Neil Blomkamp sempat membuat karya sensasional untuk debut
pengarahannya. District 9, karya pertama miliknya mampu tembus Best Picture
pada perhelatan penghargaan film terbesar, Academy Awards di tahun 2010. Berselang
4 tahun, Elysium rilis dan mendapatkan mixed reviews dari para kritikus dan
juga para penikmat film. Maka, 2015 ini Neil Blomkamp kembali hadir menyapa
penonton bioskop dengan film terbarunya.
Neil Blomkamp yang selalu bermain di genre science fiction, kembali
menghadirkan genre ini di dalam film terbarunya berjudul Chappie. Chappie
dibintangi oleh Hugh Jackman, Dev Patel, dan juga aktris legendaris yang
terkenal lewat film Alien, Sigourney Weaver. Dibintangi oleh bintang-bintang
besar pun belum tentu menjadi jaminan bahwa Chappie akan berhasil memberikan
performan terbaiknya. Chappie memiliki pesan yang sangat indah tetapi
presentasinya tak mampu mengangkat pesan yang indah itu.
Di dunia yang sudah teramat canggih, sebuah perusahaan besar membuat
sebuah intelegensi buatan untuk membuat dunia aman. Robot-robot diciptakan
untuk menjadi pembasmi kejahatan menggantikan tugas polisi. Dan, robot-robot
itu dibuat oleh seseorang bernama Deon Wilson (Dev Patel). Robot buatannya
berhasil menangkap gembong-gembong mafia besar dan ternyata malah membuat Deon
dalam kesulitan yang sangat besar.
Deon yang merasa tidak puas dengan robot buatannya, membuat robot yang
memiliki tingkat intelegensi yang sama dengan manusia. Di tengah dia akan
membuktikannya, Deon harus berhadapan dengan mafia-mafia besar yang
menginginkan robotnya. Alhasil, robot yang baru akan dia uji diberikan kepada
gembong mafia tersebut karena banyak sekali ancaman. Robot itu dinamai Chappie
(Sharlto Copley), robot yang memulai kehidupannya layaknya seorang bayi yang
baru lahir di muka bumi.
Chappie memiliki pesan-pesan indah yang memiliki presentasi berbanding
terbalik dengan pesan indah tersebut. Akan banyak sekali simbol-simbol dan
lambang yang direpresentasikan ke dalam adegan-adegan film arahan Neil
Blomkamp ini yang bisa dikaji secara teoritis tentang seorang pencipta, tuhan,
atau pun sekedar pergeseran hirarki antara manusia dan teknologi yang sudah
semakin jelas terlihat pada era globalisasi ini.
Sayangnya, Neil Blomkamp tidak bisa menata rapi isi dari Chappie yang
begitu indah. Skrip yang ditulisnya sendiri bersama dengan Terri Tatchell tidak
memberikan karakterisasi yang kuat dan bisa relate kepada penontonnya.
Alih-alih ingin menceritakan sudut pandang lain dari karakter yang dibuatnya,
malah penonton akan merasa sangat kesal dengan bagaimana karakterisasi dangkal
dari segala karakter di dalamnya.
Belum lagi diperparah dari bagaimana narasi film ini yang berjalan
sangat kacau balau. Akan ada beberapa subplot yang sebenarnya tak terlalu
menganggu poin besar dalam film Chappie. Tetapi, bagaimana Neil Blomkamp dan
Terri Tatchell memadu dan memadankan subplot-subplot dengan poin besar di dalam
filmnya belum begitu rapi. Sehingga, menyia-nyiakan pesan-pesan metaforik yang
seharusnya akan lebih mengena kepada penontonnya ketika subplot tersebut
berhasil disampaikan dengan cara yang lebih menarik dan halus.
Lupakan bagaimana hebatnya Neil Blomkamp di film lamanya, District 9
yang mampu mempresentasikan film debutnya tanpa perlu visual besar tetapi
mengena di hati penontonnya. Maka, Neill Blomkamp ingin sekali mencerminkan
kembali kesederhanaan District 9 ini ke dalam film terbarunya, Chappie. Tetapi,
sang sutradara tak melupakan bagaimana dia sudah pernah besar lewat film
Elysium sebagai film keduanya. Alhasil, Chappie seperti sebuah rangkuman dari
kedua film milik Blomkamp yang pernah dia rilis.
Jika sudah ada yang pernah menonton kedua film tersebut, maka tak usah
heran jika akan merasakan sedikit nostalgia dengan beberapa adegan di dalam
film Chappie. Terutama ending yang mencomot dari film District 9 untuk
menyampaikan pesan indah terselubung di dalam film Chappie. Film terbaru milik
sutradara Neill Blomkamp ini ingin sekali menggabungkan kekuatan-kekuatan yang
ada di dalam filmnya. Tetapi, kekuatan-kekuatan itu berubah seketika menjadi
kelemahan dan masalah yang paling besar di dalam film milik Blomkamp ini.
Jelas, daya tarik Chappie adalah Hugh Jackman dan Sigourney Weaver,
untung-untung Dev Patel juga bisa jadi daya tarik. Tetapi, selain dua nama
tersebut, Chappie tak memberikan hal baru di dalam filmnya. Chappie akan
terlihat sebagai film kelas B dengan pemain-pemain kelas A. Didukung dengan
presentasinya yang –entah disengaja atau tidak –berantakan, setting tempat yang
kumuh, juga pengembangan karakternya yang tak kuat.
Toh, pada akhirnya Chappie yang ingin sekali menyelipkan kritik-kritik
sosial yang tajam soal stereotyping, anomali karakter, pesan tersembunyi
tentang seorang pencipta atau tuhan, dan juga pergeseran hirarki manusia
terbuang sia-sia. Pesan-pesan besar yang sebenarnya tak disampaikan dengan
ambisius akhirnya gagal dengan bagaimana presentasi secara keseluruhan di dalam
film terbaru milik Neil Blomkamp. Karakterisasi yang dangkal, subplot yang tak
dapat berjalan secara halus, menjadi poin penting bahwa Neil Blomkamp terlalu
dini untuk mendapatkan pujian dan spotlight besar di ajang bergengsi layaknya
Academy Awards.
Chappie is a hugely entertaining and often highly unique Sci-Fi yarn by Blomkamp.
BalasHapus