Minggu, 21 April 2013

REVIEW - Beautiful Creatures

Demam cerita cinta antara manusia dengan lintas generasi cukup digandrungi. Twilight adalah trend mode bagi genre jenis ini. Setelah Warm Bodies yang sukses menghasilkan romance-flick Zombies-Manusia, The Host yang cukup menghibur tentang cinta Alien-Manusia. Kali ini, romansa cinta milik Manusia dan Penyihir di film berjudul "Beautiful Creatures". Diangkat dari novel berjudul sama apakah film ini mampu menghasilkan film yang gemilang? 
Menceritakan tentang seorang pria yang tinggal di kota Gatlin yang kecil bernama Ethan (Alden Ehrenreich). Suatu ketika, sepupu dari Macon Ravenwood (Jeremy Irons) bersekolah di kota Gatlin. Semua orang menganggap bahwa Macon Ravenwood adalah pemuja setan yang hidup di pinggiran kota dekat hutan di rumah yang sangat angker itu. Ethan pun jatuh cinta kepada sepupu Macon bernama Lena Duchannes (Alice Englert). Setelah lama diketahui, Lena dan keluarganya adalah seorang Penyihir. Sebuah dilema bagi Lena, dimana di ulang tahunnya yang ke 16 dia akan berubah menjadi satu sisi penyihir. Penyihir baik atau bisa jadi menjadi penyihir jahat. Tetapi itu tetap tak menghalangi cerita cinta Ethan dan Lena.
http://www.beyondhollywood.com/uploads/2012/08/Alden-Ehrenreich-and-Alice-Englert-in-Beautiful-Creatures-2013-Movie-Image-2.jpg 
Slow-paced and over dramatic about witch-human lovers
Cerita cinta seperti ini sebenarnya cukup umum di jaman ini karena pengaruh cerita milik Twilight Saga yang sangat digandrungi banyak orang (re: wanita). Berbagai macam makhluk lintas spesies pun dihadirkan untuk menghadirkan berbagai macam plot serta twist romansa cinta yang penuh liku-liku antara manusia dan seorang monster. Warm Bodies misalnya, menghadirkan cerita cinta Zombie-manusia yang ternyata digarap apik oleh sang sutradara. Tak begitu dengan The Host, yang kurang di berbagai aspek but at least it make me enjoy what they made. Beautiful Creatures pun sepertinya mencoba untuk bisa diterima di pasaran. Terlebih Warner Bros, PH yang menaungi film Harry Potter pun menganggap film ini adalah The Next Harry Potter (even it meets with Twilight Saga taste). Mungkin yang membuat ini sama dengan Harry Potter hanyalah konsep tentang penyihir saja. Setelah itu tak ada yang sama antara film ini dengan Harry Potter. Tak hanya dari isi saja, kualitas film ini pun jauh dibawah Harry Potter. Adegan dibuka dengan pengenalan karakter utama film ini bernama Ethan. Pengenalan yang cukup baik dengan berbagai hal yang menjelaskan tentang kota kecil bernama Gatlin itu. Setelah berjalan cukup lama dalam menelusuri cerita film ini, Alur cerita film ini berjalan tak tentu arah. Mengalir begitu lambat hingga akhirnya membuat saya gusar. Paruh awal film yang membuat film ini tak selamat diberbagai aspek film yang cukup vital. Alurnya mengalir bak air tenang di danau dan mempunyai cerita tentang bullying yang predictable  khas film remaja pada umumnya. Celotehan-celotehan yang annoying membuat karakter remaja di film ini seperti "Tua sebelum waktunya". Mereka terlalu berisik hingga akhirnya saya mulai merasakan hal aneh yang tak bisa diungkapkan. Setelah paruh awal berlalu, film ini baru lebih sedikit mengisahkan berbagai mitologi tentang penyihir yang cukup enjoyable sebenarnya. Premis film ini bisa dikatakan sangat menarik dibanding The Host. Hanya saja pengeksekusian yang salah oleh sutradara bernama Richard LaGravenese yang mengubah film ini sebuah Prekuel Twilight yang sangat berkonsentrasi dan terfokus kepada cerita cinta-nya yang begitu menye-menye, cengeng.  Memang beberapa momen terkadang terlihat sweet tetapi terkadang cukup menganggu karena digunakan secara berlebihan. Padahal film ini bisa memberikan sebuah prestasi yang bakal lebih menarik lagi dan bisa dinikmati tak hanya kalangan wanita saja tetapi juga Pria seperti halnya Warm Bodies atau The Hunger Games yang memberikan porsi pas antara aksi dan dramanya. 
http://www.hollywoodreporter.com/sites/default/files/2013/02/alice_englert_beautiful_creatires.jpg 
Called Alden Ehrenreich as Ethan Wate, The Annoying Creatures in this movie
Beberapa twist pun sebenarnya dihadirkan cukup banyak di film ini. Hanya saja beberapa penyajian twist itu disajikan dengan sangat kacau. LaGravenese terlihat sangat kelabakan dengan berbagai twist film ini yang cukup banyak dengan penyelesaian film yang tentu saja acak-acakan dan kurang diatasi dengan baik. Twist yang dibangun cukup menarik itu pun Gagal. Mungkin karena faktor kefokusan cerita yang lebih menuju ke drama cinta cengengnya itu sehingga durasi selama 140 menit itu tak pelak membuat film ini hanya menjadi sebuah drama cinta klise antara manusia dengan penyihir yang mengesampingkan premis menarik dari novel yang ditulis oleh Kami Garcia ini. Film ini seperti sangat dipaksa untuk mirip dengan Twilight. Mungkin untuk membuntuti kesuksesan Twilight itu. Sayang sekali, film ini pun jatuhnya annoying dan boring yang membuat penontonnya gusar di dalam studio (khususnya saya). Terlebih lagi betapa sesosok pemeran pria bernama Alden Ehrenreich yang memerankan karakter utama Ethan Wate ini kelewat menganggu. Alden kurang memiliki act-ability dan membuat performance-nya sangat buruk di film ini. Kurang ekspresif layaknya Vampir kekurangan darah atau seorang Zombie yang sedang kelaparan (bahkan zombie itu lebih ekspresif). Wajahnya terlihat bodoh dan konyol. Antara takut, tegang, senang semua disajikan dengan satu ekspresi straight face yang menganggu itu. Film ini pun mempunyai cast yang sebenarnya mempunyai jam terbang tinggi. Viola Davis yang mendapatkan nominasi Oscar itu pun bermain santai dan tak total. Emma Thompson sebagai Sarafine setidaknya lebih bagus meski terkadang aktingnya juga terkesan kurang. Alice Englert sebagai Lena pun bermain standar saja. Tak ada sesuatu yang menarik. Hanya saja saya jatuh cinta dengan paras cantiknya . Saya suka dengan permainan bibirnya. Entah kenapa saat menonton film ini, saya membayangkan sesosok Emma Roberts yang lebih pas terhadap karakter ini. Film ini pun masih seri pertama dari bukunya. Entah, apakah warner bros mempunyai kebijakan untuk melanjutkan adaptasi novel ini karena akhir film ini mempunyai cliffhanger scene yang membuat penasaran dan membuat saya tertarik untuk membaca novelnya yang terlihat lebih menarik.
Overall, Beautiful Creatures is the failed execution adaptation novel. Intriguing premise with failed direction and directing from Richard LaGrevanese. He ignored the interesting premise and turn this movie into some Twilight-esque with pathetic love story. "Annoying Creatures" that the best one.

2 komentar:

  1. Salam kenal, gan. Monggo mampir di wismacinema.blogspot.com

    BalasHapus
  2. bingung dengan silsilah runtutan keluarganya...

    BalasHapus