Awards season is on. Film-film kaliber Oscar dari berbagai sutradara
pun sudah mulai bermunculan. Meskipun, pihak distributor Indonesia selalu ragu
dalam mengimpor film non-mainstream
yang tak banyak diminati. Sayangnya, doktrin seperti itulah yang masih menghantui
distribusi sebuah film di Indonesia. Pada akhirnya, penonton Indonesia pun
lebih terbiasa dengan film dengan sajian hiburan instan yang tak memiliki
kualitas yang benar. Asal ada tembak-tembakan, aksi non-stop, efek CGI
berlebihan dan apapun itu yang menurut mereka bisa memaksimalkan sound system milik bioskop sehingga
mereka tidak merasa rugi menghabiskan uang mereka untuk menonton satu film.
Film-film kaliber Oscar pun menjadi sebuah sajian segmented yang mungkin hanya bisa dinikmati oleh sebagian orang
yang benar-benar mengerti. Sayangnya, orang-orang dengan selera yang sedikit ‘tidak biasa’ dalam menonton sebuah
film, bisa dianggap sebagai kaum minoritas. Maka dari itu, distributor
Indonesia menunggu euphoria yang sangat tinggi tentang film-film seperti ini
agar mereka tidak sia-sia saat mengimpor film tersebut. The Wolf of Wall Street
menjadi salah satu film yang masuk dalam kategori film kaliber Oscar yang akan
mendapat respon sedikit ketimbang film yang lain.
Menceritakan Jordan Belfort (Leonardo DiCaprio), seorang pialang di
salah satu perusahaan besar di Wall Street yang sudah mulai mencintai apa yang
dikerjakannya. Ketika itu, dia bekerja pada seseorang bernama Mark Hanna
(Matthew McCounaghey). Setelah cukup lama menikmati banyak hasil dari
pekerjaannya, Jordan Belfort harus rela untuk meninggalkan pekerjaannya karena
perusahaan saham yang menaunginya harus gulung tikar.
Jordan Belfort pun akhirnya ingin bekerja menjadi seorang pialang lagi
dan merintis karirnya lagi di bidang yang sama. Lewat perusahaan saham yang
kecil hingga akhirnya dirinya dapat membuka sebuah perusahaan saham sendiri
bersama dengan teman-temannya. Mereka pun berada di titik puncak hingga suatu
saat mereka melakukan tindakan ilegal yang harus membuat mereka diincar oleh
FBI.
Sex, Drugs, and Party every time
Setelah menyapa penontonnya lewat drama keluarga tentang sejarah
perfilman lewat film Hugo, Martin Scorsese kembali lagi menyapa penontonnya
dengan genre mafia. Kali ini, mafia di dunia saham yang coba diangkat ke dalam feature film miliknya. Martin Scorsese,
nama yang sudah besar di jagat perfilman Hollywood.
Film-film miliknya yang selalu masuk ke dalam ajang-ajang bergengsi dengan
kualitas yang benar-benar terjaga. Bisa dibilang, Martin Scorsese adalah salah
satu sutradara yang melegenda di perfilman Hollywood.
Beberapa filmnya mungkin segmented,
seperti Hugo meskipun dikemas dengan
packaging seringan mungkin dengan pendekatan yang lebih heartwarming, tetapi tak semua orang menyukainya. The Wolf of Wall
Street menjadi packaging yang berbeda dengan film-film yang ada di dalam
feature film miliknya. The Wolf of Wall Street bisa dibilang film biografi dari
seorang kriminal dengan pendekatan black comedy yang sangat kental, pendekatan
yang sangat pop serta tanpa membuat
biografi itu memihak ke tokoh utama itu atau bisa dibilang pencitraan kembali
sang karakter utama, Jordan Belfort.
The Wolf of Wall Street menjadikan film dengan durasi 165 menit ini
menjadi salah satu film yang notabene panjang tetapi kita menikmati apa yang
disajikan di film ini. Bagaimana Martin Scorsese tahu benar mengarahkan filmnya
dengan sangat baik, mengarahkan setiap detil 165 menit ini menjadi sajian yang
sangat menyenangkan untuk diikuti. Tetapi, bagaimana Terence Winter akhirnya
mulai stuck dengan apa yang coba ia ceritakan ketika paruh tengah film. The
Wolf of Wall Street serasa overlong dengan isinya yang penuh dengan hura-hura.
Menggambarkan gaya hidup hedonis milik Jordan Belfort yang sudah mulai
tamak akan kekayaan yang didapatkannya. Di sinilah, ketika gaya hidup hedonis
milik Jordan Belfort yang sudah mulai terasa overexposed sehingga setiap detil cerita yang beberapa bisa di skip
sana dan sini mungkin akan bisa membuat cerita dari The Wolf of Wall Street ini
bisa lebih efektif. Sehingga dengan durasi 165 menit (seharusnya 180 menit jika rilis di US, tetapi beberapa adegan party dan nudity dipotong oleh LSF) terkesan berputar-putar di konflik
yang itu-itu saja hingga terkadang lupa untuk melanjutkan konflik cerita yang
sebenarnya.
Sekali lagi, beruntung Martin Scorsese memiliki skill directing yang
sudah tidak bisa diragukan lagi. Cerita yang sudah terkesan stuck itu pun masih
memiliki berbagai intrik yang menarik dan jelas mengundang tawa dengan black
comedy-nya yang sangat menghibur. Martin Scorsese pun bisa memasukkan
unsur-unsur psikologis dan moral value tanpa terkesan menggurui, bukan tersurat
namun tersirat di berbagai adegannya.
Menyindir gaya hidup orang-orang kaya baru yang kaget dengan harta yang
tiba-tiba dimilikinya hingga suatu saat harta tersebut juga akan diambil
tiba-tiba dan hal itu direpresentasikan ke dalam karakter Jordan Belfort dengan
berbagai sindirannya yang mungkin akan membuat kita menertawai hal tersebut. Tetapi,
hal yang ditertawakan tersebut adalah realitas yang memang sebenarnya terjadi
di lingkungan sekitar dan dikritik begitu tajam oleh Martin Scorsese yang pasti
akan menusuk beberapa orang yang melakukan hal yang sama seperti Jordan
Belfort.
Leonardo DiCaprio bisa dibilang menampilkan performa terbaiknya di
film ini. Karakter yang biasanya dimainkan oleh DiCaprio di setiap filmnya
mungkin lebih kharismatik. Well, Karakter Jordan Belfort pun masih terkesan
kharismatik tetapi sisi lain kehidupan Jordan Belfort yang liar, gila, dan
penuh gairah ini mampu dilakukan dengan sangat baik oleh Leonardo DiCaprio. Transform karakter yang sangat kentara
sekali dari film-film lainnya.
Sudah tidak ada lagi yang bisa menghalangi sinar Leonardo DiCaprio di
film The Wolf of Wall Street. Mungkin Matthew McCounaghey yang tampil 10 menit
tetapi juga berkesan. Jonah Hill, Jon Favreau, bahkan Margot Robbie juga sudah
tidak bisa menghalangi sang Leonardo DiCaprio yang sedang bersinar di filmnya.
Bisa dibilang, The Wolf of Wall Street adalah DiCaprio’s show yang berusaha tampil sangat trendy, sangat asyik, dan rock
and roll.
Overall, The Wolf of Wall
Street adalah pertunjukkan Leonardo DiCaprio yang mengangkat mafia-mafia jahat
di dunia saham dengan pendekatan yang black
comedy yang sangat kental dan sindiran-sindiran tajam di dalamnya. Meskipun
ceritanya yang overlong tetapi, skill directing dari Martin Scorsese yang
sudah profesional itu mampu mengantarkan setiap 165 menit film ini menjadi packaging yang sangat menghibur. Well, Lets get the party started *start humming
and banging the chest*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar