Minggu, 26 Juni 2022

Broker (2022) Review: Kore-eda dan Sensitivitasnya Menggambarkan Realita Kelam tentang Manusia

Thank you for being born.

Satu kalimat kunci yang mungkin akan terkenang saat kredit titel bergulir Setelah menonton Broker di layar lebar. Film terbaru dari Hirokazu Kore-eda ini adalah pertama kalinya dia berkolaborasi dengan rumah produksi Korea. Diramaikan juga dengan beberapa pemain ternama dari Song Kang Ho, Bae Donna, bahkan sampai Lee Ji-Eun yang biasa dikenal dengan sebutan IU.


Film ini pun dibawa ke ajang festival ternama, Cannes Film Festival 2022 dan mendapatkan berbagai macam pujian. Bahkan, Song Kang Ho pun berhasil membawa pulang piala karena kepiawaiannya menjelma menjadi karakter yang kuat dan penuh simpati. Pun, pujian juga hadir untuk performa perdana Lee Ji-Eun atau IU di layar lebar ini. Tak salah karena memang kekuatan utama dari Broker ini adalah tentang problematika batin Ji-Eun yang mempertaruhkan kredibilitasnya sebagai perempuan dan orang tua. 


Selain mengarahkan filmnya, Hirakazu Kore-eda pun juga menulis sendiri naskahnya. Seperti Kore-eda biasanya, filmnya tentu akan membahas tentang keluarga-keluarga tak utuh. Ini memang jagonya Kore-eda dalam mengantarkan sebuah cerita. Tetapi, lewat Broker, penonton akan diajak untuk merasakan berbagai macam konflik batin yang jauh lebih kompleks. Broker lagi-lagi mengantarkan sebuah ironi tentang manusia yang tak pernah dipikirkan sebelumnya.


 


Tentang So-young (Lee Ji-eun) yang sengaja menaruh bayinya di sebuah gereja yang sudah biasa dijadikan sebagai tempat pembuangan anak. Tak disangka bahwa ternyata ada banyak kisah gelap di balik kejadian pembuangan anak ini. Dong-soo (Gang Do-won) dan Sang-hyeon (Song Kang-ho) merencanakan untuk menjual bayi yang ditinggal di sana demi kelangsungan hidupnya. 


Tujuannya sebenarnya baik, untuk memberikan kehidupan yang lebih layak untuk sang anak yang sudah dibuang. Tetapi, transaksinya yang ilegal ini mencuri perhatian Soo-jin (Bae Donna) dan detektif Lee (Lee Joo-young) untuk melakukan investigasi dan menangkap mereka. Tetapi, di tengah Dong-soo dan Sang-hyeon akan melakukan aksinya. So-young malah berubah pikiran dan mendatangi lagi gerejanya untuk mengambil lagi bayinya.



Kore-eda dan sensitivitasnya seakan selalu menemukan cara untuk mengaduk emosi penontonnya.


Begitulah khasnya saat menonton film-film dari Kore-eda. Broker akan membawa penontonnya ke sebuah film perjalanan daratan yang penuh akan kompleksitas serta pengembangan karakternya yang selalu berada di area abu-abu. Perjalanannya pun tenang, tak ada emosi yang meledak-ledak layaknya film drama serupa untuk menguras air mata penontonnya. Perlahan namun pasti, Kore-eda akan membuat hati penontonnya remuk hingga hancur berkeping-keping.


Tak hanya itu, Kore-eda pun seakan mencoba mengajak penontonnya untuk merenungi tujuan hidup lewat karakter-karakternya. Seakan membuat penonton untuk tak hanya menilai perilaku seseorang sebagai hitam dan putih saja. Karena ada banyak alasan yang bisa menjadi pendapat kuat bagi seseorang untuk akhirnya menentukan tindakan mereka. 


Broker menjadi sebuah film studi karakter dan bisa dijadikan penontonnya untuk berkontemplasi. Merenungi bahwa seseorang tak lebih baik dari seseorang lain hanya karena mereka melakukan tindakan amoral sesuai standar yang telah dibentuk oleh budaya. Broker menjadi film yang mengajak kita untuk sekali lagi memanusiakan manusia. Dibanding harus langsung menghakimi, bukankah lebih baik untuk memahami dulu alasan-alasan mereka? Barulah seseorang bisa menentukan tindakan selanjutnya. 



Memiliki berbagai macam karakter dengan berbagai macam latar belakang. Kore-eda mampu mengulik sisi hitam dan putih dari setiap karakternya. Seakan memberikan pengertian kepada penontonnya bahwa tak ada karakter baik dan buruk di dalam filmnya. Musuh utama di dalam film ini pun seharusnya adalah diri mereka sendiri. Bila seseorang salah dalam menentukan pilihan, bisa saja dia terjerembab ke dalam lubang hitam konflik moral masing-masing. 


Akhirnya, kesan ironi dan miris mampu hadir di dalam film Broker. Dikemas dengan cara yang penuh harapan, hal ini dengan mudah menampar perasaan. Berbagai macam adegannya juga seakan tak memiliki kesan untuk membuat penontonnya bersedih. Tetapi, akan muncul perdebatan batin yang berhasil membuat sesak rasa di dada.


Adegan negosiasi untuk mendapatkan orang tua baru bagi sang anak di pasar. Adegan mencuci mobil dengan penuh rasa tawa. Adegan percakapan di bianglala hingga adegan percakapan di sebuah kamar hotel berhasil memporakporandakan penontonnya. Kore-eda tetap memberikan harapan di tengah himpitan perjalanan seseorang yang kelam. Kore-eda tetap bisa mengemas adegannya dengan manis tapi tahu bahwa filmnya akan berjalan dengan konflik yang miris.



Lee Ji-Eun berhasil mendapatkan simpati dari penontonnya. Debutnya di layar lebar ini benar-benar luar biasa dan menjadi ruh dari keseluruhan filmnya. Pun, dengan dualitas Song Kang-ho yang selalu memberikan performa yang kuat. Di tengah segala kuatnya sang karakter, ada trauma yang berusaha ditutupi olehnya. Hingga muncul satu adegan di babak ketiga filmnya, dengan mudah dirinya mendapatkan simpati penontonnya. Tak salah apabila dirinya menyabet lagi piala Best Actor di ajang Cannes Film Festival. 


Bagi yang sudah kenal dengan film-film Kore-eda, Broker sekali lagi memenangkan hati penontonnya. Dengan drama keluarga disfungsi yang tak meletup-letup, tenang tapi bisa langsung menyayat. Ditambah dengan musik milik Jung jae-il, membuat Broker tampil sebagai film yang menamparkan sebuah realita kelam tentang ketidaksiapan manusia untuk hidup di dunia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar