Film komedi menjadi salah satu genre film yang riskan untuk dibuat.
Hal itu dikarenakan sebuah film tak bisa memberikan generalisasi selera humor
penonton yang disampaikan di dalam filmnya. Sehingga, perlu taktik untuk
–setidaknya –menarik minat penonton untuk menyaksikan film tersebut. Dan My
Stupid Boss yang dinaungi oleh Falcon Pictures memiliki cara untuk memberikan
teaser menarik dan berhasil memberikan daya tarik bagi penontonnya.
Di tengah film-film besar, film-film Indonesia di tahun ini berhasil
memperoleh pendapatan jumlah penonton yang fantastis. Sehingga, My Stupid Boss
memiliki motivasi untuk mendapatkan penonton sebanyak-banyaknya. Upi sebagai
sutradara memasang nama-nama besar untuk bermain di dalam My Stupid Boss. Meski
lagi-lagi, Reza Rahadian tampil lagi di sebuah film, tetapi penampilannya kali
ini –lagi-lagi –membuahkan inovasi.
My Stupid Boss berhasil menciptakan gegap gempita tawa yang luar biasa lewat trailer filmnya. Hanya saja,
jelas akan menjadi ketakutan besar bagi penontonnya untuk berekspektasi tinggi
untuk melihat hasil keseluruhannya. My Stupid Boss memang tak berusaha untuk
membangun nuansa jenaka yang berlebihan di keseluruhan 100 menitnya. Tetapi,
bagaimana My Stupid Boss ternyata membangun cerita dan karakter yang
menyenangkan di dalam filmnya menjadi sebuah medium efektif untuk
bersenang-senang bagi penontonnya.
Kehidupan rantau yang di negara tetangga memang susah, hal itu
dirasakan oleh Diana (Bunga Citra Lestari) ketika harus mendampingi suaminya
bekerja di tanah rantau. Kehidupannya sebagai Ibu rumah tangga biasa menjadi
sesuatu yang menganggu. Maka dari itu, Diana mencoba untuk mencari kesibukan
lain dengan mencari pekerjaan juga di sana. Berbekal dengan kenalan dari teman
suaminya, Diana mendapatkan pekerjaan di perusahaan milik teman suaminya.
Tetapi, dengan adanya pekerjaan tersebut tak lantas membuat kehidupan
Diana bertambah senang. Lantaran, Diana harus berhadapan dengan atasannya yang
luar biasa aneh dan menyebalkan. Bossman (Reza Rahadian), atasan Diana yang
menurutnya selalu memiliki berbagai cara untuk membuatnya kesal. Permintaannya
selalu tak pernah masuk akal menurut Diana. Hingga pada akhirnya, Diana kesal
dan berusaha untuk melakukan perhitungan dengan Bossman.
Perilaku mengesalkan yang dilakukan oleh Reza Rahadian sebagai Bossman
inilah yang akan dinantikan penonton di setiap menit dari My Stupid Boss.
Penonton akan menunggu lagi dan lagi apa yang akan diperbuat oleh Reza Rahadian
untuk membuat Bunga Citra Lestari kesal. Sehingga, My Stupid Boss memang tak
berusaha untuk memberikan bahan candaan yang slapstick, semuanya akan cenderung
alami sehingga penonton tak dipaksa untuk tertawa sepanjang menit.
Upi sebagai sutradara tahu bagaimana menemukan daya pikat dari suatu
karakter, dan berbekal poin itulah My Stupid Boss bisa dikategorikan menjadi
sesuatu yang menyenangkan untuk dinikmati. Setiap karakter di dalam film ini
memiliki cara atau pun upaya untuk pada akhirnya dapat bersimpati dengan para
penontonnya. Bukan hanya Bossman dan Diana sebagai karakter utama, tetapi ada
karakter-karakter pendukung lain yang dapat memeriahkan segala gegap gempita
sketsa komedi di dalam film My Stupid Boss.
Tetapi, sayangnya pula, My Stupid Boss terlalu sibuk untuk
menggerakkan karakter-karakternya untuk berkembang. Sehingga, plot utama di
dalam film My Stupid Boss pun tak menemukan titik akhir sebagai suatu konklusi
utama. Jika di dalam sebuah film drama, memiliki tiga babak di satu kesatuan
filmnya. Maka, My Stupid Boss memiliki tiga poin itu yang repetitif ditemukan
di sepanjang filmnya. Alih-alih menjadi satu kesatuan film yang utuh, My Stupid
Boss malah terkesan menjadi sebuah film dengan sekuens-sekuens komedi yang
terlalu banyak.
Plot utama dari My Stupid Boss memang pada dasarnya adalah
menceritakan bagaimana tingkah laku Bossman dan perjuangan Diana dalam
menghadapinya. Tetapi, yang terjadi malah My Stupid Boss ingin berusaha
menunjukkan bagian-bagian terlucu dari novelnya dan memvisualisasikan itu. Alhasil,
dengan banyaknya konflik-konflik itu, plot utama dari My Stupid Boss pun tak
bisa menjadi satu. Dampaknya, beberapa pergerakan plotnya akan terkesan
berjalan lambat, dan tak tahu untuk mengakhiri filmnya.
Maka, yang terjadi adalah, My Stupid Boss memiliki satu subplot
turning over yang dibuat untuk mengakhiri filmnya. Tetapi, segala cara yang
dilakukan untuk memberikan suatu turning over itu malah terkesan dipaksakan
karena My Stupid Boss kebingungan untuk pamit dengan penontonnya. Sisi-sisi humanis
berusaha ditonjolkan, dengan tujuan untuk membangun setup baru agar memberikan
celah film ini mendapatkan sebuah sekuel. Apalagi, buku dari My Stupid Boss tak
semuanya mendapatkan porsi di dalam filmnya.
Tak diperlukan lagi bagaimana tata produksi dari My Stupid Boss.
Gradien warna dominan merah, hijau, dan kuning digunakan untuk memberikan
nuansa di dalam filmnya. Sayangnya, bagaimana My Stupid Boss yang berupa sketsa
komedi ini ingin membangun nuansa komikal seperti yang dilakukan oleh film
Amelie. Sehingga, apa yang dilakukan di dalam film My Stupid Boss terkesan
seperti menyalin beberapa template produksi dalam film itu. Bukan hanya nilai
produksi, tetapi juga musik-musiknya yang juga bisa dibilang memiliki nuansa
yang sama.
Tetapi pada akhirnya, My Stupid Boss berhasil mencapai tujuannya untuk
menghibur para penontonnya tanpa berusaha keras menjadikannya sebagai sebuah
film komedi yang lebih mengutamakan simpati pada setiap karakternya. Sehingga,
itulah yang menjadi kekuatan utama dari My Stupid Boss itu sendiri. Meski
begitu, pergerakan plot dari My Stupid Boss kurang terasa dinamis dan
membuatnya memaksa untuk mengakhiri filmnya. Pun, nilai produksi filmnya yang
terasa familiar dengan beberapa film luar negeri yang diadaptasi mentah.
Tetapi, hal tersebut tak dapat mengurangi bagaimana My Stupid Boss adalah film
yang menyenangkan untuk diikuti.
Thank reviewnya keren..
BalasHapusLucu tapi menurut saya agak membosankan filmnya..
Sekitar 10-15 menit pertama seneng nontonnya, lucu, tapi setelahnya jadi bosen agak ngga jelas seperti hanya mengeksploitasi keabsurdan karakter bossman saja, walau ada perkembangan karakter bossman diakhir tp terasa seperti dipaksakan dan mendadak.kalau melihat dari judul seharusnya berfokus pada Diana. Imo mungkin sy akan lebih suka bila fokus cerita pd Diana bagaimana dia mnghadapi harinya bagaimana dia mnghadapi bossman dan utk humor bisa digunakann juga komedi situasi tdk melulu mengandalkan bossman karena setelah beberapa saat jadi jenuh.
BalasHapus