Jumat, 05 Desember 2014

7 HARI/24 JAM (2014) REVIEW : Problematika Pernikahan dalam Tawa

 

Siapa yang tak kenal dengan Dian Sastrowardoyo? Paras cantiknya sudah terkenal lewat perannya sebagai Cinta lewat film arahan Rudi Soedjarwo, Ada Apa Dengan Cinta? Setelah lama vakum setelah film terakhirnya, 3 Doa 3 Cinta, kali ini Dian Sastrowardoyo kembali hadir lewat film dengan genre komedi romantis bersama Lukman Sardi. Mereka berdua beradu akting lewat film terbarunya berjudul 7 Hari/24 Jam.
 
Sinar Dian Sastrowardoyo tak pernah redup. Keputusannya kembali ke layar lebar pun disambut hangat oleh para penikmat film. Banyak yang menantikan kembalinya wanita yang sudah memiliki 2 anak ini di dalam sebuah film. Fajar Nugros kembali menyapa penontonnya dengan arahannya di film ini. Sutradara komersil, Fajar Nugros, tahun ini telah menelurkan banyak karyanya. 7 Hari/24 Jam adalah karya sekian darinya yang dirilis tahun ini. 


5 tahun menjalin komitmen dalam sebuah pernikahan tidak membuat Tania (Dian Sastrowardoyo) dan Tyo (Lukman Sardi) saling mengenal satu sama lain. Mereka adalah orang-orang yang sibuk dengan karir atau pekerjaannya. Tyo adalah seorang sutradara kaliber yang sudah memiliki nama di industrinya. Sedangkan, Tania adalah seorang pekerja bank yang sangat dicintai oleh bosnya karena kredibilitasnya.

Hingga suatu ketika, Tyo harus dirawat di rumah sakit. Hal ini membuat Tania harus mengurusi segala urusan rumah tangganya sendiri ditambah harus merawat Tyo di rumah sakit. Selang beberapa hari, Tania pun juga harus dirawat di rumah sakit karena kelelahan. Mereka harus istirahat total dan melupakan pekerjaan mereka. Tania dan Tyo pun dirawat di dalam satu kamar. Saat mereka dirawat inilah, mereka mulai benar-benar mengenal satu sama lain. 


Pernikahan adalah suatu yang krusial di dalam tradisi Indonesia. Adanya ikatan antara pria dan wanita yang sudah cukup umur dan matang untuk menjalin kisah cinta mereka. 7 Hari/24 Jam tak jauh-jauh dari permasalahan rumah tangga yang sebenarnya sedang perlu untuk digarisbawahi, khususnya untuk pasangan muda yang memutuskan untuk menjalin ikatan itu. Karena, pernikahan bukan hanya sebuah komitmen untuk saling bersama tetapi ada hal yang lebih kompleks selain itu.

7 Hari/24 jam sedikit menyindir masalah-masalah yang sedang dekat dengan penontonnya. Pekerjaan atau karir yang sedang melejit membuat seseorang lupa dengan kewajibannya atau peran mereka di dalam keluarga. Baru ketika satu turning point datang, seseorang akan menyadari hal tersebut. Hal-hal itu diangkat oleh Fajar Nugros dengan balutan komedi romantis yang akan membuat penontonnya terhibur dan Fajar Nugros berhasil mengarahkan poin-poin tersebut.

7 Hari/24 Jam bisa dibilang sebagai karya terbaik dari sutradara komersil satu ini. Film ini berhasil memberikan jalan cerita yang menarik di dalam durasi 100 menit filmnya. Sebuah film komedi romantis tentang pernikahan yang akan membuat penontonnya sangat menikmati setiap menitnya. Bukan hanya menikmati paras cantik Dian Sastro saja, tetapi juga akan disuguhi oleh intrik-intrik menarik yang menghibur penontonnya sekaligus miris. 
 

Bisa juga, arahan milik Fajar Nugros ini berhasil karena adanya kontrol dari sang produser. Affandi Abdul Rachman memiliki kontrol penuh dalam film 7 Hari/24 Jam. Sehingga, film ini tak jatuh menjadi film komedi romantis yang setipe dengan film-film Fajar Nugros lainnya. Tetapi, 7 Hari/24 Jam bukan berarti bebas dari zona berbahaya. Masih ada beberapa kekurangan yang membuat 7 Hari/24 Jam ini bukan menjadi sajian yang sempurna untuk penontonnya. 

Problem utama adalah komedi di dalam film ini. Sebuah lelucon atau komedi adalah sesuatu yang memiliki segmentasi yang berbeda. Beberapa orang akan memiliki selera humor yang berbeda dari slapstick hingga sarkastik, 7 Hari/24 Jam memiliki kelemahan di dalam hal itu. Humor di dalam film ini belum bisa terolah dengan baik dan masih memiliki gaya humor khas dari Fajar Nugros sebagai sutradara. Bagaimana humor itu memiliki repetisi yang akhirnya menimbulkan kebosanan untuk penontonnya. Beberapa adegan dengan humor yang ditujukan kepada penontonnya pun meleset. 


Selain itu, paruh kedua di film ini pun masih memiliki kelemahan dalam bertutur. Di dalam pertengahan durasinya, film ini terasa kehilangan kepercayaan diri setelah paruh pertama yang menyenangkan itu. Segala ide cerita yang segar itu pun mulai melemah di paruh kedua dan Nataya Subagya sebagai penulis naskah pun kebingungan untuk mencari intrik menarik untuk kelangsungan filmnya. Akhirnya, paruh kedua di film ini pun terasa lambat untuk diikuti penontonnya.

Beruntung, masih ada penampilan yang menarik dari duo maut Lukman Sardi dan Dian Sastrowardoyo. Kelemahan itu pun ditutupi oleh performa yang prima dari kedua artis tersebut. Mereka berdua tampil menjanjikan berlakon sebagai sepasang suami-istri yang sudah berkomitmen selama lima tahun. Mereka berdua pun mampu menggerakkan ceritanya sendiri meski masih ada beberapa pemeran pendukung yang tampil untuk memaniskan film ini. Sebuah comeback yang sangat manis dari Dian Sastrowardoyo setelah beberapa tahun absen dari dunia perfilman. 


Sebuah problem penting dalam sebuah pernikahan akan terasa menampar penontonnya ketika menyaksikan 7 Hari/24 Jam. Di mana, pernikahan bukan hanya sekedar komitmen tetapi ada beberapa hal lain yang memang harus membutuhkan kesiapan. 7 Hari/24 Jam merangkum hal itu di dalam 100 menit yang menghibur. Meski dengan beberapa kekurangan yang masih sama di setiap arahan Fajar Nugros, tetapi 7 Hari/24 Jam adalah sebuah komedi romatis yang masih nikmat untuk diikuti. 

1 komentar: