Film horror tahun ini memang tak terlalu banyak bermunculan. Dan untuk
menyambut datangnya Halloween, film
horor adalah salah satu film wajib yang ada. Setelah The Book of Life yang juga dirilis untuk menyambut pesta Halloween,
juga adanya re-release film thriller legendaris, Saw, yang ditayangkan secara limited di bioskop US. Maka, Universal Pictures
tidak mau kalah dan merilis film terbarunya untuk menyambut pesta Halloween ini.
Universal Pictures
mengadaptasi sebuah permainan produksi Hasbro yang diproduseri oleh Michael
Bay. Ouija (dibaca : wi-ji),
permainan pemanggil roh ini bisa dikatakan sebagai permainan Jelangkung ala
barat. Stiles White ditunjuk sebagai sutradara film ini dengan screenplay yang juga ditulis olehnya
bersama dengan Juliet Snowden. Ouija adalah karya debut dari Stiles White dalam
mengarahkan sebuah filmnya sendiri.
Ouija (dibaca : wi-ji)
menceritakan sepasang sahabat sejak kecil bernama Debbie (Shelley Hennig) dan
Laine (Olivia Cooke) yang melakukan permainan Ouija sejak kecil. Tetapi,
permainan itu hanya pura-pura dan tidak terjadi apa-apa. Hingga saat mereka
sudah remaja, Debbie melakukan permainan yang sama dengan papan Ouija yang
berbeda di rumahnya. Hal tersebut merenggut nyawa Debbie dan diserang oleh roh
jahat di rumahnya.
Kematian Debbie membuat Laine terpukul dan sedih berkepanjangan. Laine
menemukan papan Ouija milik Debbie di kamarnya. Melihat barang itu, Laine
mencoba untuk memanggil arwah Debbie setidaknya untuk mengucapkan selamat
tinggal. Tetapi, hal tersebut malah membuat petaka. Bersama teman-temannya,
mereka memanggil arwah Debbie dengan papan Ouija tersebut. Tetapi, mereka malah
menjerumuskan diri ke sebuah masalah, karena roh jahat mengejar mereka.
Flat as the board game they adapted
Tahun ini memang tak terlalu banyak film horor yang bermunculan. Annabelle adalah salah satu yang
fenomenal dari film horor. Mampu membuat penonton berbondong-bondong pergi ke
bioskop, rela antri, meskipun masih mengecewakan untuk menjadi sajian yang
menarik. Tak lama, Universal pun
memanfaatkan momen Halloween untuk
merilis karya horor dari rumah produksinya. Ouija diharapkan menjadi salah satu
yang fenomenal dari genre-nya.
Diburu penontonnya? mungkin iya. Karena bagaimana pun hasil akhirnya,
film horor menjadi salah satu guilty
pleasure para penonton. Mereka menolak untuk ditakut-takuti tetapi film
horor tetap diburu. Ouija sepenuhnya bukanlah film horor yang benar-benar
memberikan hal baru di dalam ceritanya. Hanya menjadi film horor generik pun
dengan formula yang benar-benar been
there-done that. Sayangnya, Ouija benar-benar tidak mengolah pola tersebut.
Stiles White sebagai sutradara, mengarahkan film perdananya ini
benar-benar sangat minimalis. Selama 90 menit, Ouija adalah sajian yang melelahkan
dari awal hingga akhir. Permainan pemanggil roh lewat medium papan ini tidak
bisa memberikan atmosfirnya dengan baik. Malah, porsi drama persahabatan antara
Debbie dan Laine memiliki peran yang dominan ketimbang cerita horornya sendiri.
Segalanya terasa begitu bertele-tele hingga penonton akan mulai jengah dengan
cara penuturan Stiles White di dalam film ini.
Penggunaan Jump scares di
film ini memiliki porsinya yang berlebihan. Jump
scares memang bukan sesuatu yang salah untuk digunakan di film horor. Toh,
tak dapat dipungkiri bahwa Jump Scares
adalah formula yang berhasil untuk menakut-nakuti penontonnya. Meski efek yang
dihasilkan hanya efek yang temporary atau
terjadi di saat itu juga. Ouija pun menggunakan formula Jump Scares itu tetapi
tidak diolah menjadi sajian yang segar. Penonton pun akhirnya bisa menebak di
mana dan seperti apa kemunculan setan-setan di film ini untuk menakuti
penontonnya.
Begitu pun dengan naskah yang ditulis oleh Stiles White dan juga
Juliet Snowden. Mereka benar-benar menceritakan setiap adegan dengan
asal-asalan. Formula horor yang klise mungkin juga tidak bisa dipungkiri. Tetapi,
unsur klise di film ini benar-benar berada di titik yang paling jenuh dan
paling rendah. Segalanya terjadi secara ajaib dan tiba-tiba meski ada tambahan plot twist di film ini, tetapi tidak
mengubah bagaimana Ouija benar-benar tertatih dalam menjalankan plot ceritanya.
Ouija pun tidak mencoba untuk menarik minat penontonnya untuk
meneruskan sisa-sisa durasinya hingga akhir, segalanya benar-benar pernah kita
lihat. Hanya saja, permainan pemanggil roh dan medium-nya saja yang berbeda.
Pun suasana menyeramkan itu benar-benar absen di film ini. Setidaknya, Annabelle masih bisa mengolah unsur
klise di dalam filmnya menjadi beberapa yang segar untuk diikuti meskipun
dengan akhir film yang menggelikan.
Ouija yang sudah mulai tertatih dalam menjalankan durasinya, pun
semakin diperparah dengan performa para pemainnya. Aktor dan aktris di film ini
pun masih terkesan kaku dalam menunjukkan ekspresi ketakutan di film ini.
Mereka hanya mengandalkan paras cantik dan ganteng mereka yang setidaknya
mengampuni kemampuan akting mereka yang masih perlu dilatih dan dipoles lagi.
Lantas apa beda Ouija dengan film horor indonesia? Hanya saja minus
sensualitas yang diekspos berlebih oleh sineas tanah air. Jika anda menganggap
film horor Indonesia tidak layak tonton, sebenarnya Ouija pun memiliki hal yang
benar-benar serupa dengan film-film horor Indonesia. Formula Ouija pun
sebenarnya sama dengan film-film horor indonesia yang ada. Hanya saja, penonton
akan lebih percaya dengan film horor Hollywood
daripada dalam negeri, sejelek apa pun itu.
Ouija adalah aji mumpung Universal Pictures untuk mengambil untung
sekaligus untuk meramaikan perayaan Halloween tahun ini. Diadaptasi dari sebuah
papan permainan, Ouija menjadi sajian yang datar layaknya papan permainan
Hasbro ini. Stiles White masih mengarahkan Ouija dengan sangat minimalis tanpa
mengolah unsur klise di dalam film ini menjadi sajian yang segar. Ouija is definitely be one of the worst of
this year.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar