Minggu, 26 Januari 2020

1917 (2019) REVIEW: Pesan Tentang Perdamaian Yang Tak Lekang oleh Zaman

 
Sebuah pesan tentang perdamaian mungkin masih akan terus menjadi hal yang memiliki relevansi di kehidupan manusia hingga sekarang.

Apalagi, sedang dalam gencar-gencarnya isu tentang perang dunia ketiga yang sempat muncul dipermukaan. Usaha untuk menghentikan sebuah perang telah terjadi sejak perang dunia pertama di tahun 1910an. Mengetahui adanya relevansi itu mungkin yang mendorong Sam Mendes ingin menyampaikan pesan yang sama lewat sebuah proyek film terbaru yang dia buat.

1917, sebuah film dengan premis sederhana tetapi penuh akan keambisiusan Sam Mendes. Tak hanya dalam menyampaikan pesannya, tetapi juga dalam proses pembuatannya. Film ini pun telah meraih beberapa nominasi Academy Awards salah satunya menjadi Best Pictures. Bahkan, sedang digadang menjadi frontrunner untuk membawa pulang piala. Bagaimana tidak didukung oleh banyak pihak, film ini menggunakan ilusi agar sepanjang 120 menitnya terasa hanya dalam satu shot utuh agar terasa lebih nyata.


Yang dilakukan oleh Sam Mendes di film 1917 tentu bukan tentang menceritakan sebuah kisah yang penuh intrik. Sebuah kisah sederhana tentang bagaimana perang akan dihentikan saja sudah cukup. Maka dari itu, 1917 punya plot cerita yang sangat sederhana. Tentang dua orang tentara yang mengabdi untuk negaranya bernama Schofield (George McKay) dan Blake (Dean-Charles Chapman). Mereka mendapatkan perintah dari sang atasan, General Erinmore (Colin Firth) untuk memberikan sebuah pesan.

Pesan sederhana untuk menyuruh sejumlah pasukan untuk menghentikan serangan yang akan mulai menyerang musuh di sebuah daerah. Tetapi, Schofield dan Blake diburu oleh waktu ketika harus  menyampaikan pesan tersebut kepada Colonel Mackenzie (Benedict Cumberbatch), yang memimpin pasukan tersebut. Karena sejatinya apabila pesan tersebut terlambat untuk disampaikan, maka peperangan yang jauh lebih besar akan segera terjadi.


“Time is the enemy”

Sebuah tagline dari film ini yang mungkin menggambarkan sebagian besar dari film 1917. Tentang bagaimana dua karakter ini berusaha untuk menyampaikan pesan lewat keterbatasan waktu yang juga memburu mereka. Karena dalam sebuah pesan terdapat konteks yang perlu diperhatikan, baik tentang waktu atau pun keadaan yang mempengaruhi pesan tersebut. Nantinya hal itu akan berpengaruh pula terhadap relevansi pesan yang akan diterima.

Bagaimana pesan yang dibawa oleh kedua karakter dalam film 1917 memiliki peran penting dan bahkan bisa mengubah segalanya dalam sebuah peperangan. Maka dari itu, bisa dibilang bahwa event atau pesan yang dibawa inilah pemeran utama dari film ini. Tahu kapasitas dalam filmnya inilah yang menjadi kekuatan bagi Sam Mendes dalam mengarahkan film terbarunya ini.

Maka dirinya menitikberatkan pada bagaimana ceritanya bisa tersampaikan. Bagaimana tujuan dalam film 1917 yang sederhana ini bisa diracik menjadi sesuatu yang luar biasa. Sehingga, bukan ensemble casts-nya yang menjadi peran utama, tetapi bagaimana Sam Mendes mengkombinasikan segala hal teknis dalam film ini digabung dengan pesan apa yang ingin disampaikan dalam filmnya yang menjadi bintang utama dari filmnya. 


Meski ‘sang pesan’ adalah sang pemeran utama, tetapi penonton tetap bisa menaruh simpati kepada pemainnya. George MacKay bisa menaruh urgensi dalam karakternya untuk hadir dan merasakan suasana tragedi di perang dunia pertama yang terjadi. Hal ini tetap dirasa penting oleh Sam Mendes agar filmnya tetap terasa hangat dan Indah. Bukan hanya sebuah tempat bagi dirinya untuk melakukan eksperimen untuk mengarahkan teknis-teknis utama yang memang menjadi keunggulan dari filmnya. Sehingga, ketika dirasa tepat, ada satu adegan yang bisa membuat penonton ikut merasakan sensasi investasi emosi tentang melepaskan, kemenangan, dan bahkan kehilangan.

Sinema adalah sebuah trik sulap pertama yang ada di dunia dan film ini mampu menjelaskan hal itu. 1917 sebagai sebuah film perang berhasil menyodorkan trik sulapnya. Dengan memberikan ilusi kepada penonton sehingga suasana konfliknya terasa begitu nyata. One Continuous-Shot adalah triknya dan seakan seperti seorang pesulap asli, Roger Deaking mampu mengelabui dan mampu membuat penontonnya terperangah.

Trik sulapnya mampu membuat film 1917 dengan durasi 120 menit ini hanya seperti diambil dalam sekali take saja. Tetapi, tanpa visi yang kuat dari Sam Mendes, mungkin film 1917 ini hanyalah sebuah film penuh ambisi yang tak memiliki hasil sekuat ini. Sam Mendes berhasil mengolah film ini sehingga begitu terasa nyata. Musik milik Thomas Newman yang menghidupkan atmosfir mencekamnya dan tata set produksi yang juga berhasil menyakinkan penontonnya.


Jika dibilang film ini akan menjadi frontrunner di ajang Oscars tahun ini, tentu tak akan kaget. Selain bagaimana film ini dibuat dengan hati, pesan dari film ini pun jelas mewakili. Bagaimana pesan tentang perdamaian masih saja menjadi hal yang memiliki relevansi hingga kini.

Meski waktu adalah “musuh” di dalam film ini, tetapi pesan yang digaungkan oleh film 1917 ini tak akan pernah lekang diburu waktu. Sebuah film dengan setting perang dunia satu yang dibuat di masa kini ini berhasil menjadi sebuah karya klasik instan dan patut mendapatkan apresiasi. Sebuah pencapaian teknis yang mungkin akan jarang lagi terjadi di dalam dunia sinema terkini. Segera tonton di bioskop terdekat dengan layar besar dan tata sound system yang terbaik karena film ini luar biasa sekali!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar