Lagi, lagi, dan akan masih terus mewarnai perfilman Hollywood, adaptasi
dari buku-buku bestseller di US. Kali ini, bukanlah buku tema dystopian atau
fantasy yang diangkat dalam fitur film panjang. Buku yang booming dan
mendapatkan pujian di mana-mana, The Fault In Our Stars karangan John Green.
Buku dengan tema cinta remaja ini akhirnya mendapatkan kesempatan untuk
diadaptasi menjadi gambar bergerak yang hak ciptanya kali ini dimiliki oleh
20th Century Fox.
The Fault In Our Stars kali ini ditangani oleh sutradara Josh Boone
yang masih memiliki satu karya, Stuck In Love yang juga bertemakan cinta dalam track
record perjalanannya. Tetapi, di departemen penulisan naskah ini adalah orang yang berkompeten untuk me-reka ulang buku
karangan John Green. Scott Neustadter dan Michael
H. Weber adalah dalang di balik indahnya film-film romantis (500) Days Of
Summer dan juga The Spectacular Now.
The Fault In Our Stars memang tak jauh-jauh dari kesan cliche ala
teenage summer love movies. Mencintai, dicintai, dan ditinggalkan pasti masih
menjadi premis utama. Well, premis seperti itu sepertinya masih bisa menjadi jurus andalan untuk film-film sejenis. Tetapi, sekali lagi bagaimana
mengemas cerita cinta tersebut menjadi sajian yang tidak terlalu mellow dan
masih terasa segar adalah tantangan bagi pembuat film drama romance.
The Fault In Our Stars ini menceritakan seorang remaja bernama Hazel
Grace (Shailene Woodley), 19 tahun, yang
menderita kanker stadium empat di paru-parunya. Hazel menginginkan kehidupannya
berjalan normal-normal saja layaknya remaja seumurannya. Tetapi, dia terjebak
di sebuah support grup kanker yang membosankan. Tetapi, suatu saat dia tak
sengaja bertemu dengan Augustus Waters (Ansel Elgort) di grup tersebut. Augustus
Waters adalah penderita Osteosarcoma yang telah mengamputasi kakinya untuk
bertahan hidup.
Pertemuannya bersama Augustus ternyata mengubah kehidupan Hazel secara
signifikan. Hazel selalu ceria, saling berbagi dengan Gus, panggilannya hingga
akhirnya Gus jatuh cinta pada Hazel. Perjalanan Hazel dan Gus semakin berwarna
ketika Gus mengajak Hazel untuk pergi ke Amsterdam, Belanda untuk menemui Peter
Van Houten, penulis dari buku kesayangan Hazel yang berjudul An Imperial
Affliction.
Sweet story in a bitterness life
Romance, bisa dibilang memiliki penonton dengan selera yang segmented.
Ada yang menyukai dengan kemasan yang mellow dan over dramatic, ada juga yang
menyukai dengan kemasan yang sedikit ‘dewasa’ dan balutan dialog cerdas yang
quote-able. Tentu saja, premis cerita yang digunakan oleh film-film seperti ini
pun juga akan memiliki ritme yang sama antara film satu dengan film yang
lainnya. Tetapi, ini adalah tantangan bagi para pembuat film romance untuk
mengemasnya menjadi sajian yang segar dan menarik.
Ditilik dari sinopsis, The Fault In Our Stars memang memiliki premis
yang klise. Penonton akan tahu film ini akan berakhir seperti apa. Tetapi, apa
yang ditawarkan oleh film ini bukanlah premis cerita yang baru tetapi Josh Boone
mengolahnya menjadi sesuatu yang baru. The Fault In Our Stars akan penuh dengan
dialog-dialognya yang cerdas. Dialog-dialog sederhana tetapi akan
menohok bagi penontonnya dan bisa dikutip sebagai referensi.
Kedua karakter film ini adalah karakter yang serba kekurangan. Dan
dalam tipe film seperti ini, kebanyakan akan menjadi terlalu menyorot kekurangan mereka
dalam sajian yang sedih dan mendramatisir. Tetapi tidak untuk film The Fault In
Our Stars, kedua karakter ini memiliki sifat yang begitu sinis. Jadi, film ini
akan diwarnai dengan dialog-dialog sarkasme tentang kehidupan serta tentang
para penderita kanker yang hidupnya akan menyedihkan. Scott Neustedter dan
Michael H. Weber berhasil mengolah lagi setiap kata dari buku milik John Green.
Dan dikolaborasikan pintar bersama Josh Boone, berhasil menjadikan setiap
kata-katanya akan menjadi sebuah perkataan yang sangat meaningful bagi
penontonnya. Refleksi karakter Gus dan Hazel dan dialog-dialog sarkastik-nya
itu akan membuat penontonnya akan mengetahui bahwa dengan kekurangan yang mereka
miliki pun, tak menghalangi mereka untuk tetap ceria dengan hidupnya. Tentu,
penonton akan dengan senang mengikuti 120 menit kisah cinta antara mereka berdua
yang sebenarnya jauh dari kata sempurna itu.
Josh Boone pun berhasil mengemas cerita cinta ini dengan gaya yang
komunikatif. Memberikan penjelasan cerita dengan narasi yang menyenangkan dari
sudut pandang Hazel yang memiliki cerita tersebut. Dan sisi ironi itu sudah muncul sejak adegan
opening yang menampilkan narasi cerita yang juga akan membuat penontonnya
merasakan pahitnya cerita cinta di film ini. Juga visual yang komunikatif
ketika pembicaraan hanya via text. Josh
Boone pun pintar dalam membangun suasana yang menyenangkan dan romantis yang
bisa membuat penontonnya akan tersenyum saat menontonnya. Tak hanya tersenyum,
tetapi perasaan sedih dan miris itu pun juga terbangun bagus di film ini.
Memvisualkan setiap adegan romantis dengan gaya yang tak berlebihan. Mengemasnya
sangat manis dengan production value yang juga tidak main-main untuk ukuran
film genre ini. Di-shoot dengan menarik oleh tata sinematografi-nya sehingga menguatkan
sisi romantis yang sudah terjalin baik. Karena awalnya, suasana romantis itu sudah terbangun
baik lantaran chemistry Hazel dan Gus yang diperankan oleh Shailene Woodley dan
juga Ansel Elgort. Mereka bermain bagus sehingga mereka pantas untuk
mendapatkan gelar Couple of the year.
Sisi manis tak hanya datang dari cerita, arahan yang menarik dari Josh
Boone, dan juga chemistry yang terjalin baik dari pemainnya. Tetapi, untuk
jajaran soundtrack pun berhasil menguatkan sisi manis untuk film ini. Lagu ‘Simple As This’ milik Jake Bugg mengiringi adegan kegelisahan
Hazel menunggu Gus, ‘Boom Clap’ milik
Charli XCX yang juga mengiringi
perjalanan mereka berdua ke Amsterdam. Dan ‘Not
About Angels’ milik Birdy, ‘Wait’ milik M83 yang juga memperkuat adegan sedih film ini. Dan
sebagai pamungkas, ‘All of The Stars’ milik
Ed Sheeran juga muncul untuk menutup
kisah cinta manis ini.
Overall, The Fault In Our
Stars adalah cerita cinta yang manis di atas sebuah pahitnya kekurangan antara
pasangan Hazel Grace dan Augustus Waters. Adaptasi naskah yang bagus oleh duo
ahli film romantis, Scott Neustadter dan Michael H. Weber serta kolaborasi yang
bagus dengan Josh Boone mengantarkan The Fault In Our Stars bukan hanya sekedar
film remaja romantis yang manis sekaligus pahit dan sedih. This a bittersweet love story
Nice article buat ane yang masih belajar nulis hehehe http://leonardfresly.blogspot.com/
BalasHapusKisah manis yang tak sempurna tetapi akan abadi untuk diingat :)
BalasHapus