Minggu, 31 Juli 2022

PENGABDI SETAN 2: COMMUNION (2022) REVIEW: Selamat Datang di Mimpi Buruk Terbaru Dari Ibu


Sebelum dipatahkan oleh KKN Di Desa Penari, Pengabdi Setan menjadi film horor terlaris pada masanya. Pun, pembentukan dunianya tak berhenti sampai di film pertama saja. Dari film pertama pun, penonton sudah tahu bahwa masih ada ruang untuk mendapatkan sekuelnya. Tapi, proyek sekuel ini ditutup rapat-rapat hingga di awal tahun ini muncul pengumuman. 


Pengabdi Setan 2: Communion yang tentu saja masih dipegang kendali penuh oleh Joko Anwar. Dari pengarahan hingga penulisan yang tahu betul ruh dari judul ini. Tentu hanya dia yang tahu, bagaimana mengembangkan kisahnya dan memperluas konfliknya dengan intensi bukan hanya untuk mengulangi kesuksesan yang pernah film ini raih. 


Untuk jajaran pemainnya pun, keluarga Ibu yang tersisa tentu saja kembali karena pion ceritanya ada pada mereka. Ditambah lagi dengan nama-nama baru yang kembali hadir. Dari Ratu Felisha, Jourdy Pranata, Muzakki Ramadan, hingga pemain baru yang bisa saja menjadi permata baru di kancah perfilman Indonesia. 



Bukan Joko Anwar namanya kalo dia tidak mau memberikan peningkatan secara kualitas pengarahan di setiap filmnya. Begitulah yang terjadi di Pengabdi Setan 2: Communion yang secara teknis sudah bukan main-main lagi. Terbukti bahwa di film ini pun, sudah didukung dengan optimisasi IMAX. Menjadi film Indonesia —bahkan di Asia Tenggara —yang memiliki format IMAX di dalam filmnya. 


Tapi, mari dibahas lagi bagaimana Pengabdi Setan 2: Communion sebagai film secara utuh. Bukan sekedar teknis, tapi juga tentang apa lagi yang diberikan oleh Joko Anwar di sekuelnya kali ini. 



Langsung melanjutkan cerita dari film pertamanya, kini Rini (Tara Basro), Toni (Endy Arfian), dan Bondi (Nasar Anuz) meninggalkan cerita lamanya dan memulai hidup baru di rumah susun sederhana di pinggiran pesisir pantai. Tentu, masih ada sang Bapak, Bahri (Bront Palarae) yang bertanggung jawab penuh untuk keluarga kecil ini. 


Kehidupan mereka di rumah susun kecil ini sebenarnya sudah baik-baik saja. Tapi, sebuah insiden besar terjadi di rumah susun ini. Dari sini lah, berbagai macam kejadian-kejadian aneh mulai menyerang mereka. Bahkan, juga menyerang para penghuni-penghuni lain di tempat mereka tinggal. 


Dari rumah sederhana yang memiliki dua lantai, Joko Anwar meningkatkan terornya ke sebuah rumah susun yang memiliki 14 lantai. Lalu bagaimana dengan teror yang diberikan di film keduanya? 


Jawabannya jelas bertambah berkali-kali lipat. 



Pengabdi Setan 2: Communion rasanya menjadi wahana bagi Joko Anwar untuk mengeksplorasi kemampuannya mengarahkan sebuah film horor. Bukan sekedar mengulang kembali kesuksesan, tapi Joko Anwar juga meningkatkan lagi kemampuannya. Pengabdi Setan 2: Communion pun menjadi ajang pembuktian Joko Anwar bahwa sebuah sekuel horor juga bisa diekspansi dengan jauh lebih besar dibanding film sebelumnya. Memberikan pengertian bahwa sesungguhnya film horor miliknya adalah sebuah aset yang bisa dikembangkan dengan lebih serius. Bukan sekadar memiliki tujuan untuk menakut-nakuti penontonnya. 


Dan secara teknis, Pengabdi Setan 2: Communion memberikan standar yang tinggi bagi para sineas lain saat membuat film horor. Dari bagaimana membangun sebuah komposisi mise en-scene di sebuah film horor. Naskah dari Joko Anwar sibuk membangun adegan demi adegan horor yang efektif untuk penontonnya. Berpadu lengkap dengan pengarahan Joko Anwar yang semakin matang. Sehingga, adegan horornya tidak murahan. Tak hanya bikin penonton merasakan pacuan adrenalin tapi juga merasakan atmosfer mencekam yang kental.


Semuanya lengkap dengan berbagai alasan yang jelas. Melibatkan dengan bertumpuknya karakter yang ada di film ini tapi tak terasa tumpang tindih. Meskipun, dalam penuturan ceritanya yang mengekspansi dunia horor milik Ibu ini masih terasa terbata-bata terutama di pertengahan filmnya. Masih ada banyak pertanyaan yang belum terjawab. Bagaimana filmnya juga belum bisa memiliki korelasi kuat dengan film pertamanya. Tetapi, hal itu bisa dimaklumi karena sekuelnya kali ini seyogyanya adalah jembatan untuk babak baru dari teror Ibu yang sepanjang masa sesuai dengan slogannya. 



Pengabdi Setan 2: Communion memiliki banyak cara-cara jenius untuk membangun tensi horor yang tak terduga. Adegan utama yang menjadi landasan bagaimana konfliknya berlangsung ini adalah adegan dengan bangunan tensi horor terbaik dan sangat brilian di perfilman Indonesia. Bahkan, horor Hollywood pun sepertinya tak memiliki adegan sebaik ini dalam horornya. Alasannya sederhana, tapi disajikan tidak generik dan berhasil membuat penontonnya berdecak kagum. 


Dilengkapi pula dengan tata sinematografi yang tak hanya indah tetapi juga efektif membangun tensi horor. Seakan terornya dihadirkan senyata mungkin bagi penontonnya sehingga sepanjang 119 menit, penonton akan merasakan ngerinya. Selesai film pun, penonton akan merasakan efeknya. Efek lelah terkenan teror Ibu yang tak habis-habis sampai akhir. Tetapi, Naskah menggelitik Joko Anwar setidaknya masih bisa memberikan ruang bagi penontonnya untuk bernafas. Menertawakan realita-realita tentang politik dalam negeri di zamannya. Pun, memberikan comedic timing yang tahu waktu dan tak merusak atmosfer horornya.



Maka, akan susah bagi film-film horor Indonesia nantinya untuk bisa menyaingi Pengabdi Setan 2: Communion yang sudah menaikkan standar tertinggi di genre ini dalam perfilman Indonesia. Teknis dan pengarahan nomor wahid dari Joko Anwar  berhasil memberikan ekspansi cerita untuk IP yang dia punya. Penonton pun akan penasaran dan ingin merasakan terus teror dari Ibu nantinya. Maka, sambutlah Pengabdi Setan 2: Communion yang memberikan mimpi buruk terbaru dari Ibu dengan lebih besar dan meriah. Rasakan terornya di IMAX untuk pengalaman yang maksimal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar