Minggu, 19 Februari 2023

DEAR DAVID (2023) dan Penerimaannya Tentang Isu Gender beserta Ketimpangannya

Yang sedang diributkan akhir-akhir ini di linimasa adalah film dari Lucky Kuswandi kedua di Bawah naungan Palari Films setelah Ali dan Ratu-Ratu Queens. Dear David dibintangi oleh Shenina Cinnamon, Emir Mahira, hingga Caithlyn North-Lewis ini ditayangkan di Netflix di awal Februari ini.

Kisah coming of age yang dihadirkan oleh Lucky Kuswandi di Dear David ini memang tergolong memiliki premis yang berani. Menyuarakan tentang gairah dan fantasi seksual perempuan yang tersalurkan lewat cerita-cerita fiksi atau kerennya alternate universe (AU) atau yang lebih lumrah lagi adalah istilah fan fiction.

Saking tabunya perempuan membahas tentang gairah seksualnya, medium tersebut menjadi salah satu penyalurnya. Menarik memang untuk dikulik kehidupan para perempuan yang menyalurkan hal ini. Maka, Lucky Kuswandi pun menaruh Laras sebagai representasi dalam filmnya tentang isu ini. 


Laras (Shenina Cinnamon), seorang Pelajar sekolah menengah atas yang terlihat baik-baik dari luarnya. Rajin ke gereja, bintang kelas dan dapat beasiswa, hingga menjadi kesayangan guru di sekolahnya. Tetapi, ada sisi lain yang tak bisa dia ungkapkan. Bagaimana dirinya yang masih remaja dengan gairahnya yang menggebu-gebu saat Melihat laki-laki idamannya. Hingga, dia menyalurkan hal itu lewat kisah alternate universe yang menjadikan dirinya sebagai peran utama. 


Laras mengobjektifikasi lelaki yang dia taksir, David (Emir Mahira) lewat cerita yang berbau seksual yang dia tulis. Tanpa sengaja, tulisan yang seharusnya dia konsumsi secara pribadi, nyatanya tersebar luas di media sosial. Hal ini tentu membuat gempar satu sekolah dan Laras sangat panik jika sekolah mengetahui bahwa dirinya yang menulis cerita tersebut karena bisa mengancam masa depannya.



Dari premis yang sudah dikonotasikan ini, Dear David mencoba untuk memberikan sebuah pertanyaan untuk penontonnya. 


“Bagaimana sih apabila laki-laki yang kena objektifikasi oleh perempuan? Bagaimana penerimaannya di dunia nyata? Apakah akan sama perlakuannya?” 


Gambaran-gambaran inilah yang dimainkan oleh Lucky Kuswandi dalam dalam Dear David. Yang ternyata, dalam ranah seksual ini laki-laki seakan-akan tetap memiliki kuasa lebih. Dianggap lebih perkasa, diidam-idamkan oleh yang lainnya. Padahal, belum tentu laki-laki juga merasa nyaman dengan segala hal yang berusaha disematkan simbolnya kepada mereka.


Hal ini sudah dipermainkan oleh Lucky Kuswandi lewat satu adegan kecil di awal ketika Arya dan teman-temannya berada di toilet dan melakukan buang air kecil.


 

Dalam film, sebuah gambar bisa merangkum atau menangkap benda yang terpenting yang harus ditonjolkan dalam sebuah shot yang bersangkutan. Hal ini hubungannya adalah dengan ide yang hendak disampaikan kepada penontonnya (Undiksha, 2022). 


Gagasan inilah yang berusaha ditampilkan oleh Lucky Kuswandi tentang laki-laki dalam Dear David. Sebuah kamera yang menangkap di Arah kemaluan laki-laki. Bahwasanya, laki-laki sejatinya memang gagasannya tak bisa keluar dari hal-hal berbau seksual dan kemaluan. Bahkan, raut muka Arya dan teman-temannya yang sumringah. Seakan, memang hal-hal itulah yang membuat mereka bahagia.


Hal ini ada sangkut pautnya dengan apa yang terjadi selanjutnya. Tentang penerimaan laki-laki sebagai korban kekerasan seksual. Dengan kontrol seksual yang lebih besar, laki-laki apabila diobjektifikasi secara seksual seakan menjadi hal yang menguntungkan.


Semakin diamini nyatanya dengan sebuah dialog singkat ketika David merasakan hal-hal tidak nyaman di lorong sekolahnya. Testimoni hadir dari teman sekolahnya dengan dengan dialog yang dia berikan.

 


“Aing teh juga mau jadi budak nafsu (Gue juga mau jadi budak nafsu).” 


Lantas, seperti apa sebenarnya pengertian kekerasan seksual itu sendiri? 


Kekerasan seksual adalah tindakan nyata (actual) atau intimidasi (semi-actual) yang berhubungan dengan keintiman atau hubungan seksualitas yang dilakukan oleh pelaku kepada korbannya dengan cara memaksa, yang berakibat korban menderita secara fisik, mental maupun psikis (Abdul, 1980). Yang terjadi di Dear David adalah pelecehan seksual ini tindakannya adalah membuat komentar bernuansa seksual (komnasperempuan.go.id). 


Dengan adanya definisi ini dalam kekerasan seksual, apakah Laras melakukan pelecehan terhadap David? Secara bentuk, mungkin iya. Dirinya membuat narasi tentang David dengan segala hal-hal vulgar hingga alat kelaminnya. Tetapi, hal yang perlu digarisbawahi adalah bagaimana Laras sesungguhnya membuat ini demi memuaskan fantasi seksualnya saja. Bukan untuk dikonsumsi secara umum yang dalam film ini, Laras juga korban karena privasi tentang ranah domestiknya Sudah diganggu oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab. 


Toh, pada dasarnya, baik laki-laki atau perempuan bisa saja memiliki fantasi seksualnya masing-masing karena pada dasarnya mereka adalah manusia. Tak seorang pun dapat mencegah atau menghalangi orang lain untuk melakukan kegiatan berfantasi. Setiap orang berhak untuk berfantasi, termasuk fantasi yang berhubungan dengan aktivitas seksual (Dariyo, 2006).


Meski, memang bila tidak dikontrol Fantasi seksual akan merangsang organ seksual dan bahkan mempengaruhi perilaku seksual yang secara ekstrem akan merujuk pada pemerkosaan (Dariyo, 2006). Tetapi, hal itu tidak dilakukan oleh laras. Semuanya hanya berada dalam pikirannya dan  juga tulisannya. Meskipun, dampaknya beberapa karakter perempuan di dalam film ini juga pada akhirnya membayangkan hal-hal lain tentang David.



Mulai dari kepala sekolahnya yang melamun membayangkan David saat melakukan interogasi. Serta, para perempuan di sekolah David yang akhirnya mulai menyoroti perilaku David hingga membuatnya seolah-olah menjadi sosok yang menonjol dan jagoan dibanding laki-laki lain. Hal inilah yang terjadi ketika laki-laki disangkutpautkan terhadap seksualitas.


Hal ini bisa jadi disebabkan karena konstruksi maskulinitas yang terjadi di masyarakat. Dengan konsep maskulinitas sebagai peran dan tindakan yang melekat pada diri laki-laki sebagai identitas gender mereka, hal ini menjadi beban bagi mereka serta menasbihkan bahwa ketidaknyamanan laki-laki saat diobjektifikasi ini seakan dianggap tidak kuat dan berada di luar konsep maskulinitas yang ada (Miranti Sudiyana, 2021)


Maka yang terjadi adalah dialog yang muncul antara Laras dan David di gereja ketika David tahu siapa yang menulis dirinya dalam cerita Alternate Universe itu.



“Tapi masalahnya, sekarang semua orang ngeliat gue beda. Jadi punya ekspektasi lebih padahal gue bukan siapa-siapa.” 


Kontruksi tentang maskulinitas dalam masyarakat inilah yang seakan-akan membuat laki-laki harus terlihat kuat. Laki-laki bila difantasikan secara seksual oleh orang-orang di sekitarnya seakan mendapatkan kuasa dan kekuatan. Padahal nyatanya, laki-laki pun juga manusia biasa yang memiliki perasaan untuk merasa lemah dan tidak nyaman. Sama dengan manusia pada umumnya.


Tentang konstruksi maskulinitas yang akhirnya menjadi penerimaan tentang pelecahan seksual terhadap laki-laki yang tidak diakui ini juga dikonfirmasi lewat adegan di menuju akhir. Ketika Arya yang habis terkena pukulan dari David mengatakan Bahwa: 


“Gue kira lucu. Lihat, kan? Lu jadi jagoan satu sekolah.” 


Iya, isu tentang pelecehan seksual terhadap laki-laki juga bukan dianggap hal yang serius. Ini menjadi fokus yang bisa ditelaah dalam realitanya.

 



Wacana yang hadir di dalam Dear David ini bukan semata-mata untuk memberikan justifikasi bahwa perempuan juga bisa melecehkan laki-laki. Tetapi, untuk memberikan bahan perenungan kepada penontonnya bahwa semua jenis kelamin dan gender apapun juga bisa terkena pelecehan seksual dalam jenis apapun. 


Apabila menurut Mulvey, Male Gaze adalah bagaimana laki-laki mengasumsikan perempuan lewat matanya dengan sudut-sudut yang mengobjektifikasi perempuan dan sensualitasnya. Maka, Dear David sebenarnya adalah sebuah anti tesis. Female Gaze bila tepat yang bisa mewakili film ini. Sejatinya, the female gaze ini bukan sekadar mengobjektifikasi laki-laki tetapi bagaimana frasa ‘Female Gaze’ ini juga menjadi sebuah percakapan tentang bagaimana mereka yang tidak pernah teridentifkasi isunya di dalam sebuah film bisa juga terlihat (Malone, 2018).


Lewat Dear David, penonton bisa tahu bagaimana Laras sebagai perempuan memandang laki-laki. Yang juga memfantasikan laki-laki secara seksual, tetapi dalam konflik filmnya juga memperlihatkan secara utuh bagaimana penerimaan kekerasan seksual apabila hal itu terjadi oleh laki-laki yang tetap saja rasanya tidak nyaman dan tidak juga mendapatkan keadilan. Maka, speech penutup yang diberikan oleh Laras di Dear David ini, juga menjadi kunci. 


Bahwa, sejatinya perempuan dan laki-laki juga sama-sama manusia. Yang bisa berfantasi secara seksual, bisa terkena pelecehan seksual, bisa juga terinterupsi ranah domestiknya, serta bisa juga tertindas atas konstruksi masyarakat.


Tetapi, tentu saja ini hasil riset tentang apa yang penulis rasakan. Apabila memang ada yang berbeda pandangan, bisa saja didiskusikan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar