Mobil-mobil mewah, balapan liar, formual yang sepertinya sudah pernah
ditemui di satu franchise Fast &
Furious. Setelah Fast & Furious mulai
memperpanjang serinya hingga seri nomor tujuh yang terpaksa diundur tahun
depan, maka satu film dengan formula (yang hampir) sama dengan franchise
tersebut diangkat ke permukaan. Adaptasi dari permainan virtual terkenal, Need
For Speed hadir dengan berbagai tentang balapan mobil yang ditawarkan.
Need For Speed ditangani oleh Scott Waugh yang secara perdana mengarahkan
filmnya sendiri kali ini. Begitupun pada departemen screenwriting yang juga
ditangani oleh orang baru di dunia perfilman, George Gatins yang sama sekali
belum memiliki track record dalam urusan menulis suatu naskah film. Bisa
dibilang, satu resiko besar yang diambil oleh Dreamworks Pictures saat menggarap film ini dengan nama-nama baru.
Terlebih, film adaptasi game belum pernah ada yang memuaskan para fans maupun
kritikus film.
Need For Speed memang tidak memiliki satu cerita basic yang bisa
diambil. Maka, George Gatins harus memberikan satu universe baru untuk film
adatasi game ini. Maka, Need For Speed mengembangkan satu cerita dari Tobey
Marshall (Aaron Paul), seorang mantan pembalap NASCAR yang harus kehilangan sang
Adik, Pete (Harrison Gilbertson) saat ditantang oleh Dino Brewster (Dominic
Cooper) untuk balapan. Dino yang dengan sengaja menabrak mobil Pete hingga tak
sengaja membuatnya tewas saat pertandingan.
Tobey ditangkap atas balapan liar tetapi Dino berhasil lolos dan
menjual barang bukti tersebut. Setelah keluar dari penjara, Tobey merencanakan
satu aksi balas dendam kepada Dino. Dengan ikut dalam pertandingan balapan liar
yang diadakan oleh Monarch (Michael Keaton). Dino yang mulai gusar dengan
adanya Tobey yang bisa mengancam dirinya ini, melakukan berbagai upaya untuk
menyingkirkan Tobey dari pertandingan.
Need For Speed, need to be more treat.
Berusaha untuk tidak membanding-bandingkan Need For Speed dengan franchise Fast & Furious. Karena bagaimana
pun itu, Need For Speed jelas berbeda dengan franchise terkenal tersebut. Memang memiliki formula yang hampir
sama di filmnya, tetapi bagaimana konsentrasi dari dua film ini jelas-jelas
berbeda. Terlebih, Need For Speed ini di adaptasi dari sebuah game. Berbeda
dari Fast & Furious yang merupakan satu film original yang mampu bertahan
meskipun sudah mulai diperpanjang tetapi cukup banyak dinantikan.
Need For Speed sebenarnya memiliki satu potensi yang bisa membuat film
ini menjadi satu presentasi menarik. Sudah memiliki banyak mobil-mobil mewah
yang ditampilkan di film ini. Mulai dari porsche,
lamborghini, dan banyak mobil-mobil mewah lain yang akan membuat para
pecinta otomotif berdecak kagum. Film ini memiliki satu cerita inti yang
singkat seharusnya. Tetapi, bagaimana Scott Waugh membuat film ini malah
berputar-putar layaknya ban mobil yang sedang balapan sehingga film ini
bertele-tele dan membuat film ini memiliki pace yang tidak teratur.
Bahkan, storyline cerita
yang bertele-tele ini pun ternyata malah membuat cerita di film ini semakin
tidak terlihat. Berputar-putar di tempat dan masih bingung mau kemana. Well, usaha Scott Waugh di film Need For
Speed ini untuk menekankan pada segala adegan car chase dan car race memang
sangat terlihat. Sehingga, suara decit ban mobil yang bergesek dengan aspal jalanan karena
kecepatan yang dipacu sangat tinggi ini membuat kuping penontonnya benar-benar
tidak nyaman karena terlalu berisik (atau mungkin sound effect suara ban mobil yang berdecit memang terlalu
berlebihan).
Adegan balapan dimanapun, kapanpun, dan dengan siapapun ini bukan
malah membuat penontonnya semakin interest
dengan filmnya, tetapi malah menjemukan untuk ditonton. Dengan embel-embel
adaptasi sebuah permainan virtual, mungkin ada beberapa yang mengingatkan
ketika dengan game Need For Speed, tetapi hanya beberapa adegan dari
keseluruhan film. Tidak seutuhnya membuat kita merasakan sensasi yang sama saat
kita sedang memainkan permainan balapan mobil dari Need For Speed ini. Sungguh disayangkan.
Butuh beberapa adegan untuk mengembalikan lagi kenyamanan telinga
penonton yang sudah dipenuhi oleh suara ban yang berdecit. Memang, ada beberapa
bagian yang digunakan untuk memberikan pondasi untuk storyline yang dibangun.
Ketika storyline itu berusaha untuk dibangun, tidak upaya yang kuat untuk
menguatkan cerita itu. Aksi balas dendam Tobey Marshall pun, terasa sangat
hambar. Malah beberapa adegan malah diisikan dengan beberapa adegan kurang
penting (hint : “it’s Friday casual”).
Geogre Gatins pun masih memberikan beberapa dialog-dialog dangkal yang
membuat filmnya semakin tertatih. Dan dengan arahan Scott Waugh yang masih
minim ini pun, beberapa cerita masih belum bisa diangkat. Memberikan porsi
untuk mengangkat love interest antara
Tobey dengan beberapa wanita di film ini dengan balutan shot cheesy yang mungkin membuat mata penonton akan berputar.
Itupun tidak berlangsung lama dan datang dengan begitu tiba-tiba.
Jajaran akting pun masih tidak memiliki kekuatan. Aaron Paul masih
kurang memberikan jiwa dan aura kharismatik yang harusnya ada saat dirinya
memerankan satu karakter heroik terutama leading
character yang punya andil besar untuk film ini. Chemistry-nya dengan
Imogen Poots juga terkesan tidak ada. Mereka tidak bisa berkoneksi. Imogen
Poots pun masih belum memberikan akting total untuk memberikan ikon femme fatale untuk karakternya.
Maka, Need For Speed hanya menjadi sebuah film yang hanya mementingkan
bagaimana mobil bisa melakukan balapan liar dengan kecepatan tinggi. Memberikan
satu sensasi suara ban yang berdecit sana-sini yang berisi, serta memberikan
sensasi kesenangan menabrakkan mobil mewah dan merusaknya. Film Need For Speed
bisa dianggap sebagai film yang dengan tingkat kenarsisan product placement untuk mobil-mobil sport mewah yang diidam-idamkan
oleh para pria maskulin.
Overall, Need For Speed
menjadi salah satu film adaptasi game yang mungkin akan menyenangkan jika
diolah dengan begitu baik lagi. Beberapa potensi menarik seperti adegan balap
dan mobil-mobil mewah yang tabrak sana-sini menjadi sia-sia karena cerita yang singkat
dijadikan terlalu bertele-tele dan memenuhi durasi. Tunggu saja hasil box
office dari Need For Speed, jika berhasil mari lihat film ini akan menjadi satu
franchise baru.
Need For Speed dirilis dalam format tiga dimensi dengan hasil
konversi. Mungkin untuk memberikan sensasi permainan virtual yang biasa
dimainkan. Berikut rekap efek tiga dimensi film ini.
DEPTH
Tidak ada kedalaman yang begitu signifikan. Hampir tidak terasa malah
jika Need For Speed disaksikan dalam format 3D.
POP OUT
Begitupun dengan efek pop-out
yang juga sangat minim. Mungkin beberapa adegan kaca pecah, asap, dedaunan, dan
lain-lain. Tetapi itu hanya sedikit dari panjangnya durasi dari film ini.
Overall, Need For Speed
cukup disaksikan dalam format dua dimensi. Terlebih, bagaimana kecerahan film
ini yang akan membuat penonton yang tidak biasa dengan format tiga dimensi akan
semakin tidak nyaman. Dengan depth
dan pop-out yang tidak terlalu
signifikan dan anda masih penasaran dengan film ini, format dua dimensi saja
sudah cukup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar