Lagi dan lagi, sebuah novel yang diadaptasi untuk divisualisasikan
menjadi kumpulan gambar bergerak dan menerjemahkan kata demi kata, kalimat demi
kalimat dari sebuah novel. Buku-buku young-adult memang selalu menjadi
sasasran, terutama jika buku itu memiliki satu premis menarik dan juga
bestseller. Setelah seri The Twilight Saga yang sukses secara besar-besaran
terutama di segi finansial, para rumah produksi Hollywood pun mengikuti rumus
yang sama untuk mendapatkan keuntungan yang besar di industri perfilman.
Summit Entertainment, yang pernah menangani film The Twilight Saga,
membeli hak dari trilogi best seller milik Veronica Roth. Usaha yang bagus dari
Summit Entertainment untuk sekali lagi mendapatkan kucuran dana dari sebuah
buku trilogi yang memiliki banyak fans juga. Seri kali ini yaitu Divergent.
Memiliki tiga buku dengan cerita yang menarik untuk diikuti di setiap serinya.
Di Divergent ini, dimulai dari seorang gadis bernama Beatrice Prior
(Shailene Woodley) yang hidup di dunia setelah kehancuran di Chicago. Di umurnya yang ke 16, dia
harus memilih satu dari 5 faksi yang ada di kota miliknya. Faksi-faksi itu
mewakili sifat-sifat manusia. Kepintaran dimilik faksi Erudite, Kesenangan dimiliki faksi Amity, Kejujuran untuk faksi Candor,
Tidak egois untuk faksi Abnegation,
serta Pemberani untuk faksi Dauntless.
Saat tes kemampuan, hasil dari Beatrice ternyata memiliki kelainan
yang disebut Divergent. Dimana, dia mewakili 3 sifat dari lima faksi. Pada saat
upacara pemilihan pun, dia memilih Dauntless
sebagai faksinya. Dia bertemu dengan seorang pelatih bernama Four (Theo
James) yang membimbing dirinya saat melakukan inisiasi di faksi tersebut.
Mereka berdua semakin dekat, hingga akhirnya banyak hal terjadi. Seketika itu,
Jeanine Matthews (Kate Winslet) berusaha untuk menyingkirkan Abnegation dari
muka bumi Chicago.
Less explore, little messy, but its Enjoyable.
Premis menarik dan best seller menjadi
iming-iming besar bagi siapapun rumah produksi. Keputusan yang sangat pintar
bagi Summit Entertainment yang berhasil mendapatkan hak kopi dari buku
Divergent karya Veronica Roth ini. Terlebih, kredibilitas buku ini perlu
digarisbawahi karena telah mendapatkan pujian dimana-mana. Summit Entertainment pun memberikan kepercayaan yang besar untuk
trilogi tersebut. Sebelum film pertama di rilis pun, dua seri dari trilogi ini
sudah memiliki slot tayang di 2 tahun berikutnya.
Neil Burger pun ditunjuk sebagai Sutradara untuk seri pertama dari
seri Divergent ini. Dengan bantuan dari Vanessa Taylor dan Evan Daughtery di
departemen screenwriter yang memiliki
satu momen krusial dari adaptasi novel. Divergent bisa dibilang sebagai pertunjukan
dari Beatrice Prior. Semua cerita yang disini adalah semua tentang Beatrice Prior.
Padahal masih ada banyak karakter-karakter yang ditampilkan di Divergent yang
harusnya saling berinteraksi dan masih bisa digali hingga akhirnya Divergent tidak
hanya straight to the story tetapi
akan lebih kompleks
Ada beberapa karakter yang masih terasa satu dimensi. Hanya sekedar
tampil di film ini sehingga setidaknya akan membuat pembaca novel Divergent
mengerti bahwa “Oh, karakter ini masih
ada di filmnya”. Tetapi bagi yang bukan pembaca novel, karakter-karakter
yang ada di film ini ada atau tidak adanya mereka di dalam film tidak begitu
memiliki pengaruh besar untuk filmnya. Karena semua cerita adalah milik
Beatrice. Bahkan, karakter Four yang menjadi salah satu karakter utama pun masih
memiliki kedalaman karakter yang nanggung.
Informasi-informasi yang dilemparkan kepada penonton juga masih acak.
Sehingga penonton pun masih bertanya ini-itu tentang filmnya. Membuat beberapa
lubang-lubang cerita yang tidak bisa dihindari oleh film arahan Neil Burger
ini. Tetapi, bisa dibilang Divergent adalah film adaptasi novel yang cukup
berhasil. Bisa memanfaatkan 135 menit dari film ini dengan baik. Membuat
penontonnya lupa tentang rentang durasinya yang lama dengan cerita-cerita
menarik dari novelnya yang diadaptasi ke sebuah film.
Divergent, tidak menjadi the
next City Of Bones, The Host, Beautiful Creatures atau Vampire Academy yang gagal memikat penontonnya. Divergent juga
tidak The Hunger Games-ish. Divergent memiliki ritme-nya sendiri. Dengan fast pace dan slow pace yang ditaruh dengan pas, sehingga 130 menit milik
Divergent ini benar-benar thought-provoking.
Membuat para penonton pria dan wanita pun akan menikmati apa yang disajikan
oleh Neil Burger di seri pertama Divergent ini.
Neil Burger berhasil membuka seri pertama dari trilogi Divergent ini
dengan cukup baik. Ini jelas akan memberikan satu poin bagi trilogi untuk
lanjut ke seri berikutnya. Tinggal menunggu bagaimana tangga Box Office ini berbicara. Karena
bagaimana pun, hasil dari Box Office
pun juga akan mempengaruhi jalannya trilogi ini. Divergent memiliki porsi yang
pas antara Drama untuk menjelaskan universe milik Divergent dan juga porsi aksi
yang cukup banyak. Sehingga, siapapun penontonnya akan terhibur dengan Film
ini.
Hal yang akan sangat riskan dari adaptasi novel Young-Adult adalah romansa cinta antar karakter. Karena banyak
sekali yang akhirnya disorot berlebihan sehingga menimbulkan satu momen ‘meh’
yang tidak disukai penonton. Beruntung, Neil Burger tidak menyorot romansa Four
dan Tris secara berlebihan. Mereka tetap menempatkan cerita cinta mereka dengan
porsi yang tepat. Meskipun beberapa hal masih terkesan memaksa karena minimnya
kedalaman karakter di film ini sehingga romansa mereka masih lack of chemistry.
Penggunaan kamera IMAX untuk film ini memang tidak begitu terlihat
layaknya The Hunger Games. Tetapi, itu akan memaksimalkan landscape cantik di Divergent. Banyak sekali panorama-panorama
indah Chicago in Dystopian version
yang berhasil ditangkap oleh sang Director of Photography sehingga beberapa
bagian akan maksimal jika disaksikan dalam versi IMAX. Begitupun dengan
production value yang tidak sembarangan. Kota chicago after-war pun berhasil diinterpretasikan. Serta scoring
yang menarik yang diproduseri oleh Hans Zimmer dan Soundtrack-soundtrack yang ear-catchy ini pun menjadi poin plus
dari segi teknis di film ini.
Keputusan untuk membuat Divergent menjadi Bearice Prior show ini
berpengaruh bagi performa Shailene Woodley sebagai Beatrice. Shailene Woodley berhasil
memberikan performa akting yang menarik (dan selalu di setiap filmnya). Dia
berhasil memerankan Beatrice yang cantik dengan penuh lika-liku hidupnya
sebagai seorang Divergent dan memberikan satu peran ikonik dengan akting yang
mumpuni. Theo James sebagai Four masih kurang ter-eksplor disini tetapi jelas
Theo James akan menjadi words of mouth
bagi setiap wanita setelah menonton film ini karena paras tampan yang
dimilikinya. Kate Winslet, tak usah diragukan, dia berhasil menunjukkan kesan
dingin yang memang menjadi keseharian sosok Jeanine Matthews, karakter yang
sedang diperankannya.
Overall, Divergent adalah
film adaptasi novel yang cukup baik diangkat menjadi sebuah film. Meskipun
beberapa bagian masih memiliki lubang, karakter-karakter lain selain Beatrice
memiliki kedalaman cerita yang masih minimalis menjadi kendala dari film ini.
Tetapi, bagaimana Neil Burger mengolah Divergent ini menjadi satu sajian yang
menghibur dengan porsi cerita yang pas. Quite
good start for the Trilogy, may it would be better in the next series.
reviewnya menarik. semoga aja divergent ngak mengecewakan
BalasHapus