Sebuah Hikayat klasik adalah sebuah tulisan legendaris yang
kisahnya tak bisa lekang oleh jaman. Hikayat milik Indonesia memiliki banyak
nama yang melegenda dengan banyaknya varian cerita. Buya Hamka, penulis hikayat
terkenal ditahun 1930-an memiliki banyak karyanya yang melegenda. Salah satu
karyanya yang pernah diangkat ke dalam layar lebar yaitu Di Bawah Lingkungan
Ka’bah yang disutradarai oleh Hanny R. Saputra.
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, menurut salah satu situs ternama
dikatakan sebagai sebuah hikayat yang melegenda dan menjadi karya terbaik milik
Buya Hamka ditahun 1939. Dari rumah produksi bernama Soraya Intercine Films
yang pernah mengantarkan sebuah film hits di tahun 2012 yaitu 5 Cm, mencoba
untuk mengulkangi kesuksesan yang pernah dia dapatkan di dalam film adaptasi
sebuah novel. Sunil Soraya, menjadi sutradara dari film adaptasi film Buya
Hamka ini.
Memiliki cerita cinta dengan unsur adat Minang yang kuat. Zainuddin
(Herjunot Ali) berasal dari tanah bugis, Makassar. Ayah Zainuddin berkelahiran
di kota Batipuh, Sumatera Barat, dirinya memutuskan untuk merantau dan menuntut
ilmu di daerah Sumatera. Di Kota Batipuh, dirinya bertemu dengan kembang Desa
bernama Hayati (Pevita Pearce). Zainuddin menaruh hati pada sang kembang desa
itu. Tetapi, sayangnya Datuk Hayati tidak menyetujui percintaan mereka karena
adanya perbedaan ras di antara mereka karena dianggap menyalahi aturan adat.
Zainuddin pindah ke Padang Panjang untuk menuntut ilmu. Di lain hal,
Hayati yang berlibur ke Ujung Pandang untuk berlibur dan berencana untuk
bertemu dengan Zainuddin, malah bertemu dengan pemuda kaya bernama Aziz (Reza
Rahadian). Aziz mencoba untuk meminang Hayati begitupun dengan Zainuddin. Sang
Datuk pun lebih menyetujui pernikahan ini terjadi antara Aziz dan Hayati.
Zainuddin mengubur cintanya dalam-dalam, pergi merantau dan mendapatkan
kehidupan yang jauh lebih baik. Ditengah kesuksesannya itu, dia bertemu lagi
dengan permatanya yang hilang, Hayati.
Banyak orang sudah mulai mencibir bagaimana Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck ini dengan mentah mengadaptasi berbagai unsur film The Great Gatsby milik
Baz Luhrmann (dan beberapa titanic-ish). Pasti sudah ada juga yang membanding-bandingkan film ini
produk buatan Hollywood itu. Tetapi, salah lah bagi mereka yang sudah mencibir
film itu tanpa menyaksikan filmnya terlebih dahulu. Sangatlah salah,
bagi semua orang yang menganggap film ini hasil plagiarisme dari film
The Great Gatsby. Mungkin hanya beberapa set-nya saja yang mirip
Menjadi sesuatu yang baru dan berani bagi perfilman Indonesia yang
mempresentasikan filmnya dengan durasi yang begitu lama. Menaklukan penonton
dengan durasi sepanjang 160 Menit adalah sesuatu yang susah. Terlebih, penonton jaman
sekarang yang lebih suka dengan sajian hiburan yang instan dan fast-paced. Dan
ketika ekspektasi penonton yang mulai merendah dengan film Tenggelamnya Kapal
Van Der Wijck, maka siap-siap akan terkejut dengan 160 menit dari film in yang
akan memikat dan akan mengantarkan kita untuk menikmati roman cinta milik
Zainuddin dan Hayati ini.
Perjalanan awal yang terjal masih menjadi kendala bagi film ini dalam
memulai ceritanya. Terlihat bagaimana sang sutradara mencoba untuk membangun
film ini secara perlahan-lahan. Langkah-langkah tidak teratur ketika introducing terlihat ketika sang
sutradara masih ragu untuk membangun karakter Zainuddin di awal. Belum
menemukan irama yang tepat untuk menempatkan cerita yang akan diselipkan.
Akhirnya di menit berikutnya, Sunil Soraya menemukan irama yang tepat untuk
menaruh dan menyesuaikan irama dimana cerita bisa berjalan beriringan dengan pas.
Hikayat cinta yang haru biru
Apa yang dijual oleh Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck adalah sebuah
drama cinta haru-biru antara Zainuddin dan Hayati. Adegan tenggelamnya sebuah
kapal bukanlah menjadi inti cerita utama yang coba dijual di film ini.
Tenggelamnya sebuah kapal hanyalah adegan simbolik dari apa yang terjadi oleh karakter
tersebut. Sempat disinggung memang di dalam dialog Hayati yang mencoba untuk
memberikan metafora tentang tenggelamnya sebuah kapal meskipun akhirnya itu
hanya menjadi sebuah dialog yang tidak ada artinya tanpa disinggung lebih
lanjut.
Hikayat cinta klasik antara Zainuddin dan Hayati dengan baik diarahkan
oleh sang Sutradara yang mampu menerjemahkan naskah yang ditulis ramai-ramai
oleh H. Imam Tantowi, Donny Dhirgantara, dan Rhiheam Junianti. Beruntungnya pula,
ketiga penulis ini mampu menerjemahkan hikayat klasik milik Buya Hamka ini yang
notabene memliki perbedaan era yang cukup jauh. Pemilihan kata pada dialog-dialognya
inilah yang akan mampu memikat penontonnya. Dialog-dialog romantis nan puitis yang
akan memikat penontonnya. Tetap menggunakan Bahasa-bahasa kiasan dan kosakata
yang baku tetapi indah untuk didengar
Maka, perlahan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck akan memikat para
penontonnya dengan ceritanya. Tak perlu takut untuk merasa bosan saat
menyaksikan 160 Menit film ini. Nyatanya, film ini akan berada dalam luar
ekspektasi kalian yang sudah mulai memicingkan mata sebelum menyaksikan
filmnya. Sebuah romantisme yang kompleks dengan berbagai sindiran-sindiran yang
tajam tentang adat yang masih kaku di Indonesia, kesenjangan sosial yang masih
memiliki pengaruh penting di kehidupan Indonesia. Meskipun, unsur tersebut
hanyalah sebagai subplot sampingan
yang nyatanya tidak diusik lagi. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck lebih memilih
untuk mengeksplorasi cinta milik Zainuddin dan Hayati.
Begitu film ini mulai memiliki kekuatannya yang menjadi sebuah film tearjerker, sebuah musik pengiring yang
dibuat begitu megah dan manis dan semakin memperkuat adegan tersebut dengan
sangat baik. Nuansa haru biru akan keluar dengan sendirinya tanpa perlu
dipaksa. Dan akhirnya, kesalahan scoring yang over the top di film Moga Bunda
Disayang Allah yang notabene adalah film mlik Soraya Intercine Films tidak
kembali diulang di film ini. Memasukkan musik-musiknya dengan pas di setiap
momennya dan memasukkan Soundtrack milik Nidji “Sumpah & Mati Cintaku” yang semakin menambah suasana manis di
dalam filmnya.
Suasana haru biru itu semakin diperkuat dengan penggunaan
Sinematografi yang mampu menangkap gambar-gambar indah tersebut. Pergerakan
kamera yang dinamis mampu mewakili suasana haru biru yang dihadirkan di dalam
filmnya. Tetapi, secara teknis pun memiliki sebuah kekurangan yang signifikan.
Penggunaan tone color yang sangat
biru mengurangi banyaknya warna Indah di dalam filmnya, terutama penggunaan
tone itu hanya terjadi di daerah kota Batipuh saja, entah apa yang mau
disampaikan dengan tone itu. Belum lagi, coloring-nya
yang masih belang di beberapa adegannya.
Pemilihan aktor aktris ternama mungkin bisa dibilang hanya menjadi
bagian dari marketing film ini. Salah. Aktor dan Aktris di film ini mampu
bermain dengan sangat baik, hanya saja kesalahan terjadi dalam pemeran utama,
Zainuddin yang diperankan oleh Herjunot Ali yang merusak suasana haru biru yang
harusnya menjadi klimaks. Herjunot Ali
looks trying to be a good one, but he still overact and cant blend into the
character. Sangat susah untuk tidak tertawa melihat akting Herjunot Ali
yang masih over ketika adegan akhir yang harusnya mengharu biru itu. Dia
membuat adegan penting di film ini yang bukan untuk melucu tetapi jatuhnya akan
membuat penonton tertawa. (setidaknya tersenyum tipis)
Pevita Pearce mampu memikat penontonnya. Ini adalah puncak dari
totalitas Pevita Pearce yang ternyata mampu berperan dengan sangat baik.
Menjadi seorang kembang desa dengan penggunaan logat minang yang kental tanpa
jatuh menjadi kaku dan natural. Tak seperti Herjunot Ali yang terlihat sangat
kaku dan dibuat-buat saat melantunkan logat Bugisnya itu. Tak perlu lah kita
khawatir dengan performa akting milik Reza Rahadian. Dia tetap melakukan akting
yang terbaik yang dia punya. Sebuah bold
performance akan jatuh pada Rendy Nidji yang tanpa disangka dia mampu
bermain dengan natural sebagai pendatang baru di dunia seni peran. Hebatnya
lagi, para aktor-aktris di film ini mampu melantunkan dialog-dialog super
panjang dengan kuat. Tak jatuh menjadi over
layaknya 5 Cm.
Overall, Tenggelamnya Kapal
Van Der Wijck tanpa disangka menjadi sebuah film Hikayat Cinta klasik yang
mampu mengikat penontonnya di dalam 160 menit yang disajikan. Berbagai
kekurangan jelas masih menghampiri film ini terutama pada departeman aktor
pemeran utama yaitu Herjunot Ali yang mampu mengurangi esensi film ini secara
signifikan. Diluar kekurangannya, inilah hikayat cinta haru biru yang disajikan
begitu berkelas dan megah.
Benar2 film yg sangat bagus. Nyaris 3 jam..
BalasHapusoiya, koreksi dikit sob...
bukan ujung pandang, tp padang panjang.
maaf sblmnya...
happy blogging...
terima kasih atas pembenarannya.
Hapusterima kasih juga sudah mampir
link downloadnya mana sob
BalasHapuslink downloadnya pasti belum ada. kan masih diputar. Klo ada duit, nonton saja bro di bioskop. walau anda bukan penggemar FILM INDONESIA, tapi dijamin Anda tidak akan KECEWA dengan FILM ini.
BalasHapusKEREN.
saya setuju dengan Reviewer di atas. Herjunot justru jadi Lucu dibeberapa adegan. padahal adegannya lagi sedih, nangis, haru. padahal yang saya ragukan actingnya di FILM ini adalah PEVITA, tapi JUSTRU tampil LUAR BIASA. secara keseluruhan, ini FILM INDONESIA PALING KEREN yang pernah saya nonton selain SANG PENCERAH
betul, 2 jempol buat film ini. tetapi ada beberapa adegan yang agak mengecewakan kami orang Minang, pertama, ketika Nurhayati membuka kerudungnya. Pada zaman itu, perempuan yang membuka kerudung adalah aib (untuk sekarang mungkin sama seperti jilbab), sehingga mengundang tanda tanya bagi kami.etnis Minang yang identik dengan Islam. Kedua, adegan lip-kissing pada saat Hayati dirawat di rumah sakit (kesalahan yang sama dilakukan lagi, jangankan berciuman bibir, pegang tangan saja tak boleh pada masa itu/kalau Buya Hamka hidup lagi, bisa protes beliau melihat adegan tsb). Di luar dari itu, secara keseluruhan film ini sangat bagus, ya..kalau anda memberi 4 stars, saya berani beri 4,5 stars dah. Georgeous..(kecuali tune biru seperti yang anda bilang itu) thanks ulasannya. salam dari Padang
BalasHapusi like it
BalasHapus