Perbudakan, kulit hitam, rasis, menjadi tema
yang sentimentil bagi negara Amerika. Dimana, Amerika memang memiliki masalah
dalam penyamaan derajat di masyarakatnya. Meskipun, masyarakat berkulit hitam
sudah memiliki satu undang-undang yang menyatakan bahwa derajat mereka sama.
Tetapi, anggapan mereka dengan masyrakat dengan kulit berwarna hitam tetap
mendapat satu pandangan cukup sinis.
Maka tahun ini, Steve McQueen di film
terbarunya mengangkat cerita Perbudakan, kulit hitam, dan sebagainya dalam film
12 Years A Slave. Film ini pun menceritakan sosok Solomon Northup (Chiwetel
Ejiofor), seorang pemain musik berkulit hitam yang bebas tiba-tiba disekap
dalam ruang kecil yang membuat dirinya terjebak dalam transaksi perbudakan.
Solomon Northup pun diganti identitasnya dan membuat dirinya di beli oleh
seseorang bernama Ford (Benedict Cumberbatch).
Disaat dirinya bekerja dengan Ford, dia
mengalami masalah dengan seseorang dan akhirnya Solomon harus dijual kepada
Edwin Epps (Michael Fassbender), seorang yang terkenal sebagai orang yang jahat
dengan budak-budak berkulit hitam miliknya. Disana, dia bertemu dengan Patsey
(Lupita Nyong’o), budak kulit hitam wanita yang ternyata sering dilecehkan oleh
Epps. Solomon pun mencari segala bantuan agar dirinya bisa terlepas menjadi
budak karena dirinya adalah seorang kulit hitam yang bebas.
2 Hours full of pain and misery
Steve McQueen, salah satu sutradara yang
harus sudah mulai diperhitungkan di kancah perfilman Hollywood. Mungkin karya
miliknya masih sangat sedikit, tetapi bukan berarti film-film miliknya bisa
dilewatkan begitu saja. Dua karya miliknya Hunger dan Shame disorot oleh para
kritikus dengan mendapatkan banyak sekali pujian. Maka, tak salah jika 12 Years
A Slave ini juga akan mengundang banyak kritikus mengharapkan sesuatu yang
lebih meskipun mendapatkan tema yang formulaic.
12 Years A Slave adalah film ketiga dari
sutradara Steve McQueen dan diproduseri oleh salah satu artis Hollywood ternama
yaitu Brad Pitt. 12 Years A Slave sendiri diangkat dari buku berjudul sama dari
biografi seorang bernama Solomon Northup yang juga menjadi karakter utama di
film ini. Film ini benar-benar bisa menggambarkan bagaimana perjuangan Solomon
Northup saat dirinya menjadi seorang budak berkulit hitam yang derajatnya
benar-benar direndahkan oleh pribumi berkulit putih.
Bagaimana Steve McQueen berhasil
mempresentasikan adegan demi adegan di dalam film ini begitu menyayat hati
penontonnya. 130 menit yang berhasil menangkap dengan indah dan bagus
penderitaan serta rasa sakit yang berhasil disajikan langsung kepada
penontonnya. Rasa pedih itu begitu dekat dengan penontonnya sehingga penonton
akan bisa langsung merasakan betapa perihnya kehidupan para budak yang selalu
dipaksa untuk bekerja keras tanpa ampun. Serta, seberapa rendahnya derajat para
budak berkulit hitam sehingga mereka seperti tidak anggap seperti seorang
manusia.
Tetapi, bisa dibilang 12 Years A Slave
memiliki narasi yang lemah dibanding dengan Shame. Bagaimana Steve McQueen
sepertinya masih kurang bisa menuturkan setiap kisah biografi Solomon Northup
di filmnya dengan penuturan yang baik. Alhasil, banyak sekali cerita sana-sini
yang masih kurang bisa memberikan nyawa. Ya, Steve McQueen memang ahli dalam
menyajikan betapa pedih karakter-karakter di dalam film terbarunya ini. Tetapi,
konflik utama di film ini masih kurang diberi penyokong lebih agar
adegan-adegan yang mengiris-iris perasaan itu bisa diimbangi dengan cerita yang
baik.
Bagaimana cerita selama 12 tahun itu tidak
memiliki kronologis yang begitu baik sehingga mungkin beberapa orang akan
mempertanyakan apa benar Solomon Northup berada dalam kehidupan perbudakan
selama 12 Tahun. Penyelesaian film ini pun terkesan datang dengan mudahnya.
Tidak ada satu momentum puncak yang menandai bahwa kehidupan penuh liku dan
berbatu Solomon Northup dalam perbudakan akan segera berakhir.
12 Years A Slave mungkin menjadi karya
terlemah milik Sutradara Steve McQueen. Tetapi, tak lantas hal itu membuat 12
Years A Slave menjadi karya yang buruk. Bukan. 12 Years A Slave adalah salah
satu presentasi yang sangat baik di tahun ini. Karena masih banyak hal yang
membuat film ini menjadi salah satu film unggulan tahun 2013. Sinematografi
apik yang ditawarkan oleh film ini dengan design and set value yang sudah tidak
bisa diragukan lagi. Bukan berarti film tentang perbudakan tidak bisa
memberikan gambar-gambar indah, 12 Years A Slave banyak sekali memberikan poin
tersebut di dalam filmnya.
Belum lagi masih banyak jajaran aktor dan
aktris di film ini yang bermain begitu baik di filmnya. Chiwetel Eijofor
berperan sebagai Solomon Northup yang benar-benar mampu memberikan performa
gemilangnya. Satu scene stealer jatuh pada Lupita Nyong’o yang berperan dengan
penuh emosional dan mampu mengiris hati penontonnya. Pun begitu, dengan aktor
aktris lainnya seperti Michael Fassbender ataupun Benedict Cumberbatch yang tak
usah diragukan lagi performa mereka.
Overall, 12 Years A Slave adalah salah satu
film unggulan di tahun 2013 lalu yang mampu mengiris hati penontonnya berkat
pengarahan Steve McQueen yang baik. Meskipun masih ada beberapa minor dalam
menceritakan konflik utama untuk film ini yang membuat film ini menjadi karya
terlemah bagi sutradara Steve McQueen. Tetapi, tak lantas film ini adalah film
buruk. 12 Years A Slave masih mampu diperhitungkan di berbagai ajang
penghargaan bergengsi.
Setuju.. film ini punya sisi penceritaan yang baik. Lupita Nyong'o sempet bilang pas di Oscar bahwa Steve McQueen mampu membuat sebuah film sulit diceritakan dengan cara penceritaan yang mudah dimengerti.. One of the best movies from 2013..
BalasHapusTukeran link yuk klo berkenan... Link-nya sudah saya tambahkan ya.. :)
Salam,
http://www.cinejour.com
Oke.
Hapussudah saya tambahkan juga ya, link-nya.
terima kasih :)