Film bertema found footage atau mockumentary biasa digunakan untuk
presentasi sebuah film horor. Tetapi, juga ada banyak genre-genre lain yang
menggunakan format ini untuk mengantarkan cerita film mereka. Untuk film
bertema Science Fiction bisa dikenal lewat film Cloverfield dan yang paling
baru adalah Chronicle arahan Josh Trank. Tema mockumentary semakin digemari dan
menjanjikan di Industri perfilman Hollywood.
Keputusan ini pun digunakan oleh Dean Israelite untuk sebuah proyek
film terbarunya. Project Almanac, yang pada awalnya berjudul Welcome To
Yesterday ini menggunakan format mockumentary digabungkan dengan genre science
fiction dan time travel. Film yang diproduseri oleh Michael Bay ini memiliki
sebuah premis yang menarik untuk menarik minat penontonnya, meskipun jadwal
tayangnya harus mundur sebulan dari yang dijadwalkan.
Project Almanac ini menceritakan bagaimana seorang siswa Sekolah
Menengah Atas bernama David Raskin (Jonny Weston) yang sedang mencari cara
untuk mendapatkan beasiswa untuk biaya kuliah. Dia mengajukan beasiswa lewat
karya-karya ilmiah buatannya yang mengagumkan. Sayangnya, biaya beasiswa itu
tak sesuai harapannya. Ketika dia sedang termenung di atap rumahnya, dia
menemukan video ulang tahunnya yang ketujuh dan menemukan kejanggalan. David
yang sudah berusia 17 tahun menampakkan diri di video ulang tahun ketujuhnya.
David yang penasaran menunjukkan kepada adiknya, Christina Raskin
(Virginia Gardner) dan ketiga temannya Jessie (Sofia Black-D’ella), Quinn (Sam
Lerner), dan Adam (Allen Evangelista). Suatu ketika, David menemukan sebuah
mesin milik ayahnya di gudang bawah tanah rumahnya. Mesin itu bertuliskan Project
Almanac dan merupakan sebuah mesin waktu yang belum dirakit. David dan
teman-temannya pun berusaha merakitnya dan melakukan perjalanan melewati ruang waktu.
Perjalanan ruang waktu milik David dan teman-temannya ini adalah
premis menarik yang digunakan oleh Dean Israelite dengan format mockumentary
sebagai presentasinya. Alhasil, Project Almanac memang terasa berbeda dan
sedikit lebih segar daripada tema-tema mockumentary yang lebih didominasi oleh
genre horor. Di awal, Project Almanac masih terlihat berkiblat pada Chronicle
milik Josh Trank untuk menjalankan latar belakang para karakternya.
Hanya saja, Project Almanac memiliki kesan lebih segar dan tidak
segelap film milik Josh Trank. Unsur time travel itu menjadi sangat menarik
dengan tambahan konflik kaum remaja sehingga Project Almanac seperti sebuah
gabungan dari Project X dan Chronicle. Sebuah gabungan antara film dengan
arahan yang baik dan arahan yang buruk, maka Project Almanac pun tak luput dari
kekurangannya yang menghambat performa maksimalnya sebagai film time travel.
Ceroboh adalah sifat alamiah dari seorang remaja yang sedang mengalami
transisi dalam perjalanan hidupnya. Dan hal tersebut mewakili film Project
Almanac yang menggabungkan konflik-konfilk remaja di dalam filmnya. Maka,
ceroboh adalah kata kunci dari film ini. Kecerobohan lah yang dapat menghambat
performa maksimal dari Project Almanac. Penggunaan Time Travel di setiap film
tentu harus hati-hati dan teliti.
Kehati-hatian dan ketelitian itu perlu digunakan sebagai patokan agar
film itu tidak memiliki sebuah lubang besar yang menganga lebar dan siap
membuat penonton jatuh untuk menanyakan sesuatu setelah akhir film. Project
Almanac memiliki kecerobohan untuk memasukkan ide-ide yang besar untuk semakin
membuat film ini menarik. Sayangnya, Dean Israelite malah terlihat kewalahan
untuk menangani ide-ide besar tersebut.
Perjalanan melewati ruang waktu sebagai konflik utama itu di paruh
awal masih terlihat rapi. Tetapi, semakin bertambahnya durasi, film ini mulai
tidak menunjukkan konsistensinya dalam menerangkan perjalanan lintas waktunya.
Film arahan Dean Israelite ini pun akhirnya mengalami kemunduran di setiap
menitnya. Bagaimana perjalanan lintas waktu dengan sebab-akibatnya itu menjadi
bumerang tersendiri untuk Dean Israelite. Perjalanan itu pun serasa tak nyata
dan tak masuk akal karena kurangnya penjelasan yang kongkrit di dalam
naskahnya.
Tetapi beruntung, Project Almanac masih menyisakan kisah-kisah menarik
yang dapat dipresentasikan meskipun unsur Time travel-nya terlalu berlebihan.
Masih ada kisah-kisah menarik dari setiap karakternya yang dapat menyokong
ide-ide gila nan besar milik Dean Israelite yang ditumpahkan lewat film
terbarunya. Menggunakan aktor dan aktris tak terlalu memiliki nama pun tak
masalah karena film-film seperti tak terlalu mempersalahkan hal itu.
Menariknya lagi adalah bagaimana Project Almanac menggunakan format
Mockumentary dengan rasa kekinian ala remaja. Editing yang lebih halus dari
mockumentary kebanyakan dan penggunaan kamera go pro yang semakin menambah cita
rasa berbeda dari Mockumentary milik Project Almanac ini. Pun, dengan iringan
soundtrack yang juga menarik untuk disimak. Sehingga, Project Almanac tak
memiliki rasa Mockumentary yang begitu statis.
Sebagai film dengan format Mockumentary, Project Almanac memberikan
nafas segar di dalam genre-nya. Meski tak perlu dielakkan lagi bahwa ide-ide
cerita perjalanan lintas waktu itu masih terlalu berlebihan dan ceroboh dalam
pengarahannya. Tetapi, Project Almanac memiliki sisa-sisa kesenangan ala remaja
yang patut untuk disimak. Ini seperti sebuah gabungan Project X dan Chronicle, seperti
asam bertemu manis atau hitam bertemu putih. Begitulah Project Almanac yang masih separuh
bagus dan separuh buruk.
Project Almanac is a good ride for those who dream of the possibilities of going back to the past and rewriting the future.
BalasHapusVN Video Editor for PC on Windows 11/10 macOS Download for Free
BalasHapus