Minggu, 10 Januari 2021

POSSESSOR (2020) REVIEW: Daur Ulang Kisah Horor Fiksi Ilmiah yang Serupa

Nama Cronenberg hadir di dalam film ini tapi bukan David, melainkan Brandon. Ya, dia adalah anak dari salah satu sutradara gila, David Cronenberg. Tak heran, apabila di dalam film-filmnya masih ada kegilaan yang serupa untuk dihadirkan kepada penontonnya.

Kata pepatah,  buah tak jatuh dari pohonnya.


Ya, pepatah itu yan cocok untuk menggambarkan karya dari Brandon Croneneberg. Semakin terasa pula persamaannya ketika dirinya menggarap film keduanya berjudul Possessor. Dari adegan pertamanya saja, film ini sudah menunjukkan ketidaknyamanan bagi penonton. Memperlihatkan sebuah teknologi yang berhubungan dengan kehidupan manusia dan yang akan mempengaruhinya. 


Benar apabila menganggap film ini adalah sebuah film fiksi ilmiah. Tetapi, tentu Brandon Cronenberg tak Hanya berhenti hingga sampai di situ saja. Dia berusaha menggabungkan elemen horror di dalam filmnya yang akan memberikan sensasi menonton yang berbeda bagi penontonnya. Possessor, sebagai karya keduanya, dibintangi oleh Andrea Riseborough, Jennifer Jason Leigh, Christopher Abbott. Film ini pun tak hanya diarahkan oleh Brandon Cronenberg, tetapi juga ditulis langsung olehnya. Jadi, tak salah apabila dia memiliki banyak ruang untuk mengekspresikan apa yang ada di otak gilanya ke dalam gambar bergerak.



Selama 100 menit, penonton akan diajak untuk mengarungi kisah yang dijalin oleh Brandon Cronenberg yang mungkin Sudah Sangat familiar dan pernah ditemui di beberapa film sebelumnya. Tentang seorang perempuan bernama Tasya Vos (Andrea Riseborough) yang menjadi agen rahasia untuk menjalankan misi yang melibatkan teknologi implan otak. Lewat teknologi inilah, Vos bisa untuk berpindah dari tubuhnya dan menjalankan tubuh manusia lain.


Dia sudah terbiasa melakukan hal tersebut, hingga akhrinya dia harus menjalankan misi terbaru yang lebih challenging dibanding biasanya. Dia memasuki tubuh dari seorang manusia bernama Colin (Christopher Abbott). Dia adalah kekasih dari anak seorang petinggi di salah satu perusahaan besar. Misinya tentu untuk menjatuhkan sang petinggi tersebut. Tetapi, dalam proses Tasya menjalankan misinya, ada kendala yang hadir dan tak pernah terjadi sebelumnya.



Bagi pecinta film-film fiksi ilmiah, (bukan penonton serial Black Mirror di Netflix yang gampang kagetan itu) menonton Possessor tak akan kaget dengan ceritanya yang groundbreaking. Nyatanya memang kisah film ini memang dengan Mudah ditemui di film-film serupa. Bahkan, sesekali Brandon Cronenberg seakan menyadur sedikit film dari sang Ayah yaitu Scanners. Di mana menggabungkan fiksi ilmiah dengan body horror yang cukup membuat penonton merasakan tidak nyaman saat menonton.


Rasa tidak nyaman, ngilu, dan hal sebagainya di dalam film ini bukan malah menjadi sajian yang buruk, malah inilah yang membuat Possessor menarik untuk diikuti. Ini adalah cara Brandon Cronenberg untuk menjaga penontonnya untuk mengikuti Possessor hingga akhir. Perasaan tidak nyaman saat menonton digabung dengan beberapa adegan gore yang bisa mengukuhkan film ini adalah sebuah kalibrasi dari film horor thriller.


Tapi, pintarnya Brandon Cronenberg adalah bisa mendaur ulang kisah-kisah familiar itu menjadi sebuah film yang terasa segar. Salah satu cara yang dia lakukan adalah dengan menyajikan adegan-aegan yang terasa berbeda dibandingkan dengan film-film yang lainnya.



Possesor adalah film yang visually pleasing.


Kata yang tepat untuk menggambarkan film ini secara keseluruhan. Visual yang aestetik kalau kata anak muda zaman sekarang yang bisa menghipnotis penontonnya sekaligus cara Brandon untuk menyalurkan rasa di dalam filmnya. Semuanya bisa tergambar secara visual. Dengan adegan-adegannya yang berdarah pun, Possessor bisa tampil ‘Indah’. Mengusik penontonnya selama 100 menit dengan segala kegelisahan yang tersampaikan dengan tepat di filmnya.


Kegelisahan ini juga tak bisa dirasakan penontonnya apabila bukan berkat penampilan dari Christopher Abbott yang berkolaborasi dengan Andrea Riseborough. Tanpa mereka berdua yang bisa menerjemahkan segala kegelisahan yang ada di dalam karakter utamanya, film ini tak mungkin terasa menghipnotis penontonnya hingga akhir.



Menarik juga, melihat isu yang diselipkan di dalam film ini di mana teknologi bisa saja memanipulasi kehidupan manusia. Melihat endingnya yang sedikit diberi ‘bumbu’, sangat menarik untuk mengulik apa yang terjadi ketika manusia bisa mengontrol kehidupan manusia lainnya dengan teknologi yang mereka punya. Possessor mungkin akan terasa sebagai sebuah film dengan karakter studi yang berlapis. Film ini mengembangkan karakternya dengan menggunakan karakter lain sebagai pionnya. Begitu pula dengan manusia di dunia nyata. Mereka bisa mempelajari life event manusia yang lain untuk bisa diaplikasikan ke dalam hidup mereka. Bisa saja berhasil, tapi bisa saja menjadi bumerang dan berdampak buruk bagi mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar