Percy Jackson adalah sebuah karakter yang dibuat oleh Rick Riordan.
Novelnya sendiri mempunyai fans dan menjadi bestseller. Maka, tak salah jika
20th Century Fox mengangkat kisah dari anak berdarah campuran atau setengah
dewa ini ke layar lebar. Percy Jackson rilis ke pasaran. Meski sempat
terhambat, akhirnya sekuel dari film ini pun dibuat.
Half-blood camp sedang diserang. Pohon yang memiliki kekuatan dan
menghasilkan tameng untuk perkemahan ini diracun. Pohon tersebut bernama
Thalia. Maka, Percy Jackson (Logan Lerman), Annabeth (Alexandra Daddario), dan
Grover (Brandon T. Jackson) mengusulkan kepada Mr. D (Stanley Tucci) untuk
pergi ke mengambil sebuah kain wol emas yang ajaib dan dipercaya menyembuhkan
Thalia.
Tetapi, Mr. D malah menunjuk orang lain yaitu Clarisse (Leven Rambin)
untuk pergi menemukan kain wol emas itu. Percy dan kawan-kawan pun akhirnya
memutuskan sendiri untuk pergi mencari kain wol itu tanpa persetujuan Mr. D dan
tibalah mereka ke sebuah petualangan menuju lautan monster. Mereka pun bertemu
dengan musuh lama mereka Luke (Jake Abel) yang berusaha membangunkan Kronos.
Childish presentation and less funPercy Jackson, karakter fiksi milik Rick Riordan ini sukses menjadi sebuah karakter fiksi di sebuah bukunya yang digemari banyak orang. Jelas, buku-bukunya diburu dan bestseller di berbagai negara. 20th Century Fox pun mendapatkan lisensi dari Rick Riordan untuk mengembangkan buku bestseller ini menjadi sebuah motion picture yang katanya akan bisa menyaingi semua seri-seri Harry Potter. 20th Century Fox pun jelas ambisius dengan proyek ini dan membuat film dari seri pertama Percy Jackson. Percy Jackson and The Lightning Thief adalah judul dari seri pertama film ini.
Chris Columbus yang ditunjuk sebagai sutradara seri pertama Percy
Jackson ini ternyata bukan sembarang sutradara. Dia pernah mengarahkan beberapa
seri Harry Potter dan hasilnya sangat sukses. Tetapi sayang, kesuksesan
tersebut tak juga dialami oleh Percy Jackson seri pertama. Percy Jackson seri
pertamanya tak memiliki kualitas yang bagus. Terbukti dari komentar-komentar
negatif yang diberikan oleh kritikus kepada film ini. Meskipun tak bisa
dipungkiri, saya tetap suka dengan seri pertamanya. Serta penghasilan film ini
yang ternyata flop di Box Office.
Maka, lampu kuning jelas diberikan kepada seri Percy ini oleh 20th
Century Fox. Seri keduanya pun jelas mendapat wanti-wanti yang cukup besar oleh
pihak 20th Century Fox. Tetapi, akhirnya seri kedua pun dibuat. Dimana Chris
Columbus kali ini berada di kursi Produser. Dan yang menggantikannya di kursi
Sutradara adalah Thor Frudenthal yang terbiasa menggarap Diary of Wimpy Kid
trilogy. Lalu? Apakah dengan gantinya wewenang di film ini bisa meningkatkan
performa Percy dari seri sebelumnya? Tidak. Malah, menurut saya beberapa unsur
kesenangan film ini menurun.
Seri kedua dari film ini pun tak bisa menyamai film pendahulunya. Naskah
film ini pun ditulis oleh Marc Guggenheim yang juga berkontribusi di film Green
Lantern. Penceritaannya pun bisa dibilang cukup baik. Tetapi, sangat banyak
berbeda dengan novelnya. (Sorry, im one from Percy Jackson’s Series Reader).
Mungkin tak ada Rick Riordan yang mengawasi ataupun ikut berpartisipasi dalam
menulis naskah. Sehingga, perbedaan yang cukup signifikan terjadi di filmnya.
Tak seperti yang pertama, Rick Riordan masih ikut andil dalam scriptnya.
Thor Frudenthal pun mengarahkan film ini jauh dari kata Fun. Percy
Jackson seri kedua ini pun tak jauh dari kata kekanak-kanakan dalam filmnya.
Beberapa adegan petualangan pun cukup minim di film ini. Tak seperti film
pertamanya yang masih ada unsur fun didalamnya dengan sentuhan bumbu adventure
yang setidaknya membuat saya enjoy dalam menikmati film ini. Thor belum
berhasil mengarahkan film yang memang untuk anak-anak ini tapi dengan bumbu
adventure yang lebih banyak
Menurut saya, keputusan untuk menggunakan Thor Frudenthal untuk Percy
Jackson seri kedua ini cukup salah. Track Record dia pun bisa dibilang masih
kurang. Diary of Wimpy Kid trilogy pun hanya sebagai film angin lalu yang enjoyable
saja. Bukan menjadi sebuah film dengan kualitas yang fresh. Menurut saya, Percy
pun harusnya bisa mendapatkan Sutradara yang lebih baik untuk proyek yang sudah
memiliki lampu kuning. Harusnya, Chris Columbus mengarahkan kembali film ini.
Saya yakin, film ini akan masih fresh layaknya seri pertama.
Di segi lain, (maaf jika saya membandingkan dengan novelnya) Cerita
Percy Jackson Sea of Monsters ini jika di novel akan memiliki feel adventure
yang lebih terasa ketimbang seri pertamanya. But sadly, there’s a part that must be a great adventure and great
fantasy in the first part of the book but it dissapear in this movie.
Sebuah cerita yang amat sangat disayangkan untuk dilewati atau dihapus dari
film ini sendiri. That’s the great one
from its second book.
Belum lagi beberapa value production dan beberapa CGI yang tidak bisa
memanjakan mata seperti biasanya. Set dekor dan set tempat yang begitu biasa. Malah
sangat terlihat sekali, bahwa set dekor itu berada di dalam sebuah studio. Set
dekor yang minim itu lah yang juga membuat feel adventure di film ini
berkurang. Serta beberapa CGI yang masih bisa dibilang minimalis tak seperti
film pertamanya. Mungkin, sepertinya 20th Century Fox benar-benar memberikan warning yang cukup kuat untuk proyek film
ini. Sehingga budget sepertinya lebih di
minimalisir lagi.
At least, I still can enjoy Percy Jackson and Sea of Monsters.
Jika dibilang buruk, Percy Jackson and Sea of Monsters ini jelas bisa
dibilang seperti itu. Tapi sayangnya saya sekali lagi masih bisa menyukai Percy
Jackson and Sea of Monsters. Meskipun mengalami penurunan kualitas dari film
pertamanya. Saya masih bisa enjoy dengan penceritaannya yang cukup baik di film
ini. Hanya saja presentasi dan pengarahannya yang cukup buruk dan
kekanak-kanakan lah yang membuat saya sedikit menyayangkannya.
Saya masih suka beberapa adegan dari film ini. Adegan taksi itu yang
sangat aku nanti-nantikan saat mengetahui bahwa Percy Jackson and Sea of
Monsters akhirnya dibuat filmnya lagi. Kemunculan Blackjack, Pegassus
warna-warni milik Percy Jackson yang juga saya nantikan. Even mostly, there’s a part from this book is very different with this
movie. Tapi bagi saya yang juga mencintai seri novel dari Percy Jackson
jelas memberikan sebuah respect yang
cukup tinggi kepada 20th Century Fox.
Respect for 20th Century Fox. Mereka mau untuk membawa Percy Jackson
and Sea of Monsters ke sebuah layar lebar. Akhirnya saya bisa tahu implementasi
dari karakter-karakter dibuku yang biasanya hanya bisa saya pikirkan di dalam
imajinasi saya saja. Meskipun, I expect
something more from its presentation. Beberapa bagian masih kurang bisa
megah tak seperti kata-kata yang ditulis oleh Rick Riordan di dalam bukunya.
Tapi, ini masih sebuah perjalanan yang menyenangkan di film Percy Jackson yang
kedua ini. Cukup menghibur bagi saya setidaknya.
Dari cast pun, Logan Lerman bermain cukup baik di film Percy Jackson
ini. Meskipun saya masih kaget dengan permainan apiknya di film The Perks of
Being of Wallflower yang mencuri perhatian saya itu. Alexandra Daddario dan
Samuel T. Jackson pun juga mampu bermain cukup baik. Setidaknya cast-cast film
ini tak separah Twilight Saga. Sehingga, kualitas film ini sendiri tak semakin
diperburuk oleh akting-akting kaku pemainnya. The Host pun memiliki kasus yang
sama dengan Percy Jackson.
Maka, karakter yang mengecewakan di film ini adalah Tyson si Cyclops.
Sorry, i think his uglier than this one. Douglas Smith terlihat masih kurang
berani dalam mengasah aktingnya saat berupaya menjadi sesosok Cyclops. Dan juga
penjelasan sosok Cyclops di film ini diceritakan cukup gamblang. Tak
semisterius Cerita cyclops di novelnya (sorry, i compare with its novel). Luke dan beberapa villain lainnya hanya
numpang nampang saja. Karena screening time mereka yang masih kurang.
Soundtrack-soundtracknya cukup beragam. Meskipun tak ada satu
soundtrack yang akan menjadi hook untuk film ini. But at least, lagu dari Fall Out Boy cukup
memeriahkan suasana dari film ini. Meskipun hanya adegan opening saja yang bisa
dimeriahkan oleh lagu ini.
Overall, Percy Jackson and Sea of Monsters adalah sebuah presentasi
yang minimalis. Lebih minimalis dari seri pertamanya. Presenatasi yang begitu
childish dengan sisi adventure yang belum digali dengan baik. But beside its
bad presentation, once again i can enjoy this one. Meskipun menurun dari segi
kualitas, Respect besar untuk 20th Century Fox mau membawa Percy Jackson di
layar lebar.
20th Century Fox pun mencoba untuk merilis film adventure ini
dalam format 3D. Meskipun hasil konversi. Tapi, aku akan mereview-nya
untuk kalian.
BRIGHTNESS
DEPTH
Tingkat
kedalaman film ini 3D dalam format ini biasa. Tak ada yang spesial.
Sayang, biasanya konversi milik 20th Century Fox bisa lebih baik dari
segi depth.
POP OUT
Gak ada yang spesial. Adegan Pop Out film ini mungkin ada
beberapa yang dibuat dengan gimmick lumayan dibuat-buat tapi cukup
menohok. Setidaknya cukup Fun meskipun tak sebanyak yang diharapkan dari
film ini. Mungkin juga karena less adventure.
wah keren ni film , uda launcing blm om :D ??
BalasHapus