Jumat, 08 Januari 2021

SPONTANEOUS (2020) REVIEW: Kisah Remaja yang Sama Tapi Pengalaman Menontonnya Berbeda


Namanya juga menjadi remaja, pasti masih ada banyak terjadi ledakan-ledakan yang terjadi di dalam dirinya. Tetapi, bagaimana jika tiba-tiba ledakan itu terjadi secara harfiah? Ya, bagaimana jika di saat remaja ini sedang melakukan kegiatannya sehari-hari ternyata tubuh mereka meledak dan hilang begitu saja?

Ya, inilah yang terjadi sesaat film debut dari Brian Duffield ini mengenalkan kisahnya. Spontaneous, film pertama dari dirinya ini adalah sebuah adaptasi dari novel milik Aaron Stahmer. Memiliki pendekatan yang unik dan menarik memang. Meskipun tetap perlu digarisbawahi, bahwa film ini tetap mengangkat kisah remaja yang sedang beradaptasi dengan emosinya serta konflik-konflik yang sama. Tetapi, dengan sedikit sentuhan lain, tentu akan menjadi pendekatan kisah remaja yang lebih menarik untuk dikulik.

Spontaneous dibintangi oleh Katherine Langford, yang namanya mulai melambung lewat serial adaptasi Netflix, 13 Reasons Why. Dirinya juga pernah didapuk untuk ikut menjadi salah satu pemain di Avengers: Endgame meskipun adegannya tidak jadi ditayangkan di filmnya. Bermain di film-film coming of age, tentu bukan hal baru untuk Katherine Langford. Dirinya pun sudah pernah terlibat dengan adaptasi novel lain yaitu Love, Simon.


Tetapi, menjadi remaja yang lebih rebel dan lebih meledak-ledak di film terbarunya ini, sepertinya belum pernah dilihat sebelumnya. Ya, dia menjadi pemeran utama yang mengantarkan ceritadan menemani penonton untuk mencari tahu apa yang terjadi dengan fenomena yang terjadi di film ini.

Narasi pertama pun sudah menunjukkan kamera menyorot ke karakter Mara (Katherine Langford) yang sedang berada di dalam kelas dan terlihat bosan. Hal itu tak bertahan lama, ketika tahu seorang temannya meledak di depan matanya. Darah, organ tubuh, tentu sudah tersebar di penjuru kelas dan membuat semua orang panik. Hal ini tentu membuat semua remaja di Covington High School merasa takut apabila mereka menjadi salah satu korbannya.

Mara, berusaha sekuat tenaga untuk bisa bertahan hidup dari fenomena aneh yang terjadi di sekolahnya ini. Meskipun, dirinya sudah mempersiapkan apabila hal tersebut terjadi padanya secara tiba-tiba. Tetapi, di tengah hidupnya yang mulai pesimis, dia bertemu dengan seseorang bernama Dylan (Charlie Plummer). Ya, Dylan diam-diam menyukai Mara sejak pertama bertemu meski tak pernah menyampaikannya. Dengan kondisi sekitar yang sedang tak menentu, keduanya memberanikan diri untuk membuka hati satu sama lain.


Jika dikulik dari sinopsis di atas, Spontaneous memang terlihat sebagai sebuah kisah coming of age yang sudah pernah dilihat di beberapa film serupa. Tetapi, hal ini tak bisa dipungkiri, bahwa Spontaneous adalah sebuah film yang solid dan menarik untuk diikuti. Terlebih, bagaimana penggambaran karakter Mara dengan segala perasaan cynical dan sarcastic tentang hidup ini menuntun penonton untuk menyusuri segala keanehan kisah utama di dalam filmnya.

Dengan adanya karakter yang bisa melontarkan dialog-dialog satir dan witty ini, semakin menarik untuk mengikuti Spontaneous. Karakternya menarik untuk diobservasi, konfliknya juga memberikan metafora lain tentang kehidupan remaja. Seakan wabah ledakan di film ini menggambarkan tentang remaja secara general yang memang condong untuk selalu meledak-ledak di dalam hidupnya. Belum paham benar untuk bisa mengontrol segala emosinya. Serta, mengingatkan para remaja untuk sesekali menikmati kehidupan karena bisa saja kamu akan melewatkan hal-hal seru di dalamnya. 

Pesan ini tentu tak akan bisa tersampaikan dengan baik apabila tidak ada performa Katherine Langford yang membius penontonnya hingga akhir. Menarik untuk mengulik kisah di Spontaneous yang asyik karena menyelipkan kisah wabah yang tak teridentifikasi. Penyampaiannya yang pintar ini tentu berkat Brian Duffield dalam menulis dan mengarahkan buku dari Aaron Stahmer.


Tanpa ketelitiannya dalam mengadaptasi kisahnya yang bizarre ini, mungkin Spontaneous akan menjadi film yang aneh untuk dinikmati. Sebagai karya perdana, Brian Duffield berhasil memberikan nafas segar dalam film remaja yang diarahkannya. Kisah-kisah tragisnya bisa dikemas menjadi sajian yang bisa membuat penonton tertawa dengan humor-humor gelapnya tentang kehidupan remaja.

Spontaneous seakan menjadi sebuah hybrid dari beberapa genre yang ada di film-film remaja mulai dari horror, romance, hingga comedy. Bagaimana tidak, film ini seakan memiliki 3 vibe film yang berbeda selama 100 menitnya. Menyadur vibe kisah anak remaja yang sedang melawan kehidupan layaknya film-film yang dibuat oleh John Hughes. Tetapi juga bisa memberikan sensasi tegang layaknya sebuah film horor Karena bisa saja kejadian ledakan atau di film ini disebut Snooze Button ini terjadi begitu saja. 


Belum lagi, film ini Menyelipkan referensi-referensi pop culture di dalam film ini juga bikin seru. Dari tribute-nya ke E.T. hingga Carrie membuat film ini terasa sangat geeky bagi penonton yang paham referensi komedinya. Tapi, tak masalah, bagi penonton yang tak familiar dengan referensi ini pun masih bisa menikmati film ini dengan maksimal. Karena tetap bisa menikmati bagaiman sang karakter saling menertawakan hidupnya yang tragis.

Penonton seakan diajak untuk merasakan emotional roller coaster dengan range yang cukup jauh. Di saat film ini sangat pintar mendistraksi penonton untuk menikmati sajian komedi dan manisnya jatuh cinta, muncul juga perasaan was-was. Mencurigai apa yang terjadi selanjutnya karena penonton merasakan hal yang terlalu manis di saat kondisi di sekitar karakternya sedang tidak baik-baik saja. Inilah letak serunya menonton Spontaneous, yang sesuai dengan judulnya, akan terjadi perasaan spontan yang muncul saat menikmati film ini di setiap menitnya.

Film ini juga punya waktu untuk bersinar saat mengulik sisi emosionalnya. Paruh ketiga film ini barulah menyoroti hal yang lebih dalam lagi. Mengulik sisi vulnerable dari karakternya yang sudah berkembang dari yang dingin hingga memiliki hati yang hangat. Menggali lebih dalam tentang diri sendiri hingga apapun yang berhubungan dengan orang-orang yang disayang.


Ya, menonton film ini di saat pandemi, seakan diajak untuk memikirkan lagi tujuan dan arti hidup bagi masing-masing individu. Meski film ini dibuat jauh sebelum pandemi melanda, tetapi Spontaneous seakan bisa relevan dengan keadaan yang ada. Ya, begitulah Brian Duffield dengan karya perdananya. Walau kisah remajanya pernah ada sebelumnya, tetapi bisa memberikan pengalaman menonton yang segar dan berbeda.

1 komentar: