Gojira, makhluk ciptaan fantasi manusia dengan ukuran gigantis
yang berasal dari jepang ini pernah ditampilkan dalam film Godzilla milik
jepang di tahun 1954. Kembali dihidupkan oleh perfilman Hollywood lewat tangan Rolland Emmerich di tahun 1998. Meskipun
tidak mendapatkan respon yang baik dari kritikus ataupun para pecinta makhluk
berukuran gigantis ini. Di tahun 2014 ini, konstruksi ulang cerita dari sang
raksasa ini mendapat slot untuk bersaing dengan film-film musim panas.
Di tangan Gareth Edward sebagai sutradara, Godzilla akan bersiap-siap
untuk memporak-porandakan kota dengan reka ulang yang lebih meyakinkan. Dengan photo still yang sudah dirilis pada Comic Con tahun lalu, hingga
poster-poster yang memiliki desain mengagumkan. Tak salah, banyak orang sangat
menanti-nantikan Godzilla sebagai film monster yang ‘besar’ dan menjadi salah satu film monster terbaik yang pernah
dibuat oleh Hollywood.
Setelah pulang dari tugasnya menjadi anggota angkatan laut, Ford
(Aaron-Taylor Johnsson) berkumpul kembali dengan keluarga kecilnya bersama sang
istri, Elle (Elizabeth Olsen). Di tengah berkumpulnya mereka, Elle mendapat
telepon dari Jepang yang mengatakan bahwa ayah dari Ford, Joe (Bryan Cranston)
tengah melewati zona terlarang yang membuatnya harus berurusan dengan polisi.
Alasan kenapa Joe melewati zona terlarang itu adalah suatu keganjilan
yang pernah terjadi padanya 15 tahun lalu. Dimana perusahaan tempat dia dan
sang istri bekerja dulu, Janjira mengalami kebocoran pada zat radiasi yang
menyebabkan sang Istri atau Ibu dari Ford harus meninggal disana. Dan apa yang
ganjil di 15 tahun lalu bukan sebab dari human error, tetapi disebabkan oleh
makhluk asing bernama MUTO yang mencari zat radiasi untuk berkembang biak.
Fans treatment for gigantic-creature-called-Gojira fans.
Roland Emmerich pernah mengajak makhluk besar ini untuk menginvasi
layar perak. Tetapi sayang, usaha miliknya bisa dibilang gagal untuk bisa
memikat para penonton, fans, maupun kritikus film. Film miliknya ini mendapat
banyak sekali kritikan pedas. Warner Bros
dan Legendary Pictures pun
mendapatkan kesempatan untuk me-reka ulang Godzilla dengan Gareth Edward
sebagai pemegang kendali agar filmnya tak akan jatuh layaknya milik Roland
Emmerich.
Hingar bingar Godzilla terjadi ketika photo still pertama di rilis tahun lalu. Diperkuat dengan film
milik Guilermo Del Toro, Pacific Rim
dengan pertandingan antara monster dan robot yang secara tidak langsung
memiliki benang merah dengan Godzilla. Begitupun dengan film Godzilla itu
sendiri, entah apakah Warner Bros dan
Legendary Pictures ini benar-benar
sengaja membangun universe antara
Godzilla dengan Pacific Rim atau memang hanya sebatas ketidaksengajaan saja.
Tetapi, bagi siapapun yang pernah menonton Pacific
Rim bisa mendapat beberapa easter egg
di film Godzilla yang bisa dikatakan sebagai prekuel tidak resmi dari Pacific Rim.
Kembali ke film Godzilla, dengan skrip yang ditulis ramai-ramai oleh
Max Borenstein, Frank Darabont, dan Dave Callaham ini membuat film ini sendiri
tak hanya berisikan pertarungan monster penuh ledakan dan kehancuran dengan
plot yang tidak jelas. Mereka pun menyelipkan human drama yang kental sehingga
ada satu plot yang berjalan untuk memperkuat film ini. Meskipun berjalan dengan cukup intens, sayangnya human
drama itu tidak memiliki latar belakang yang dapat menyokong plot dengan baik.
Film Godzilla membangun karakter-karakternya dengan begitu pelan dan hati-hati
tetapi sayangnya, it doesn’t work very
well.
Godzilla memang memiliki intens cerita yang cukup menarik di paruh
awalnya. Bagaimana asal mula makhluk-makhluk berukuran besar itu bisa
menginvasi bumi. Dengan ulasan scientific di dalamnya yang bisa menjadi salah
satu pondasi kuat. Dengan bangunan human drama yang cukup besar, akhirnya
Godzilla pun terlihat terlalu sibuk untuk membangun ceritanya. Mengesampingkan
inti dari filmnya sendiri yaitu sang Godzilla. Yang harusnya perlu
diperhatikan, ketika karakter-karakter yang muncul rasanya masih belum ada yang
memiliki satu alasan jelas dan kuat. Ini membuat semua karakter di film terasa
abu-abu.
Jika dibilang Ford sebagai front line karakter di film Godzilla pun
rasanya masih kurang. Hanya saja, Aaron-Taylor Johnson sebagai Ford memiliki running time yang lebih banyak ketimbang
yang lain. Dan dengan durasi mencapai 120 menit, rasanya karakter-karakter di
film Godzilla pun masih memiliki penggalian yang kurang kuat. Seperti ada yang
hilang dengan karakter-karakter di film ini. Hal tersebut memiliki pengaruh
yang signifikan bagi film ini. Film Godzilla pun tak memiliki daya tarik yang kuat
di paruh kedua filmnya.
Dengan pembangunan human drama untuk film Godzilla, tanpa disengaja human drama itu mengambil alih porsi
dari Godzilla yang dimaksudkan sebagai film monster. Membangun tensinya
perlahan-lahan dari paruh pertama sebagai building part of this universe.
Perjalanan cerita mulai terasa draggy di paruh kedua dan dibalas di paruh
ketiga meskipun masih lack of powerness to be a great climax. Memiliki banyak subplot yang bercabang-cabang sehingga
terasa asal tempel untuk memenuhi durasi. Serta sebagai media tarik ulur akan
kemunculan sang Godzilla.
Tetapi, usaha Gareth Edward dalam mengarahkan filmnya perlu diacungi
jempol. Banyak sekali hal-hal lain yang membuat film ini masih layak untuk
ditonton. Poin plus pertama untuk film Godzilla kali ini adalah Gareth Edward
terlihat berusaha untuk tak terlalu jauh dengan sumber aslinya. Bagi penonton
yang tidak pernah menonton Godzilla dari versi apapun, bisa merasakan bahwa
Gareth Edward menyelipkan banyak tribute untuk sumber asli dari film Godzilla.
Serta, Gareth Edward tentu dengan gampang bisa menarik hati para
fans-fans Gojira. Tetapi negatifnya ini akan membuat film miliknya segmented. Poin plus kedua, Gareth
Edward sepertinya tidak mau film monster miliknya ini sebagai ajang narsisme
makhluk gigantic ini. Tidak membuat Godzilla milik Gareth Edwards ini hanya
penuh dengan ledakan dan kehancuran kota. Setidaknya masih memilik plot yang
bagus dan kuat sebagai pondasi.
Gareth Edward mengeksekusi dengan baik atmosfir
yang ada di film ini. Penonton film ini bisa merasakan atmosfir penasaran
dengan nuansa gelap yang kental. Menutupi segala hal tentang Godzilla sehingga for the right timing, it will be something
massive. Tetapi sayangnya it’s gone
too far. Bagaimana Godzilla datang ke kota sepertinya datang secara
tiba-tiba. Ini sangat berpengaruh dengan klimaks yang kurang berhasil untuk
memikat penontonnya dan hal tersebut dipengaruhi pada kemunculan Godzilla yang
terlampau sedikit.
Dengan pertarungan-pertarungan dengan rasa yang
cukup hambar. Meskipun, visual effect menarik yang menampilkan kota hancur
dengan rasa yang begitu gelap dan indah. Di sinilah, porsi drama yang mengambil
alih menjadi satu efek minor bagi
Godzilla. Final battle Godzilla pun terasa anti-klimaks dan penonton terlebih
yang bukan fans Gojira ataupun
penonton film-filmnya akan keluar studio dengan perasaan yang biasa saja.
Karena dengan penantian yang cukup lama, ternyata hanya seperti itu saja.
Overall,
Godzilla milik Gareth Edwards ini bukanlah presentasi yang sempurna. Mungkin
akan pas jika dibilang Godzilla miliknya ini adalah fans service untuk para penggemar makhluk berukuran gigantis ini.
Tetapi, hal tersebut akan membuat karyanya akan terbagi-bagi. Gareth Edwards
tahu benar untuk menampilkan film monster yang masih memperdulikan plot meskipun gone too far yang malah memberikan efek minor untuk bagian klimaks. Gareth
Edward takes a lot of risky way.
Godzilla dirillis dalam format 3D. Meskipun hasil
3D-nya ini hanya hasil konversi. Berikut review format 3D milik Godzilla.
DEPTH
Dengan kedalaman yang cukup menarik, penonton akan
merasakan pertarungan para kaiju Godzilla seperti di depan mata.
POP
OUT
Hampir tidak ada efek Pop Out yang bisa dirasakan
ketika menonton film Godzilla.
Disaksikan dalam format 2D saja tidak akan
melewatkan berbagai momen dari film Godzilla. Tetapi, dengan efek depth yang
cukup baik ini bisa mendekatkan penonton dengan pertarungan Godzilla saat
menontonnya. Terlebih, tiket 3D dan 2D memiliki harga yang sama.
penasaran jadi pengen nonton. Semoga lebih horro dari sebelumny
BalasHapus