Dari sekian banyak film-film dengan genre drama romantis di perfilman Indonesia, hanya ada beberapa
film yang diproduksi dengan baik. Tak hanya dari segi teknis, tetapi juga dari
sisi pengarahan film yang tak terlalu digarap serius. Menciptakan nuansa penuh
akan cinta di sebuah film tak akan semudah yang dibayangkan orang. Apabila hal
tersebut tak bisa diarahkan dengan baik, penonton tak akan bisa merasakan
koneksi atas atmosfir penuh kasih sayang di dalam film drama bertemakan cinta.
Maka, inilah yang berusaha dilakukan oleh Starvision dan Legacy
Pictures untuk membuat sebuah drama romantis dengan ideal. Mereka memutuskan
untuk bersama-sama mengadaptasi sebuah buku dari penulis ternama Ika Natassa. Critical Eleven, salah satu buku laris
miliknya akhirnya mendapatkan kesempatan untuk ‘lahir’ pertama kali sebagai
sebuah film layar lebar. Critical Eleven
memiliki kru dan jajaran aktris yang tak sembarangan. Mulai dari Reza Rahadian
dan Adinia Wirasti sebagai pemeran utama, Jenny Jusuf sebagai penulis skenario,
serta Monty Tiwa yang kali ini berkolaborasi untuk mengarahkan sebuah film
dengan Robert Ronny.
Misi mulia dari Ika Natassa dan segala orang yang terlibat di dalam
film Critical Eleven adalah tentang
memberikan harapan dalam cinta. Nyatanya, dengan performa milik Reza Rahadian
dan Adinia Wirasti yang menghidupkan setiap karakter fiksinya ini berhasil
meyakinkan penonton atas misi mulia milik Ika Natassa. Inilah kisah cinta milik
Ale dan Anya yang penuh akan asam manis di setiap perjalanannya, tetapi bisa
membuat setiap orang akan percaya dengan kekuatan cinta.
Membicarakan tentang cinta akan terdengar sangat melankolis dan
picisan. Tetapi, memiliki kehidupan tanpa cinta di sekitar kita tak serta merta
membuat hidup kita lebih bahagia. Hal itu lah yang berusaha disampaikan di
dalam film Critical Eleven ini. Tema
Cinta yang dibahas di dalam Critical
Eleven ini memang tak sekedar antar pasangan, tetapi juga lebih di setiap
aspek. Mulai dari keluarga, sahabat, dan juga setiap menit kehidupan yang tuhan
berikan kepada kita.
Semua misi tentang cinta ini disajikan ke dalam sebuah film dengan
durasi yang mencapai 135 menit. Critical
Eleven adalah analogi tentang keadaan dalam pesawat yang paling kritis
yaitu 3 menit sesaat setelah terbang dan 8 menit sesaat sebelum mendarat yang
mewakili kehidupan setiap orang. Ini pula yang dirasakan sesaat ketika film
berjalan di durasinya yang panjang. Film Critical
Eleven sebagai sebuah pesawat mengalami masa kritis itu tak selamanya dengan
mulus. Sesekali ada Turbulensi yang terjadi saat film baru saja menerbangkan
sayapnya dan sesaat sebelum film akhirnya tiba di tujuan.
Misi tentang memberikan harapan kepada cinta kali ini ditugaskan
kepada Anya (Adinia Wirasti), seorang perempuan mandiri yang bekerja dengan
giat. Anya begitu mencintai bandara hingga suatu ketika dia juga bertemu dengan
seorang pria bernama Ale (Reza Rahadian). Pertemuan yang tak disengaja itu ternyata
mendekatkan mereka. Hingga pada akhirnya, Ale dan Anya memutuskan untuk menikah
dan Ale yang bekerja di Oil Rig di
daerah meksiko memutuskan agar mereka tinggal di New York.
Kehidupan di New York
memberikan mereka kebahagiaan, apalagi Anya telah mengandung Ale Junior yang
telah diidam-idamkan. Kehidupan Anya paska hamil memang tak semudah yang
dibayangkan. Ale menjadi sangat overprotektif kepada Anya karena takut
kehilangan buah hatinya. Dengan adanya perubahan sifat ini, muncullah keegoisan
masing-masing yang sesekali menimbulkan perdebatan di tengah keharmonisan
hubungan mereka. Juga, beberapa peristiwa dalam keluarga kecil mereka yang
semakin memunculkan sisi egois masing-masing pihak.
Critical Eleven memang bukan
sekedar kisah tentang cinta yang dibuat hanya untuk merasakan indahnya jatuh
cinta. Critical Eleven adalah kisah
tentang cinta yang menunjukkan penontonnya tentang jatuhnya hidup bergantung
kepada cinta. Translasi yang sangat baik dilakukan oleh Jenny Jusuf sebagai
penulis skenario yang berhasil mengadaptasi sumber aslinya dengan berbagai cara
hingga setiap karakter memiliki kontinuitas yang menarik. Ada detil-detil kecil
sebagai sebuah tanda yang dihasilkan oleh Jenny Jusuf di dalam filmnya yang
memperkuat karakternya. Tanda itu seperti mainan-mainan yang dimiliki oleh
karakter Ale dan Anya.
Bukan hanya sekedar detil kecilnya, tetapi juga memindahkan emosi ke
dalam penulisan naskahnya. Selain itu pula, ada kolaborasi baik antara naskah
dengan pengarahan yang dilakukan oleh Monty Tiwa dan Robert Ronny dalam Critical Eleven. Penonton bisa merasakan
setiap konfliknya yang terjadi di dalam Critical
Eleven. Secara tak langsung, penonton menemukan referensi lain yang melekat
di karakter dan konfliknya sehingga timbul simpati dan merasakan adanya
kedekatan.
Hanya saja, Critical Eleven
memiliki sedikit isu dalam pengarahan yang membuat 135 menit yang ada di dalam
filmnya tak memiliki performa yang stabil. Paruh pertama film ini memiliki
sedikit turbulensi terhadap penyampaian konflik dan karakternya. Ada
penyampaian emosi yang menggebu-gebu sehingga beberapa pesan yang tak
tersampaikan dengan sepenuhnya baik. Pemilihan dialog yang sering kali
menggunakan bahasa asing membuat adanya jarak antara pesan yang ingin
disampaikan kepada penontonnya. Rasa manis di awal film pun beberapa kali
terkadang terasa redup.
Begitu pula dengan turbulensi yang datang lagi di ‘pesawat’ milik Critical Eleven saat ingin mendarat. Critical Eleven memang sudah memiliki
landasan mendarat yang mumpuni, tetapi kemulusan terhadap cara memberikan
konklusi di film ini tak bisa memberikan rasa manis yang kuat setelah menonton.
Di tengah karakter Ale dan Anya yang sudah dikembangkan dengan sangat baik di
setiap menitnya, ada cara mendarat yang memberikan sedikit membuat penontonnya
tak nyaman. Bagaimana paruh ketiga film ini intensitas cerita sudah tak terjaga
dan membuat simpati penontonnya sedikit berkurang.
Kemagisan asam manis cinta yang semakin bertambah durasi semakin
terasa ini hampir saja hilang dengan pengarahan yang kurang mulus. Sehingga,
ada sambungan adegan yang sedikit saja dihilangkan di dalam naskah yang mungkin
dapat menimbulkan keefektifan cerita yang lebih memberikan efek yang kuat
kepada penontonnya. Tetapi, beruntung sekali Critical Eleven memiliki Adinia Wirasti dan Reza Rahadian. Mereka memberikan
performa terbaiknya di dalam film ini sehingga penonton bisa merasakan setiap
manis dan getir hubungan mereka. Mereka bisa menerjemahkan karakter Ale dan
Anya yang tak hanya hidup, tetapi juga berkembang dan berubah.
Sebagai sebuah film drama dengan tema cinta, Critical Eleven memang masih bisa menaikkan standar yang ada. Ini
jelas sebuah film Indonesia yang dibuat dengan sepenuh hati dan teliti, apalagi
dalam segi teknis film. Gambar, musik, dan nilai-nilai produksi di dalam film Critical Eleven memperkuat alasan bahwa
film ini memang tak main-main. Meski memiliki sedikit turbulensi dalam
penceritaannya, tetapi Critical Eleven
masih bisa menimbulkan rasa asam dan manis cinta lewat performa luar biasa dari
Adinia Wirasti dan Reza Rahadian. Pun, didukung dengan kedetilan dalam bertutur
lewat naskah milik Jenny Jusuf. Critical
Eleven cukup berhasil mencapai tujuannya untuk membuat penonton percaya
dengan cinta dan menggantungkan harapan kepadanya.
" is a good "
BalasHapus"new movie and film box office and free"
click :
http://www.maumovie.ml
http://www.freefilmandmovie.com
Great job. I know how long it takes to write such an article.
BalasHapusTina