang keluarga dan
menyelamatkan dunia. Tujuan akhir dari Ant-Man
and The Wasp saat menghadapi musuhnya adalah kembali ke orang-orang yang
mereka sayangi. Meski dengan skala yang lebih kecil, Ant-Man and The Wasp dirasa perlu untuk hadir di tengah gempuran
film superhero Marvel. Ant-Man and The Wasp adalah medium untuk
mengingatkan penontonnya untuk kembali memikirkan hal-hal kecil di sekitar
mereka, terutama tentang keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar