Minggu, 13 Januari 2013

REVIEW - 5 Cm

Novel best seller karya Donny Dhirgantoro berjudul 5cm diadaptasi ke sebuah motion picture oleh seorang sutradara ternama Indonesia yaitu Rizal Mantovani. Dengan penuh euphoria dari orang-orang yang menantikan film ini. Bagaimana dengan hasil yang diberikan? Apakah bisa memberikan sebuah adaptasi novel yang bagus? atau hanya sekedar film yang biasa saja?

Menceritakan tentang 5 orang sahabat bernama Zafran (Herjunot Ali), Genta (Fedi Nuril), Riani (Raline Shah), Ian (Igor Saykoji) dan Arial (Denny Sumargo). Mereka sudah berteman selama 10 tahun. Suatu saat, Genta berpikir untuk menjalani break terhadap persahabatan mereka yang sudah genap berumur satu dekade. Mereka semua dilarang untuk berhubungan satu sama lain seperti menelpon, berbicara, ataupun sms. Genta akan menghubungi mereka saat pas tanggal 14 Agustus untuk melakukan sebuah petualangan. Tetapi, tak ada satupun dari mereka tahu mereka akan pergi kemana. Pas tanggal 14 Agustus, mereka berlima ditambah dengan adik Arial yaitu Dinda (Pevita Pearce) bertemu di Stasiun untuk melakukan perjalanan ke Malang untuk mendaki ke puncak gunung Semeru.
Terkesan terlambat memang untuk menyaksikan film ini. Setelah berbagai rasa penasaran akhirnya berkumpul jadi satu. Dengan omongan sana-sini yang bilang bahwa film ini bagus, terutama teman-teman saya yang membicarakan tentang film ini dengan berbagai pujian. Akhirnya saya memutuskan untuk menonton film ini. Tak ada kata terlambat. Sebelum film ini tenggelam, saya pun menontonnya. Lalu? Apakah benar-benar bagus seperti yang dibicarakan oleh banyak orang? Saya berani katakan film ini Over Rated. Mereka terlalu melebih-lebihkan film ini. Awal paruh film ini dengan introducing character yang saya katakan cukup menarik karena penuh dengan gaya penceritaan anak muda zaman sekarang sepertinya akan menawarkan sebuah premis cerita yang menjanjikan. Paruh awal film ini masih memberikan sebuah cerita dengan ritme penceritaan yang setidaknya cukup tertata dengan baik. Setelah adegan di taman, Film ini sudah mulai berantakan. Saya benar-benar mulai merasakan seperti adanya adegan yang lompat-lompat. Tak bisa memberikan sebuah penceritaan yang konsisten. Cerita yang cheesy tentang sebuah persahabatan tak bisa dikembangkan dan dikemas secara epik serta tak bisa memberikan sebuah nilai cerita yang berbeda terhadap film ini. Lalu, apa yang berbeda dengan 5cm dengan film-film persahabatan lainnya? Saya kira belum ada. Cerita yang cliche, cheesy, dibalut dengan berbagai dialog yang over puitis disini semakin membuat saya memicingkan mata serta ragu dengan kualitas film ini. Dialog over puitis yang membuat saya semakin tidak betah dengan film ini. Seharusnya dialog puitis itu sebenarnya biasa saja. Tetapi, penempatan serta pembawaan dari para ensemble cast yang over dramatic hasilnya adalah sebuah dialog yang sangat risih untuk didengarkan. Jika anda pernah melihat film Indonesia berjudul "Brokenhearts", dialog pujangga cinta nan puitis yang sering dilontarkan oleh cast "Brokenhearts" membuatnya terdengar flamboyan dan berlebihan. Begitu pula dengan 5 cm, Dialog tentang persahabatan dan nasionalisme yang over membuatnya terdengar berlebihan.
Saya masih ingat dengan dialog cheesy yang dilontarkan oleh pemainnya saat di dalam kereta yaitu saat Zafran bilang "Ian sidang skripsi, Ian mau lulus" lalu Dinda menyahut dengan bilang "Abis ini Sarjana dong" itu seperti sedang memberikan sebuah pernyataan kepada Anak SMA bahwa satu tambah satu adalah dua. Ayolah, Donny Dhirgantoro selaku penulis skenario buatlah dialog yang sedikit smart. Berbeda dengan Habibie & Ainun yang memberikan nilai Nasionalisme di filmnya dengan elegan, 5 Cm justru terlalu overexposed saat menjelaskan sebuah nilai moral tentang Nasionalisme di dalam filmnya. Tetap dengan Dialognya yang over puitis. Sekali dua kali mungkin dialog itu terasa biasa saja. Tetapi, mereka melakukannya berulang-ulang membuat saya semakin memicingkan mata. Hal yang menganggu dari segi teknis adalah Sound Mixing dan Editing yang kurang bagus. Alhasil jika anda jeli saat menonton film ini, kita akan merasakan para aktor dan aktris di film ini seolah-olah lipsync. Karena terkadang suara mereka mendahului gesture bibir mereka. Bersyukurlah karena tatanan Sinematografi yang epik saat men-shoot sudut-sudut Gunung Mahameru, Puncaknya, Danau Ranukumbolo nya, yang begitu memanjakan mata. Samudra di atas awan yang benar-benar ter-shoot dengan bagus berhasil membuat saya betah di kursi dan menyelamatkan keseluruhan film ini. Lalu, Scene akhir dimana mereka mulai mendaki dan batu-batu runtuh sinematografi mereka benar-benar memanjakan mata dan itulah best scene disini sebelum menuju penyelesaian yang juga diakhiri dengan penyakit dialog over puitisnya ini. Joke-joke disini mungkin saat awal-awal masih terasa lucu. Lama kelamaan, mereka menggunakan formula yang sama untuk membuat suatu joke. hasilnya dijamin garing meski masih ada beberapa yang menimbulkan tawa. Departemen akting dari mereka berlima juga belum dikatakan total. Masih bisa terlihat dengan jelas, pengucapan-pengucapan dialog yang masih terasa canggung, serta beberapa ekspresi datar yang mereka berikan. Lalu, Soundtrack yang mungkin sedikit berisik dan hanya lagu berjudul "Di Atas Awan" milik nidji yang ear-catching. Rizal Mantovani sepertinya hilang keemasannya. Biasanya film yang dihasilkan olehnya adalah film yang bagus.
Overall, 5 Cm adalah sebuah drama persahabatan yang over rated. Cheesy, overdramatic dialog, serta kurangnya pengembangan cerita sangat bermasalah di film ini. Beruntung diselamatkan oleh Sinematografi Mahameru yang Maha Indah


2 komentar:

  1. woooe, jangan cuma banyak omong, emang lo bisa bikin film. enak aja film 5 cm yg keren, dibilang nggak bngt. udah kyak orang besar aja, klo bikin blog yg baik dong!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tugas kritikus kan emang mengkritik. Yang dikritik itu masih sopan kok, kenyataannya 5 cm emang cheesy dan over rated.

      Hapus